Berita Medan

Perhatikan Sosio-Ekonomi, Pengamat: Raperda KTR Medan Jangan Mematikan Pelaku Usaha

Menurut Insan, keberadaan Raperda KTR adalah sebagai sarana pembatasan untuk menciptakan lingkungan yang sehat. 

Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Ayu Prasandi
DOK TRIBUN MEDAN/ M DANIEL EFFENDI SIREGAR
KAWASAN TANPA ROKOK - Kampanye Kawasan Tanpa Rokok di Medan. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Memantau proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) yang tengah disusun oleh DPRD Medan melalui Panitia Khusus (Pansus), Akademi Universitas Bakrie, Insan Harapan Harahap, mengingatkan agar rancangan regulasi tersebut jangan hanya melihat aspek kesehatan semata, namun juga turut mempertimbangkan aspek budaya, sosio, dan ekonomi.  

Hal ini disampaikan Insan saat menjadi pembicara pada Forum Group Discussion (FGD) Kawasan Tanpa Rokok di Medan dengan tema Memperkuat Implementasi KTR di Kota Medan-Strategi Menyeimbangkan Kepentingan Kesehatan Sosial dan Ekonomi di Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Harapan (UNHAR) Medan.

"Kami sebagai akademisi melihat Perda ini secara komprehensif segi kesehatan, sosio, ekonomi, hingga hukum. 

Fokus yang ingin kita selamatkan dengan adanya Perda ini adalah anak-anak, remaja, dan perempuan hamil.

Tetapi harus ada titik temu, Perda KTR nya nanti jalan, UMKM juga jalan. Jangan sampai UMKM mati karena ada Perda KTR yang diterapkan," jelasnya. 

Menurut Insan, keberadaan Raperda KTR adalah sebagai sarana pembatasan untuk menciptakan lingkungan yang sehat. 

Namun yang harus diperhatikan ke depan adalah beberapa tantangan, seperti: sosialisasi kepada stakeholder, penegakan hukum yang harus konsisten, dan resistensi sosial dan ekonomi pelaku usaha yang khawatir kebijakan ini mengurangi pendapatan, misalnya dari iklan, hingga penjualan rokok. 

"Selama ini beginilah problematika atau tantangan yang ada di Medan, makanya tidak efektif," jelasnya.

Ia juga berpendapat penegakan Perda KTR di kota-kota lain juga dianggap berhasil menegakkan karena pendapatan asli daerah (PAD)-nya memang tinggi dari berbagai sektor. 

"Kita akui salah satu kontribusi pendapatan terbesar negara ini salah satunya dari cukai rokok. Untuk itu, perlu penyelarasan agar Raperda KTR ini bisa dilakukan dengan baik dan ekonomi masyarakat tidak terganggu. 

Berikan insentif pada UMKM yang selama ini bergantung penghasilannya pada penjualan rokok. Kalau UMKM dibatasi, maka mereka harus diberi insentif material ataupun non material,"paparnya.  

Dan, yang juga tak kalah penting menurut Insan adalah pemerintah harus menyediakan area tempat khusus merokok.

"Aspek ekonomi, sosial, dan budaya harus dipertimbangkan.Yang kita butuhkan adalah kebijakan yang bisa diimplementasikan dan diterima masyarakat. Untuk apa bikin peraturan tapi tidak diterima masyarakat," tegasnya.

Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dan masyarakat harus berkolaborasi untum menegakkan Perda KTR dan memastikan ekonomi masyarakat tetap berjalan. 

Semua stakeholder juga harus dilibatkan agar terjadi titik temu dan penerimaan terhadap Raperda KTR ini semakin besar. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved