Berita Viral

'Bola Panas' Kasus Kuota Haji, KPK Buka Opsi Panggil Ketua Umum PBNU Gus Yahya

Praktik lancung penerapan kuota haji 2023-2024 dengan taksiran kerugian Rp 1 triliun di Kementerian Agama, masih menjadi "bola panas". 

Editor: Juang Naibaho
HO
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya. buka peluang untuk memanggil Gus Yahya sebagai saksi terkait dugaan korupsi kuota haji.  

TRIBUN-MEDAN.com - Praktik lancung penerapan kuota haji 2023-2024 dengan taksiran kerugian Rp 1 triliun di Kementerian Agama (Kemenag), masih menjadi "bola panas". 

Setelah direktur atau pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) Ustaz Khalid Zeed Abdullah Basalamah mengembalikan sejumlah uang kepada KPK, lembaga antirasuah kini buka peluang untuk memanggil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) sebagai saksi. 

Gus Yahya, yang merupakan kakak mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, kemungkinan akan dimintai keterangan.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan bahwa pemanggilan saksi akan disesuaikan dengan kebutuhan proses penyidikan yang tengah berjalan.

"Kebutuhan pemeriksaan kepada siapa nanti kita akan melihat ya dalam proses penyidikannya," kata Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/9/2025).

Budi menegaskan bahwa salah satu fokus utama penyidik adalah menelusuri aliran dana hasil korupsi. 

Oleh karena itu, pemeriksaan saksi, termasuk potensi pemanggilan Gus Yahya, diarahkan untuk mendalami jejak uang haram tersebut.

"Terkait dengan dugaan aliran uang ya, dalam melakukan penelusuran terkait dengan aliran uang yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi ini, KPK selain melakukan pemeriksaan kepada para saksi," kata Budi.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, juga telah menyatakan bahwa KPK tengah menerapkan metode follow the money untuk melacak ke mana saja dana hasil korupsi mengalir. 

Ia menjelaskan bahwa penelusuran ke organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan seperti PBNU dilakukan karena penyelenggaraan ibadah haji melibatkan peran ormas.

Asep menegaskan langkah tersebut bukan untuk mendiskreditkan institusi tertentu, melainkan bagian dari upaya pengembalian kerugian keuangan negara (asset recovery).

Di sisi lain, pihak PBNU melalui A’wan Abdul Muhaimin telah mendesak KPK untuk segera mengumumkan tersangka dalam kasus ini. 

Ia mengaku gerah karena lambatnya penanganan kasus dinilai telah mencemari nama baik PBNU dan menimbulkan kesan seolah-olah lembaga tersebut terlibat secara institusional.

Kasus ini sendiri terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan tambahan kuota haji tahun 2023–2024 yang merugikan negara dengan estimasi awal lebih dari Rp1 triliun. 

KPK telah memulai penyidikan pada 9 Agustus 2025 dan telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved