TRIBUN WIKI

Profil Emirsyah Satar, Eks Dirut Garuda Indonesia yang Dapat Keringanan dari MA Soal Uang Pengganti

Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman uang pengganti Emirsyah Satar yang tadinya Rp 1,4 triliun menjadi Rp 817.722.935.892.

Penulis: Array A Argus | Editor: Array A Argus
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar menggunakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/8/2019). KPK resmi menahan Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo terkait kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesian(Persero) Tbk. 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Publik di Indonesia tentunya sudah tak asing dengan Emirsyah Satar.

Ya, Emirsyah Satar adalah mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia.

Pada persidangan dugaan korupsi pengadaan pesawat Bombardier CRJ (Canadair Regional Jet)-1000 dan ATR 72-600 untuk Maskapai Garuda Indonesia, Emirsyah Satar divonis lima tahun penjara.

Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024) menyatakan, bahwa Emirsyah Satar melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Profil Shunsaku Tamiya, Bos Tamiya yang Melegenda Meninggal Dunia pada Usia 90 Tahun

Emirsyah Satar. (Warta Kota/henry lopulalan)
Emirsyah Satar. (Warta Kota/henry lopulalan) (Warta Kota/henry lopulalan)

Setelah divonis hakim, Emirsyah Satar kemudian melakukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Dalam putusan kasasinya, Emirsyah Satar diuntungkan hakim.

Meski permohonan kasasi yang teregister dengan Nomor Perkara 2507 K/PID.SUS/2025 ditolak, setidaknya Emirsyah Satar mendapat keringanan dari segi kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara.

Sebelumnya, Emirsyah Satar harus membayar uang pengganti senilai 86.367.019 dollar Amerika Serikat atau Rp 1,4 triliun.

Namun, dalam putusan kasasi yang diputus pada 25 Juni 2025 oleh Majelis Kasasi Dwiarso Budi Santiarto serta dua anggotanya, Agustinus Purnomo Hadi dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Emirsyah Satar hanya diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 817.722.935.892.

Baca juga: Profil Superiyanto, Ketua DPD Nasdem Kudus Bergelar S2 Ditangkap Lagi Asyik Main Judi Pinggir Jalan

"Amar putusan: tolak perbaikan. JPU (jaksa) tolak, terdakwa tolak," sebagaimana dikutip dari situs resmi MA, Senin (21/7/2025), dilansir dari Kompas.com.

Selain itu, Emirsyah Satar juga dikenakan hukuman subsidair lima tahun penjara.

Profil Emirsyah Satar

Emirsyah Satar dikenal sebagai ekonom Indonesia.

Ia lahir di Jakarta, 28 Juni 1959.

Adapun latar pendidikannya, Emirsyah Satar merupakan sarjana lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI).

Dilansir dari Kompas.com, Emirsyah mengawali kariernya sebagai auditor di Kantor Akuntan Pricewaterhouse Coopers pada 1983.

Kala itu, kariernya moncer di dunia perbankan.

Dia pernah duduk sebagai Assistant of Vice President of Corporate Banking Group Citibank.

Baca juga: Sosok Achmad Fauzi, Eks Wartawan Kembali Maju Sebagai Calon Bupati Sumenep

Lalu, selama November 1994 hingga Januari 1996, Emir dipercaya menduduki jabatan Presiden Direktur PT Niaga Factoring Corporation di Jakarta, hingga menjadi Managing Director (CEO) Niaga Finance Co Ltd, Hong Kong.

Kesuksesannya di bidang perbankan mengantarkan Emirsyah ke kursi Direktur Keuangan (CFO) di PT Garuda Indonesia.

Jabatan itu ia emban selama 5 tahun yakni 1998-2003.

Setelahnya, dia kembali ke bidang yang telah membesarkannya di perbankan dengan menjabat sebagai Wakil Direktur Utama Bank Danamon selama.

Jabatan itu hanya Emirsyah emban selama 2 tahun karena pada 2005 dia dipercaya menjadi Direktur Utama PT Garuda Indonesia.

Saat itu usianya baru 46 tahun. Capaian ini menempatkan Emirsyah sebagai direktur utama termuda di kawasan Asia Pasifik.

Emirsyah Satar. (TRIBUN NEWS / HERUDIN)
Emirsyah Satar. (TRIBUN NEWS / HERUDIN) (TRIBUN NEWS / HERUDIN)

Baca juga: Sosok Purwanto Suwondono, Ayah Arkhan Kaka Pemain Timnas U-19, Pelatih Berlisensi A

Sembilan tahun menjabat Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah mengundurkan diri pada 8 Desember 2014. Sedianya, jabatannya baru berakhir pada 22 Maret 2015.

Tahun 2015, dia terpilih menjadi Komisaris Independen PT Danamon Indonesia.

Kasus korupsi

Kasus korupsi yang diungkap Kejaksaan Agung ini terjadi ketika Emirsyah Satar masih menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia.

Tindak pidana korupsi itu diduga terjadi sekitar tahun 2011 sampai 2021. Kasus ini ditaksir menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 8,8 triliun.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana mengatakan, Emirsyah membocorkan rencana pengadaan pesawat kepada tersangka Soetikno Soedarjo.

"Dan hal ini bertentangan dengan Pedoman Pengadaan Armada (PPA) milik PT Garuda Indonesia," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Senin (27/6/2022).

Baca juga: Profil dan Biodata Haridai Anwar, Musisi Lawas Vokalis OM PSP yang Dikabarkan Meninggal Dunia

Menurut Ketut, Emirsyah juga bekerja sama dengan Dewan Direksi HS dan Capt AW untuk memerintahkan tim pemilihan supaya membuat analisis dengan menambahkan subkriteria dengan menggunakan pendekatan Nett Present Value (NPV) agar pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimenangkan atau dipilih dalam proyek pengadaan pesawat.

Menurutnya, instruksi perubahan analisis yang diinstruksikan tersangka kepada tim pemilihan adalah dengan menggunakan analisis yang dibuat oleh pihak manufaktur yang dikirim melalui tersangka Soetikno.

"Tersangka telah menerima grafikasi dari pihak manufaktur melalui tersangka SS dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600," ucap dia.

Sementara itu, tersangka Soetikno juga disebut melakukan komunikasi dengan pihak manufaktur setelah mendapatkan bocoran rencana pengadaan pesawat dari Emirsyah.

Tersangka Soetikno juga menghasut Emirsyah agar menginstruksikan tim pengadaan untuk memilih pesawat Bombardier CRJ 1000 dan ATR 72-600 dalam pengadaan pesawat.

Baca juga: Profil Irjen Pol Hendro Pandowo, Kapolda Babel Teman Seangkatan Kapolri Eks Pemburu Mafia Bola

"Tersangka menjadi perantara dalam menyampaikan gratifikasi dari manufaktur kepada tersangka ES dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ 1000 dan ATR 72-600," tambahnya.

Kedua tersangka ini dikenakan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kendati demikian, Kejagung tidak melakukan penahanan. Pasalnya, kedua tersangka tengah menjalani hukuman pidana dalam kasus yang ditangani KPK.

Selain Emirsyah dan Soetikno, Kejagung telah menetapkan 3 tersangka lainnya dalam kasus ini. Pertama, Albert Burhan (AB) selaku VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012.

Kemudian, Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia periode 2011-2012, Setijo Awibowo. Lalu, Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014, Agus Wahjudo.(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved