Berita Medan

Liburan Edukatif di Museum Negeri Sumut: Murah, Seru, dan Sarat Ilmu

Museum ini resmi dibuka pada 19 April 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Daoed Joesoef.

TRIBUN MEDAN/RISYA
SAHAN - Satu di antara koleksi unik di Museum Negeri Provinsi Sumatra Utara adalah Sahan, sebuah wadah upacara tradisional masyarakat Batak Toba yang terbuat dari tanduk kerbau dan diukir secara artistik dengan motif-motif khas. 

TRIBUN MEDAN.com, MEDAN - Di tengah hiruk-pikuk kota dan gemerlap tempat wisata modern, Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara hadir sebagai destinasi wisata sarat ilmu bagi masyarakat yang ingin berlibur sambil belajar.

Terletak di Jalan H.M. Joni No. 51, Kota Medan, museum ini menyimpan berbagai koleksi sejarah dan budaya dari seluruh penjuru Sumatra Utara, mulai dari peninggalan zaman purba hingga jejak perjuangan pahlawan daerah.

Museum ini resmi dibuka pada 19 April 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Daoed Joesoef.

Namun jauh sebelumnya, koleksi pertama sudah diletakkan oleh Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, pada tahun 1954, berupa sepasang makara yang merupakan simbol kekuatan dan pelindung dalam budaya Hindu-Buddha.

Staf Edukasi dan Bimbingan Museum Negeri Provinsi Sumatra Utara, Sri Hastuti Pasaribu (39) menjelaskan, terdapat lebih kurang 7.218 koleksi yang ada di museum ini. Namun, yang dipajang hanya sekitar 600 koleksi.

“Museum ini mempunyai lebih kurang 7.218 koleksi. Namun, ada beberapa yang tidak layak untuk dipajang. Jadi yang dipajang hanya sekitar 600-an koleksi,” jelas wanita yang akrab disapa Tuti ini.

Perjalanan wisatawan dimulai dari halaman luar museum yang menampilkan replika Candi Portibi dari Padang Lawas Utara.

Area ini tidak hanya menjadi spot foto yang menarik, tetapi juga edukatif. Tak jarang, berbagai kegiatan diadakan di area Candi Portibi ini.

Di sekitar replika, terdapat berbagai arca dari daerah-daerah di Sumatra Utara yang mencerminkan kekayaan budaya dan spiritual masyarakat masa lampau.

Menelusuri Jejak Sejarah dari Zaman Purba

Masuk ke dalam bangunan museum, pengunjung akan melewati ruang demi ruang yang masing-masing menyimpan cerita berbeda.

Di ruang manusia purba, pengunjung diajak memahami bagaimana manusia zaman dahulu hidup dan berpakaian. Terdapat replika alat batu, pakaian sederhana dari kulit kayu atau daun, serta penjelasan tentang kebiasaan dan pola makan manusia purba.

Berlanjut ke ruang sejarah pemerintahan, museum ini juga menyajikan informasi lengkap tentang para gubernur yang pernah menjabat di Sumatra Utara. Deretan foto-foto resmi lengkap dengan tahun masa jabatan menjadi saksi sejarah perkembangan kepemimpinan di provinsi ini.

Sementara itu, ruang sejarah perjuangan menjadi satu di antara ruang paling menggugah. Di sini, tersaji dokumentasi dan informasi para pahlawan asal Sumut yang turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Beberapa nama pahlawan seperti Djamin Ginting, Abdul Haris Nasution, Adam Malik, KH, Zainul Arifin Pohan dan yang lainnya turut tersaji di ruangan ini.

Semangat nasionalisme terasa kuat saat melihat seragam, surat-surat, hingga replika medan pertempuran.

Tak jauh dari sana, terdapat ruang persenjataan zaman perang. Koleksi ini menampilkan berbagai senjata tradisional seperti pedang dan tombak, hingga senjata api kuno yang digunakan oleh para pejuang.

Semua tersusun rapi dalam kaca pamer, dilengkapi keterangan yang memudahkan pengunjung memahami konteks penggunaannya.

Uniknya, museum ini juga memberi ruang pada sejarah pers di Sumut. Di sini pengunjung bisa melihat koleksi surat kabar lama, mesin ketik, serta alat cetak yang digunakan oleh jurnalis era awal kemerdekaan.

Bukti bahwa Sumatra Utara juga turut berperan besar dalam menyuarakan kemerdekaan lewat media.

Masuk ke bagian budaya, museum menghadirkan miniatur rumah adat dari berbagai suku di Sumatra Utara, seperti Batak Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, Nias, dan Melayu. Miniatur ini dibuat dengan detail tinggi, menjelaskan fungsi setiap bagian rumah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Di bagian lain ruangan, pengunjung dapat melihat pakaian adat dan atribut tarian tradisional. Kain ulos, baju kurung Melayu, pakaian adat Nias, hingga properti tarian Tor-Tor semuanya ditampilkan lengkap dengan penjelasannya. Ruangan ini memberikan gambaran visual kekayaan budaya Sumatra Utara yang begitu beragam.

Selain ruang pamer tetap, museum ini juga memiliki aula serbaguna yang kerap digunakan untuk pertemuan, rapat, maupun pameran budaya.

Di aula ini, terdapat sebuah koleksi unik yakni Pustaha Lakla, naskah kuno masyarakat Batak yang terbuat dari kulit kayu dan ditulis dengan aksara Batak.

Pustaha ini berisi ilmu pengobatan tradisional, ramalan, hingga mantra-mantra kuno, menjadi bukti bahwa nenek moyang masyarakat Sumut sudah memiliki pengetahuan tertulis sejak lama.

Tiket Terjangkau, Ilmu Melimpah

Museum Negeri Provinsi Sumatra Utara sangat terbuka untuk kunjungan pelajar, keluarga, dan wisatawan. Harga tiket masuk pun sangat terjangkau:

SD–SMP (rombongan > 20 orang): Rp 2.000 per orang
SMA (rombongan > 20 orang): Rp 3.000 per orang
Perorangan (umum): Rp 5.000
Wisatawan asing: Rp 30.000 per orang
Di akhir pertemuan, Tuti berharap Museum Negeri Provinsi Sumatra Utara dapat menjadi wadah informasi bagi masyarakat untuk mengenal budaya Sumatra Utara.

“Harapannya, museum ini dijadikan sebagai gudang informasi mengenai sejarah budaya yang ada di Sumatra Utara, sekaligus sebagai inspirasi bagi masyarakat, khususnya generasi muda. Di mana, para generasi muda itu harus tetap mengenal sejarah budaya yang ada di Sumut. Selain itu, museum juga bisa menjadi destinasi pariwisata,” pungkas Tuti.

(Cr34/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved