Ini Mematikan Usaha Kami, Pedagang Petisah Tolak Harga Cabai Rp 35 Ribu

Sejumlah pedagang di Pasar Petisah menolak operasi pasar yang digelar Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sumatera Utara.

TRIBUN MEDAN/HO
RUGIKAN PELAKU USAHA - Ilustrasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sumatera Utara melakukan impor cabai merah dari Pulau Jawa. Pedagang menilai kebijakan tersebut justru merugikan pelaku usaha lokal karena harga jual cabai merah yang ditetapkan hanya Rp35 ribu per kilogram. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Sejumlah pedagang di Pasar Petisah menolak operasi pasar yang digelar Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sumatera Utara melalui distribusi cabai merah dari Pulau Jawa. Intervensi pasar yang dilakukan untuk menekan inflasi menuai sorotan dari para pedagang.

Mereka menilai kebijakan tersebut justru merugikan pelaku usaha lokal karena harga jual cabai merah yang ditetapkan hanya Rp35 ribu per kilogram. Selain itu kondisi cabai sudah rusak, dibanding stok yang dimiliki pedagang.

“Kalau dijual segitu, kami pedagang kecil mau makan apa? Modal saja tak kembali. Ini sama saja mematikan usaha kami,” ujar salah seorang pedagang di Pasar Petisah, Senin (26/10).

Langkah BUMD Sumut itu disebut sebagai upaya menekan pasar dan laju inflasi di Provinsi Sumut. Kebijakan tersebut juag menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya Founder Ethics of Care, Farid Wajdi.

Farid menilai, narasi keberhasilan pemerintah menurunkan harga cabai merah hingga Rp35 ribu/kg justru menyesatkan logika publik. Apalagi, menurutnya, pasokan cabai lokal saat ini sudah mencukupi kebutuhan masyarakat. “Pertanyaannya, apakah intervensi seperti ini benar-benar efektif atau hanya langkah seremonial yang dibungkus dengan narasi keberhasilan?” ujar mantan anggota Komisi Yudisial itu kepada wartawan, Senin (27/10).

Farid menjelaskan, persoalan utama terletak pada skala intervensi yang tidak sebanding dengan kebutuhan pasar. Distribusi sekitar 500 kilogram cabai merah di satu titik pasar besar, kata dia, tidak akan berdampak signifikan.

“Efeknya hanya sesaat, mungkin menurunkan harga di satu lokasi dalam waktu singkat, tapi tidak berpengaruh pada stabilitas harga di pasar lain,” ujarnya.

Ia menilai kebijakan seperti ini hanya menjadi 'kosmetika ekonomi', terlihat menenangkan di permukaan. Namun tidak menyentuh akar masalah sebenarnya seperti rantai pasok dan tata niaga pangan yang belum efisien.

"Publik berhak mengkritisi pola komunikasi pemerintah yang lebih sibuk membangun citra ketimbang memperbaiki sistem. Narasi harga turun tanpa data komprehensif hanya melahirkan yang disebut ekonom sebagai inflasi naratif, stabilitas semu yang dibangun lewat wacana, bukan realitas," pungkas Farid. 

Baca juga: Karena Izin Tak Lengkap, Komisi III DPRD Medan Rekomendasikan THM Golden Tiger Ditutup

Dinas Ketapang Terima Arahan

KEPALA Bidang Ketahanan Pangan Pemko Medan, Robert mengatakan, pihaknya menerima arahan dari provinsi sehubungan info dari Kepala Biro Ekonomi Pemprovsu tentangadanya Operasi Pasar Cabai Merah yang diadakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Utara untuk menjaga inflasi daerah.

Sejumlah Kepala Pasar diminta mengakomodir. Yakni Kepala Cabang I, II, III, Kepaala Pasar (KaPas) Pusat Pasar, KaPas Suka ramai, KaPas Alat, KaPas Titi Kuning, KaPas Petisah, KaPas Helvetia, KaPas Kp. Lalang, KaPas Peringgan, KaPas Simalingkar, KaPas Marelan, KaPas Titi papan, dan KaPas Belawan.

"Dimintakan kepada para Kepala Pasar di atas untuk mengakomodir lokasi Operasi Pasar tersebut. Yang melakukan kegiatan jual beli adalah pihak Pemprovsu dan BUMD  Provsu serta didampingi oleh Satgas Pangan Poldasu dan Satpol PP Provsu," katanya.

Sebelumnya diberitakan bahwa cabai merah jadi komoditi penyebab tingginya inflasi Provinsi Sumut, termasuk Kota Medan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) pun berupaya menekan inflasi lewat intervensi pasar memasok komoditi cabai merah impor dari luar Sumatera.

Cabai merah didatangkan dari Jawa Timur trepatnya dari kawasan Jember. Namun, ketika tiba di Medan, cabai dalam kondisi buruk dan ada yang membusuk hingga hampir separuh dari total kiriman. Para pedagang pun menolak membeli karena kualitasnya buruk, sementara pasokan cabai lokal di pasar Sumut saat ini masih tergolong cukup.

"Yang rusak hampir separuh. Pedagang di Lau Cih menolak karena kualitasnya jelek dan stok mereka (pedagang) juga masih banyak," ungkap sumber di Sumut..

Akibat tak laku di pasar, harga pun jatuh bebas. Harga pembelian pedagang di lapangan turun menjadi Rp30.000/kg, dari harga rencana awal Rp51.000/kg. Padahal, diduga pihak AIJ Sumut membeli dari petani Jawa Timur dengan harga sekitar Rp47.500/kg. Kondisi ini membuat harga di tingkat konsumen tetap tinggi, yakni sekitar Rp70.000 hingga Rp75.000/kg, jauh dari target intervensi pemerintah. (dyk/Tribun-Medan.com)

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved