Toba Pulp Lestari

Guru Besar IPB Beberkan Alasan Detail Toba Pulp Lestari Pro Konservasi Lingkungan Hidup

Pakaian dari serat kayu Eucalyptus lebih lembut dan lebih enak dipakai sehingga harganya lebih mahal dari pakaian yang dibuat dari benang (cotton)

Editor: Jefri Susetio
Istimewa
Guru Besar IPB University, Prof.Dr. Manuntun Parulian Hutagaol 

Pohon adalah penyerap yang baik akan GRK yang dilepas oleh industri yang membakar bahan bakar minyak (BBM) dan juga yang dihasilkan aktivitas manusia lainnya. Seperti sering dijelaskan dalam berbagai forum diskusi dan artikel ilmiah penglepasan GRK ke alam raya adalah penyebab pemanasan global dan perubahan iklim. 

Penebangan pohon-pohon akan menyebabkan menurunnya kapasitas hutan menyerap GRK tersebut di atas. Karena pohon adalah SDA yang dapat diperbarui, maka penebangannya tidak harus mengurangi kapasitasnya menyerap GRK asal diimbangi dengan penanaman kembali (replanting) yang sepadan. 

Prinsip inilah yang menjadi landasan pemanfaatan SDA terbarukan oleh perusahaan yang mengolah SDA terbarukan. Di Indonesia, pemerintah merumuskan dan menerapkan regulasi yang ketat pada pelaksanaan prinsip tersebut oleh perusahaan pengolah SDA terbarukan yang beroperasi di lahan konsesi yang diberikannya.   

Investasi yang ditanamkan pada suatu perusahaan pengolah SDA terbarukan untuk menghasilkan pulp/rayon adalah bersifat lumpy. Lumpy investment adalah aktivitas investasi yang mana sejumlah besar kapital ditanamkan sekaligus pada suatu waktu, tidak disebar sepanjang periode operasi perusahaan. 


Karaktakter investasi seperti ini membuat perusahaan harus beroperasi dalam skala produksi yang relatif besar dalam suatu periode waktu yang cukup panjang. Sebagai konsekuensinya, agar dapat memungut kembali (recover) investasinya beserta sejumlah profit yang ditargetkan, perusahaan tersebut harus mempunyai jaminan ketersediaan bahan baku yang cukup sepanjang periode economic life time perusahaan.

Economic life time dari suatu perusahaan pulp seukuran TPL sekitar 25-30 tahun. Artinya, selama periode yang cukup panjang ini perusahaan harus melakukan kegiatan penanaman dan pemanenan pohon Eucalyptus di areal lahan konsesinya secara berulang. 

Kegiatan ini akan mencakup lima sampai enam kali tanam/panen untuk menyelesaikan satu economic life time. Normalnya, perusahaan ingin operasi yang berkelanjutan dan juga berkembang sehingga perusahaan akan berusaha bertahan serta beroperasi terus di suatu lokasi secara berkelanjutan, tidak hanya satu periode economic life time saja. 

Harapan ini hanya mungkin terwujud bila kondisi lingkungan hidup di wilayah operasi kondusif untuk penanaman pohon Eucalyptus secara berkelanjutan. 

Bila lingkungan hidup rusak akan menghambat penanaman pohon Eucalyptus dan produktivitas kayunya rendah sehingga biaya produksi pulp akan menjadi lebih mahal. Sebagai akibatnya daya saing pulp yang dihasilkan akan menurun di pasar global di mana persaingan sangat ketat.

Sadar akan dampaknya pada kelayakan bisnisnya, mau tidak mau perusahaan harus kerja keras untuk mencegah kerusakan lingkungan hidup. Kerusakannya akan membuat perusahaan rugi dan tidak dapat melanjutkan bisnisnya. 

Selain faktor lumpiness, ada satu faktor lagi yang membuat perusahaan pulp seperti TPL harus pro-konservasi lingkungan dan SDA. Selain lumpy, karakter lainnya adalah investasi tersebut bersifat immobile.

Secara sederhana investasi yang immobile adalah investasi tidak mungkin dialihkan fungsinya untuk bisnis lain tanpa sunk cost (kerugian) yang sangat besar. 

Untuk memperjelas makna makna karakter immobility suatu investasi ilustrasi berikut mungkin berguna. Misalnya bisnis mall, yaitu gedung dimana beragam bisnis dilakukan oleh berbagai pengusaha dengan menyewa ruang usaha di dalam mall tersebut. 

Nilai investasinya relatif besar. Namun, misalkan setelah sepuluh tahun operasi di mana modal yang ditanam pemilik mall belum kembali, karena pandemi Covid-19, pengunjung mall tersebut merosot tajam. 

Sebagai akibatnya  penjualan para penyewa (tenants) merosot tajam dan usahanya merugi. Kerugian yang menumpuk membuat banyak dari mereka menutup usahanya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved