Berita Viral

ISI PLEDOI Kopda Bazarah Penembak Mati 3 Polisi Demi Bisnis Judi, Kini Memohon Jangan Dihukum Mati

Kopda Bazarah terdakwa tembak mati tiga polisi di Kabupaten Way Kanan, Lampung memohon keringanan hukuman. 

Tribunsumsel.com/ Rachmad Kurniawan
SIDANG - Terdakwa kasus penembakan tiga orang polisi di Way Kanan Lampung Kopda Bazarsah duduk di kursi pesakitan saat menjalani persidangan di Pengadilan militer I-04 Palembang, Senin (14/7/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com - Kopda Bazarah terdakwa tembak mati tiga polisi di Kabupaten Way Kanan, Lampung memohon keringanan hukuman. 

Ia memohon agar tidak divonis hukuman mati. Sebelumnya, Jaksa menuntut Kopda Bazarah dengan hukuman mati.  

Kejahatan Kopda Bazarah telah tergolong berat. Ia menembak mati tiga polisi Polsek Negara Batin cuma demi melindungi bisnis sabung ayam miliknya. 

Permintaan keringanan itu diajukan kuasa hukumnya dalam pembacaan pleidoi (nota pembelaan) di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Sumata Selatan (Sumsel) Senin (28/7/2025). 

Kuasa hukum terdakwa Kopda Bazarsah yakni Kapten Chk Fadly Yahri Sitorus ketika membacakan pledoi dihadapan majelis hakim mengatakan, tanggapan atas saksi fakta yang terungkap di persimpangan dan tanggapan terhadap saksi yakni serta keterangan terdakwa.

Bahwa dalam perkara ini Oditur Militer keliru menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain karena tidak didukung dengan alat bukti yang lengkap.

Baca juga: SOSOK Sevi Ayu Claudia, Jasadnya Ditemukan dalam Kardus di Gresik, Bekerja Jadi Driver Ojol

Baca juga: NASIB Mustamil Pedagang Gorengan Tewas Setelah Ribut dengan Gelandangan, Sempat Kejang-Kejang

Lanjut Fadly Yahri, tanggapan terhadap Keterangan para saksi fakta, bahwa dari keterangan saksi-saksi yang hadir dalam persidangan, tidak ada satupun yang mengetahui dan melihat secara langsung terdakwa melakukan penembakan ke arah Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Ardiyanto, dan Bripda Ghalib Surya.

"Dimana saksi hanya melihat terdakwa memegang senjata api dan hanya melihat Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Ardiyanto, dan Bripda Ghalib Surya yang sudah tergeletak berlumuran darah," ungkapnya.

Sambungnya, bahwa untuk membuktikan terdakwa bersalah melakukan perbuatan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain yang didakwakan, harus disertai satu alat bukti yang sah lainnya.

"Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 173 Ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,"Katanya. 

"Keterangan Saksi sebagai alat bukti adalah keterangan yang dinyatakan Saksi di sidang Pengadilan dan Keterangan seorang Saksi saja tidak cukup membuktikan bahwa Terdakwa bersalah melakukan perbuatan vang didakwakan kepadanya," katanya kembali.

Lalu, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.

"Dari ketentuan undang-undang ini jelas bahwa untuk membuktikan adanya perbuatan pembunuhan berencana yang dilakukan terdakwa harus dapat dibuktikan di sidang pengadilan, dan dalam perkara ini pun tidak ada saksi-saksi," tegasnya. 

Lebih jauh ia mengatakan, tanggapan terhadap mengenai keterangan para saksi ahli fakta, saksi ahli balistik AKP Vidya Rina Wulandari, bahwa secara formil telah terdapat cacat hukum

Sesuai dengan hukum Acara Peradilan Militer sidang Terdakwa Kopda Basarzah berlaku hukum Acara Pidana Militer namun disini terdapat ketidak tertiban Admistrasi dimana Saksi ahli mulai dari tingkat penyidikan telah salah prosedur dan dihadirkan bukan berdasarkan Permohonan dari Penyidik Denpom II/3 Lampung namun dihadirkan berdasarkan surat permohonan dari Ditreskrimum Polda Lampung Nomor: B/638/III/Res. 1.7/2025 Ditreskrimum tanggal 19 Maret 2025.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved