Breaking News

Berita Viral

TERKINI Pembahasan RUU Perampasan Aset dan KUHAP dalam Prolegnas 2025-2026

RUU Perampasan Aset kini telah resmi masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025 dan 2026

|
Editor: AbdiTumanggor
DOK Tribunnews.com/Jeprima
Anggota Dewan di Gedung DPR RI, Senayan 

TRIBUN-MEDAN.COM - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo, memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset akan segera dimulai setelah penyelesaian pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

RUU Perampasan Aset kini telah resmi masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025 dan 2026, menandai langkah strategis DPR dalam memperkuat instrumen hukum pemberantasan korupsi.

Rudianto menjelaskan bahwa Badan Legislasi (Baleg) maupun Komisi III DPR akan mulai menggarap RUU Perampasan Aset pada masa sidang berikutnya, yang diperkirakan berlangsung pada November 2025.

Prioritas utama saat ini adalah menyelesaikan RUU KUHAP, yang dianggap penting sebagai instrumen pengendali bagi aparat penegak hukum dalam menjalankan hukum materiil.

"Kami ingin KUHAP menjadi controlling bagi penegak hukum agar pelaksanaan hukum materiil sesuai dengan hukum acara dan hukum formil yang berlaku," ujar Rudianto kepada wartawan pada Rabu (22/10/2025).

Ia berharap pembahasan KUHAP dapat selesai tahun ini, sehingga pembahasan RUU Perampasan Aset dapat segera dilanjutkan.

Ringkasan Berita:
  • RUU Perampasan Aset akan segera dimulai setelah penyelesaian pembahasan RUU KUHAP.
  • RUU Perampasan Aset resmi dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2025 dan 2026.
  • Pentingnya harmonisasi RUU Perampasan Aset dengan RUU KUHAP
  • Akademisi kritisi beberapa pasal dalam RUU Perampasan Aset yang dinilai multitafsir
  • Implementasi perampasan aset berisiko menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia dan kesewenang-wenangan.

 

Tujuan dan Signifikansi RUU Perampasan Aset

RUU Perampasan Aset dirancang untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi dengan memberikan kewenangan kepada negara untuk menyita aset hasil tindak pidana, khususnya korupsi, tanpa harus menunggu putusan pidana terlebih dahulu.

Hal ini menjadi respons atas desakan publik dan Presiden Prabowo Subianto agar DPR segera membahas RUU tersebut, yang sebelumnya diajukan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo pada tahun 2023.

RUU ini bertujuan menjadi landasan hukum yang kokoh untuk pemulihan aset negara secara lebih cepat dan efektif, sehingga dapat mempercepat proses pemberantasan korupsi dan pencucian uang.

Prolegnas 2025 dan Dukungan DPR

Dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada 23 September 2025, RUU Perampasan Aset resmi dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2025 dan 2026.

Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengajukan pertanyaan persetujuan terhadap perubahan Prolegnas tersebut, yang kemudian disetujui oleh seluruh anggota dewan.

Sebanyak 52 RUU telah disepakati untuk masuk dalam Prolegnas 2025, termasuk RUU Perampasan Aset, yang membuka peluang bagi DPR untuk melakukan pembahasan pada tahun ini.

Harmonisasi dengan RUU KUHAP

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menekankan pentingnya harmonisasi RUU Perampasan Aset dengan RUU KUHAP agar prosedur hukum menjadi komprehensif dan menghindari potensi penyalahgunaan kewenangan. 

Ia mengingatkan bahwa tanpa payung hukum acara yang kuat, implementasi perampasan aset berisiko menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia dan kesewenang-wenangan.

"Revisi KUHAP harus menjadi prioritas utama sebelum melangkah lebih jauh ke RUU Perampasan Aset," ujar Sudding pada 17 September 2025.

Ia menambahkan bahwa KUHAP merupakan fondasi utama hukum acara pidana di Indonesia dan menjadi pedoman batasan kewenangan aparat penegak hukum.

RUU KUHAP juga diharapkan dapat menyatukan aturan hukum terkait perampasan aset yang tersebar di berbagai undang-undang, seperti UU Tipikor, UU TPPU, dan UU Kejaksaan, sehingga penegakan hukum menjadi lebih efektif dan seragam.

Komitmen DPR dan Mekanisme Pembahasan

Legislator dari Fraksi PAN tersebut menegaskan komitmen Komisi III untuk menyelesaikan RUU Perampasan Aset dan KUHAP sebagai langkah membangun kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia.

Hinca Panjaitan dari Fraksi Demokrat juga menegaskan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset harus berjalan paralel dengan RUU KUHAP untuk memastikan keseimbangan substansi dan kesiapan aparat penegak hukum.

Ketua Badan Legislasi DPR RI, Bob Hasan, menyatakan kemungkinan pembahasan paralel kedua RUU tersebut, mengingat keduanya saling terkait dalam aspek hukum acara pidana. 

Namun, hingga kini belum diputuskan apakah pembahasan RUU Perampasan Aset akan dilakukan di Komisi III atau Baleg DPR.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menambahkan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset akan dimulai setelah RUU KUHAP selesai dibahas.

Ia juga meminta Komisi III untuk mempercepat pembahasan RUU KUHAP mengingat banyaknya masukan publik yang telah diterima.

Kontroversi dan Tantangan dalam RUU Perampasan Aset

Sementara, Guru Besar Universitas Negeri Makassar, Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, SH, MH, mengkritisi beberapa pasal dalam RUU Perampasan Aset yang dinilai multitafsir dan berpotensi menimbulkan kontroversi.

Ia menyebutkan lima pasal yang perlu diperbaiki agar tidak menurunkan kepercayaan rakyat terhadap hukum dan negara.

Beberapa isu utama yang disoroti antara lain:

  • Pasal yang memungkinkan perampasan aset tanpa putusan pidana, yang berpotensi menggeser asas praduga tak bersalah.
  • Pasal yang memungkinkan aset dirampas meskipun proses pidana terhadap orangnya masih berjalan, menimbulkan dualisme hukum.
  • Frasa "tidak seimbang" dalam penilaian aset yang sangat subjektif dan berisiko menyasar masyarakat kecil.
  • Ambang batas nilai aset minimal Rp100 juta yang bisa dirampas, yang bisa salah sasaran.
  • Perampasan aset meskipun tersangka meninggal dunia, kabur, atau dibebaskan, yang dapat merugikan ahli waris dan pihak ketiga beritikad baik.

Prof. Harris juga menyoroti pembalikan beban pembuktian (reverse burden of proof) yang dapat merugikan masyarakat yang tidak memahami hukum.

Ia menyarankan agar pembuktian tetap menjadi beban aparat penegak hukum dan adanya putusan pengadilan independen sebagai syarat mutlak perampasan aset.

Ia menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hukum bagi rakyat kecil dalam proses perampasan aset, serta perlunya sosialisasi dan literasi hukum yang masif.

Pernyataan Pemerintah

Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas, menyatakan komitmen pemerintah dan DPR untuk segera membahas RUU Perampasan Aset.

Ia menyebutkan bahwa pembahasan akan lebih cepat setelah RUU tersebut menjadi inisiatif DPR, karena pemerintah telah menyiapkan draft yang siap dibahas.

Supratman juga menyatakan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset tidak harus menunggu RUU KUHAP selesai, karena RUU KUHAP tinggal menunggu pengambilan keputusan di DPR.

(*/Tribun-medan.com)

Artikel telah tayang di Tribunnews.com

Baca juga: Kabar Terbaru Nasib RUU Perampasan Aset, Anggota DPR RI Tebar Janji Usai RUU KUHAP Rampung

Baca juga: AKHIRNYA RUU Perampasan Aset Masuk Daftar 52 Prolegnas Prioritas 2026, Sempat Ngendap Penuh Intrik

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved