Sumut Terkini

Karhutla di Toba, Angka Pasien Idap Batuk dan Influenza Meningkat 20 Persen sejak Juni

Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Toba berdampak bagi kesehatan warga Toba.

|
Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/MAURITS PARDOSI
KARHUTLA DI TOBA: Kadinkes Toba dr Freddi Seventry Sibarani saat berada di ruangannya, Rabu (30/7/2025). Pengidap batuk dan influenza meningkat sebesar 15 hingga 20 persen setiap harinya sejak bulan Juni hingga Juli 2025.   

TRIBUN-MEDAN.com, BALIGE - Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Toba berdampak bagi kesehatan warga Toba.

Pengidap batuk dan influenza meningkat sebesar 15 hingga 20 persen setiap harinya sejak bulan Juni hingga Juli 2025.  

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Toba dr Freddi Seventry Sibarani menjelaskan, musim kemarau panjang dan karhutla mengakibatkan kesehatan masyarakat sekitar terganggu. Ia terangkan, hampir seluruh puskesmas di Toba mendapat pasien pengidap batuk dan influenza setiap harinya. 

"Ini kan sudah mulai hujan. Beberapa hari atau bahkan dua bulan ini terjadi kemarau panjang. Ditambah lagi terjadinya karhutla. Inilah yang mengakibatkan keluhan masyarakat yakni soal munculnya penyakit," ujar dr Freddi Sibarani, Rabu (30/7/2025). 

Karhutla tersebut mengakibatkan masyarakat keluhkan juga adanya peradangan dan penyakit kulit. 

"Masyarakat kita keluhkan soal adanya peradangan dan penyakit kulit," sambungnya. 

Sehingga, ia berharap masyarakat sadar akan pentingnya melestarikan alam.

"Maka, kita berharap tingkat kesadaran masyarakat soal pelestarian lingkungan mesti ditingkatkan ditambah lagi dengan pola hidup sehat," sambungnya. 

"Hampir di seluruh wilayah Toba ini terjadi karhutla. Dan masyarakat dikepung asap. Hal ini mengakibatkan penyakit ditambah lagi dengan berkurangnya oksigen yang dapat memengaruhi fungsi jantung," terangnya. 

Bila masyarakat alami sakit parah, menurutnya, berbagi bidang bakal terganggu, semisal bidang ekonomi.

"Kalau tak bisa lagi beraktivitas, seluruh bidang kehidupan manusia terganggu," tuturnya. 

"Saran kami, lingkungan harus dijaga. Kalaupun kemarau panjang berlangsung, maka stakeholder terkait mesti tanggap. Misalnya melakukan modifikasi cuaca seperti yang sedang berjalan saat ini," terangnya. 

Saat musim kemarau, ia berharap juga jaminan ketersediaan air bersih bagi warga. 

"Kemudian, peningkatan air bersih mesti dilakukan. Di daerah tertentu, kita melihat bahwa persediaan air bersih menipis. Hal ini adalah kebutuhan mendasar bagi masyarakat dan tentu ini juga bagian dari kebutuhan kesehatan masyarakat," ungkapnya. 

Dari analisisnya, infeksi saluran pernapasan (ISPA) relatif tinggi di Toba selama musim kemarau panjang. 

"ISPA yang tinggi; ada batuk, pilek. Lalu penyakit sesak nafas hingga menimbulkan bronkitis. Ada saja warga yang selama ini mengalami sesak nafas, tapi karena tiap hari kesehatannya terganggu akibat karhutla ini, akhirnya penyakit yang lebih parah muncul," lanjutnya. 

Dengan demikian, kebutuhan oksigen di fasilitas kesehatan meningkat dari waktu sebelumnya. 

"Kebutuhan oksigen tinggi. Dan sampai saat ini, kebutuhan oksigen masih cukup. Termasuk di setiap puskesmas, kebutuhan oksigen terjamin. Lalu, dokter spesialis juga siaga setiap hari," terangnya. 

Berbagai hal telah dilakukan pihak Dinkes Toba bagi masyarakat saat musim kemarau panjang ini. 

"Sampai saat ini, kita sudah lakukan sosialisasi, pembagian vitamin, penyediaan APD dan masker," terangnya. 

"Angka penyakit batuk dan pilek bertambah setelah terjadinya karhutla. Jumlah pasien mencapai 15 hingga 20 persen dan terjadi sejak bulan Juni hingga Juli ini," pungkasnya.

(cr3/tribun-medan.com)

 Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved