Berita Viral

Duduk Perkara Kereta Cepat Whoosh di Era Jokowi, Mahfud MD Buka-bukaan Dugaan Pidana, Utang 116 T

Dikabarkan, beban utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tersebut mencapai Rp 116 triliun.

|
Editor: Salomo Tarigan
KOLASE/TRIBUN MEDAN
KERETA CEPAT - Joko Widodo saat menjabat presiden dalam acara peresmian peluncuran Kereta Cepat Jakarta Bandung di Stasiun Halim, Jakarta Senin (2/10/2023). Beban utang Proyek Kereta Cepat tersebut mencapai Rp 116 triliun 

Hal ini merespons permintaan yang disampaikan Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria terkait pembayaran utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) oleh pemerintah.

"Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu, tapi kalau ini kan KCIC di bawah Danantara kan, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya deviden sendiri," ujar Purbaya saat Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025).

Terlebih menurut Purbaya, Danantara dalam satu tahun mengantongi sebesar Rp 80 triliun dari deviden. 

Sehingga sepatutnya bisa teratasi tanpa harus pembiayaan dari pemerintah.

"Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk devivdennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama goverment," tegas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, utang kereta cepat ini bentuknya business to business. Artinya tidak ada utang pemerintah.

"Tidak ada utang pemerintah, karena dilakukan oleh badan usaha, konsorsium badan usaha Indonesia dan China, dimana konsorsium Indonesia dimiliki oleh PT KAI," tegas Suminto.

Sebelummya, Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, mengatakan lembaganya menyiapkan dua opsi untuk menyelesaikan utang proyek KCIC. 

Opsi pertama yakni menambah penyertaan modal (equity), opsi kedua menyerahkan infrastruktur KCIC yang sudah terlanjur dibangun kepada pemerintah.

Sebagai informasi, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.

Untuk menutup pembengkakan biaya tersebut, proyek ini memperoleh pinjaman dari China Development Bank (CDB) senilai 230,99 juta dollar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp 6,98 triliun.

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), pengelola kereta cepat Whoosh, merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan kepemilikan saham 60 persen, dan konsorsium China Beijing Yawan HSR Co. Ltd yang memegang 40 persen saham.

Komposisi pemegang saham PSBI saat ini adalah:

- PT Kereta Api Indonesia (Persero): 51,37 persen

- PT Wijaya Karya (Persero) Tbk: 39,12 persen

- PT Jasa Marga (Persero) Tbk: 8,30 persen

- PT Perkebunan Nusantara I: 1,21 persen

Proyek ini memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero). 

Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium KCIC mencapai Rp 116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dollar AS. 

Jumlah tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya dan menjadi beban berat bagi PT KAI dan KCIC, yang masih mencatatkan kerugian pada semester I-2025.

Sejak Awal Bermasalah

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) memang tidak berjalan mulus dan dikritik sejak awal dibangun. 

Biaya pembangunan yang membengkak di tengah jalan membuat pemerintah, di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, akhirnya turun tangan memberikan suntikan dana APBN untuk menopang proyek tersebut. 

Padahal sesuai janji yang beberapa kali diucapkan sebelumnya, pemerintah telah menegaskan bahwa pembangunan KCJB akan murni menggunakan skema business to business (b to b) tanpa melibatkan dana APBN.

Namun janji tinggal janji. 

Komitmen lain yang kemudian berubah adalah pemberian jaminan pemerintah atas pinjaman dari kreditur China.

Presiden Jokowi kala itu sampai harus merevisi beberapa regulasi.

Dalam perjalanannya, Menteri Perhubungan periode 2014-2016, Ignasius Jonan bersikap kritis atas proyek ini.

Mantan Direktur Utama PT KAI ini beberapa kali menyampaikan keberatannya, terutama terkait konsesi dan trase proyek. 

Seperti diberitakan Harian Kompas pada 1 Februari 2016, proses perizinan trase sempat tertahan lantaran Jonan enggan menerbitkan izin sebelum seluruh aturan dipenuhi. 

Meski sempat terhambat akibat belum terbitnya izin trase, proyek KCJB akhirnya resmi dimulai setelah Presiden Jokowi melakukan peletakan batu pertama pada 2016 di Perkebunan Walini, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. 

Namun, menariknya, Jonan yang kala itu masih menjabat Menteri Perhubungan, tidak hadir dalam acara groundbreaking tersebut.

Baca juga: Jokowi Sambangi China dan Arab Saudi, Bahas Proyek Kereta Cepat Jakarta Surabaya hingga Bunga Utang

Setelah kereta cepat beroperasi, ternyata masalah belum selesai. Proyek ini justru menghadapi persoalan baru. 

Kerugian terus membengkak dan menjadi beban keuangan bagi perusahaan. 

Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025 (unaudited) yang dirilis di situs resmi PT KAI, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), induk konsorsium Indonesia dalam proyek ini, mencatat kerugian hingga Rp 4,195 triliun sepanjang tahun 2024. 

Situasi belum juga membaik di tahun berjalan.

Hanya dalam paruh pertama 2025,

 PSBI kembali menanggung rugi sebesar Rp 1,625 triliun. 

Baca juga: Portugal Gagal Menang, Ronaldo Cs Tertunda ke Piala Dunia, Pelatih Jadi Sasaran

(*/tribunmedan.com)

Sumber:  Tribunnews.com/wartakota

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved