Sumut Terkini
Bobby Nasution Tunjuk Hendra Dermawan Jadi Plt Kadis PUPR Sumut setelah Topan Ginting Ditangkap KPK
Gubernur Bobby Nasution menunjuk Hendra Dermawan Siregar sebagai Pelaksana Tugas Kadis PUPR Sumut menggantikan Topan Obaja Ginting.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Langkah mengejutkan terjadi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut).
Gubernur Bobby Nasution menunjuk Hendra Dermawan Siregar sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Sumut, menggantikan Topan Obaja Ginting yang nonaktif.
Diketahui Topan Obaja Ginting baru saja diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap proyek pembangunan jalan.
Penunjukan ini berlaku sejak 1 Juli 2025.
Menariknya, Hendra Dermawan Siregar sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Sumut.
Memulai Tugas dengan Gebrakan
Sebagai langkah awal, Hendra langsung tancap gas memimpin rapat koordinasi perdananya di Aula Kantor Dinas PUPR Sumut pada Kamis, 3 Juli 2025.
Melalui akun Instagram resmi @dinaspuprovsu, Dinas PUPR Sumut mengabarkan bahwa dalam rapat itu, Hendra menyampaikan arah kebijakan, visi, misi, dan menekankan pentingnya kolaborasi untuk menyukseskan program prioritas dinas ke depan.
"Diharapkan, melalui koordinasi yang solid, seluruh unit kerja dapat bergerak selaras demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan mencapai target pembangunan yang telah ditetapkan," tulis akun tersebut.
Jejak Demosi di Era Edy Rahmayadi
Penunjukan ini menjadi sorotan lantaran Hendra memiliki sejarah yang cukup berliku di lingkungan Pemprov Sumut.
Pada masa kepemimpinan mantan Gubernur Edy Rahmayadi, Hendra sempat mengalami demosi atau penurunan jabatan.
Dari Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, ia diturunkan menjadi Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Sumatera Utara pada 5 Januari 2023.
Kala itu, Edy Rahmayadi menjelaskan bahwa demosi tersebut terkait dengan hasil asesmen dan sebagai bagian dari sistem meritokrasi yang ingin diterapkannya.
Edy bahkan sempat menyatakan niatnya untuk meninggalkan sistem open bidding dan beralih ke meritokrasi, di mana pejabat terbaik dari eselon bawah akan naik ke eselon di atasnya.
Kini, dengan penunjukan sebagai Plt Kepala Dinas PUPR dan kemungkinan Plt Kepala Dinas Pendidikan, Hendra Dermawan Siregar kembali menempati posisi kunci.
Akankah ini menjadi babak baru yang cemerlang bagi kariernya di Pemprov Sumut?
Publik tentu menanti kinerja dan gebrakan dari tangan dingin Hendra dalam memimpin dua dinas vital tersebut.
Awal Mula KPK Endus Siasat Licik Suap Proyek Jalan Rp 231 Miliar, Ada Uang Pelicin Rp 46 Miliar
Gempar! Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dalam memberantas korupsi di Tanah Air.
Melalui sebuah operasi tangkap tangan (OTT) yang senyap namun presisi, KPK berhasil membongkar dugaan mega-suap proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut) yang bernilai fantastis, mencapai Rp 231,8 miliar.
Yang lebih mengejutkan, uang 'pelicin' yang disiapkan para pelaku ditaksir mencapai Rp 46 miliar, nyaris lolos ke tangan pejabat publik sebelum digagalkan KPK.
Lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, mencerminkan kolaborasi jahat antara oknum penyelenggara negara dan pihak swasta.
Tiga di antaranya berasal dari instansi pemerintah:
1. Topan Obaja Putra Ginting (Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut)
2. Rasuli Efendi Siregar (Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen/PPK)
3. Heliyanto (PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut).
Sementara itu, dari pihak swasta, ada duo bapak-anak:
1. Akhirun Piliang (Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group/DNG)
2. Putra Akhirun Piliang yaitu M Rayhan Dulasmi Piliang (Direktur PT RN).
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa OTT yang dilakukan di Sumut pada Kamis, 26 Juni 2025 malam, adalah bagian dari upaya pencegahan suap dan/atau gratifikasi terkait proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut.
Mencegah Kerugian Negara: Kongkalikong Rp 46 Miliar Hampir Terjadi
Asep Guntur mengungkapkan detail mengerikan di balik layar.
Kongkalikong proyek ini sangat terencana, dengan janji komitmen fee sebesar 10-20 persen dari nilai proyek.
Ini berarti, Akhirun dan Rayhan telah menyiapkan sekitar Rp 46 miliar untuk melicinkan jalan agar mereka bisa memenangkan proyek tersebut.
"Ada sekitar Rp 46 miliar yang akan digunakan untuk menyuap (tapi belum diberikan)," kata Asep Guntur pada Sabtu, 28 Juni 2025.
Beruntung, permufakatan jahat ini berhasil digagalkan KPK melalui OTT.
Asep menjelaskan dampak buruk jika praktik ini dibiarkan.
"Kalau dibiarkan pihak-pihak ini mendapatkan proyek, ini tentu hasil pekerjaan tidak akan maksimal. Karena, sebagian dari uang itu akan digunakan untuk menyuap, memperoleh pekerjaan tersebut."
Sebagai bukti awal, penyidik telah menyita uang tunai senilai Rp 231 juta dari kediaman salah satu tersangka, yang diduga sebagai sisa dari praktik suap yang telah berjalan.
Jejak Uang akan Ditelusuri: Tak Ada yang Aman
KPK tak akan berhenti di sini.
Asep Guntur menegaskan, penyidik akan mendalami dugaan keterlibatan pihak lain dalam kongkalikong proyek raksasa ini.
Mereka akan menggunakan metode "follow the money", menelusuri setiap pergerakan aliran uang dari para tersangka, bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kalau nanti ke siapa pun, ke atasannya atau mungkin ke sesama kepala dinas, ke mana pun itu dan kami memang meyakini (pasti ditindak). Kami tadi juga sudah sampaikan bahwa kita bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak," tegas Asep.
"Nah, selanjutnya kita tentu akan panggil, akan kita minta keterangan, apa dan bagaimana sehingga uang itu bisa sampai kepada yang bersangkutan. Ditunggu saja ya."
Bermula dari Keluhan Masyarakat: Proyek Lampu Pocong Jadi Pintu Masuk?
Kasus kongkalikong proyek jalan ini terendus berkat pengaduan masyarakat tentang buruknya infrastruktur di Sumut. Setelah melakukan pendalaman, KPK menemukan fakta mencurigakan berupa penarikan uang sekitar Rp 2 miliar oleh Akhirun dan Rayhan. Uang ini diduga akan dibagikan kepada beberapa pihak, termasuk Topan, Rasuli, dan Heliyanto, sebagai imbalan agar Akhirun dan Rayhan mendapatkan proyek pembangunan jalan.
Informasi ini kemudian membawa KPK pada penelusuran lebih mendalam, hingga akhirnya terkuak adanya dua klaster dalam kongkalikong proyek pembangunan jalan di Sumut:
-
Klaster Pertama (Dinas PUPR Sumut): Meliputi pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp 96 miliar dan pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar.
-
Klaster Kedua (Satker PJN Wilayah I Sumut): Mencakup preservasi jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun 2023 senilai Rp 56,5 miliar, proyek serupa untuk tahun 2024 senilai Rp 17,5 miliar, serta rehabilitasi dan pennganan longsoran di ruas jalan yang sama untuk tahun 2025.
Modus Operandi Terkuak, Survei Rahasia dan Pengaturan E-Katalog
Asep mengungkapkan, skema kongkalikong di Dinas PUPR Sumut mulai terkuak pada 22 April lalu.
Saat itu, Akhirun bersama Topan Ginting dan Rasuli Efendi melakukan survei offroad di daerah Desa Sipiongot untuk meninjau lokasi proyek.
Di momen itulah, Topan diduga memerintahkan Rasuli untuk menunjuk Akhirun sebagai rekanan untuk dua proyek besar senilai total Rp 157,8 miliar (pembangunan jalan Sipiongot-Batas Labusel dan Hutaimbaru-Sipiongot).
Tak lama berselang, Akhirun dihubungi Rasuli yang memberitahukan bahwa proyek Jalan Sipiongot-Batas Labusel akan segera tayang pada Juni 2025, dan memintanya memasukkan penawaran.
Akhirun kemudian menginstruksikan stafnya untuk berkoordinasi dengan Rasuli dan staf UPTD guna mengurus proses e-katalog.
"Selanjutnya KIR (Akhirun) bersama-sama RES (Rasuli) dan staf UPTD mengatur proses e-catalog sehingga PT DGN bisa menang proyek pembangunan jalan Sipiongot-Batas Labusel," ujar Asep.
Trik licik para tersangka terkuak, hanya satu proyek yang ditayangkan lebih dulu, sementara proyek lainnya sengaja diberi jeda seminggu.
"Proyek lainnya disarankan agar penayangan paketnya diberi jeda seminggu supaya tidak terlalu mencolok," kata Asep, mengungkap upaya menutupi 'kongkalikong' ini.
Untuk memuluskan rencana, Akhirun dan Rayhan memberikan uang kepada Rasuli melalui transfer rekening.
"Selain itu diduga terdapat penerimaan lainnya oleh TOP (Topan) dari KIR (Akhirun) dan RAY (Rayhan) melalui perantara," papar Asep.
Topan Ginting sendiri diduga akan menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari upayanya menentukan pemenang lelang, sekitar 4-5 persen dari nilai proyek Rp 231 miliar.
Uang ini, menurut Asep, akan diberikan bertahap seiring dengan termin pembayaran proyek.
Sementara itu, skema serupa terjadi di Satker PJN Wilayah I Sumut.
Heliyanto selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut juga mengatur proses e-katalog agar dua perusahaan milik Akhirun dan Rayhan terpilih.
Heliyanto telah menerima Rp 120 juta dari bapak-anak tersebut dalam kurun Maret hingga Juni 2025.
"Kegiatan tangkap tangan ini sebagai pintu masuk, dan KPK masih akan terus menelusuri dan mendalami terkait proyek atau pengadaan barang dan jasa lainnya," pungkas Asep.
(cr5/raf/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Polda Sumut Proses Kasus Pejabat Disdukcapil Batubara yang Digerebek di Hotel dengan Istri Orang |
|
|---|
| Pejabat Disdukcapil Batubara Digerebek Tanpa Busana di Hotel Bareng Honorer di Medan |
|
|---|
| Alexander Sinulingga yang Masuk Dalam Lingkaran Bobby Nasution Diperiksa, Ini Kata BKD Sumut |
|
|---|
| Kebakaran Pasar Tradisional Sidikalang, 45 Lapak Pedagang Pakaian Bekas dan Lainnya Hangus |
|
|---|
| Para Pihak Damai, Kejatisu Selesaikan Kasus Pencurian Brondolan Sawit Lewat Restoratif Justice |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/ilustrasi-Topan-Ginting-dan-senjata-Beretta.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.