Sumut Terkini
Aliansi Gerak Tutup TPL Bakal Turun ke Jalan, Kantor Bupati dan DPRD Taput jadi Lokasi Pertama
Aksi tersebut merupakan langkah awal dari rangkaian panjang perjuangan masyarakat mendesak pemerintah tutup TPL.
Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, TARUTUNG - Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL bakal menggelar aksi ke Kantor Bupati dan DPRD Taput pada tanggal 27 Mei 2025.
Direktur KSPPM Parapat Rocky Pasaribu mengutarakan, aliasi yang merupakan gabungan masyarakat adat, petani, mahasiswa, dan elemen lainnya bakal demo perdana setelah munculnya seruan para pemimpin gereja di Sumut soal tutup TPL.
"Selasa, 27 Mei, masyarakat adat, petani, mahasiswa, dan elemen lainnya yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL akan melakukan aksi unjuk rasa ke Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Taput," ujar Direktur KSPPM Parapat Rocky Pasaribu, Minggu (25/5/2025).
"Aksi ini merupakan upaya untuk mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan rekomendasi penutupan terhadap perusahaan TPL," lanjutnya.
Ia sampaikan, aksi tersebut merupakan langkah awal dari rangkaian panjang perjuangan masyarakat mendesak pemerintah tutup TPL.
"Aksi pada hari Selasa ini merupakan awal dari rangkaian panjang perjuangan masyarakat untuk meminta pemerintah segera menutup TPL," tuturnya.
Sebelumnya, seorang aktivis lingkungan, tergabung dalam KSPPM Parapat, Delima Silalahi menanggapi seruan Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan soal tutup TPL.
Menurutnya, seruan terbuka pemimpin Gereja HKBP terkait tutup TPL sudah ditunggu banyak pihak.
"Seperti memecah kebekuan sikap gereja selama ini terhadap kehadiran perusahaan perusak lingkungan di Tano Batak tersebut," ujar Delima Silalahi, Jumat (9/5/2025).
"Sebagai gereja protestan terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, sikap HKBP menjadi penting dalam berbagai persoalan penting yang terjadi terhadap manusia dan lingkungan," terangnya.
Menurutnya, peran gereja tidak hanya memberitakan surga di atas mimbar, tapi bagaimana mewujudkan surga di dunia.
"Satu diantaranya adalah terus membangun relasi yang utuh antara manusia dengan sesamanya dan juga seluruh ciptaan Tuhan," lanjutnya.
"Kehadiran Indorayon yang sekarang menjadi TPL, sudah lama menjadi polemik di Tano Batak, namun gereja selama hampir dua puluh tahun terakhir seperti alpa bersuara secara institusi terhadap kehadiran perusahaan ini," sambungnya.
Ia sampaikan, HKBP selama ini terkesan bermain “aman” terhadap perusahaan milik Sukanto Tanoto tersebut.
"Walau ada penolakan-penolakan selama ini tidak bersifat institusional, namun lebih kepada individu," lanjutnya.
"Sehingga statement ini menggelinding dengan cepat dan memberi harapan baru bagi perbaikan Tano Batak ke depan tanpa keberadaan TPL," tuturnya.
Ia terangkan, gereja akhirnya menunjukkan keberpihakan yang nyata kepada kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan yang dirampas haknya.
"Gereja menyatakan 'perang' bagi siapapun yang merusak keutuhan ciptaan dalam hal ini memporak-porandakan Tano Batak," lanjutnya.
"Ompui Ephorus tentu sadar akan tantangan yang akan terjadi setelah statement terbuka ini menggelinding begitu cepat dan mendapat ragam komentar," lanjutnya.
"Tapi dukungan semua pihak dan kebersamaan masyarakat Batak dan masyarakat umum lainnya mewujudkan bumi sebagai rumah aman dan nyaman bagi kita semua akan menghalau tantangan tersebut," sambungnya.
Sebelumnya, Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan melalui akun media sosialnya meminta agar PT TPL ditutup. Ungkapan yang ia tuliskan memuat beberapa hal.
"Bapak/ibu pemilik dan pimpinan PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang terhormat. Perkenankan saya menyampaikan beberapa hal secara terbuka melalui media sosial ini sebagai bentuk keprihatinan dan tanggung jawab moral sebagai bagian dari masyarakat di Tano Batak dan Pimpinan Gereja HKBP," tulis Pendeta Victor Tinambunan, Rabu (7/5/2024).
Selanjutnya, ia utarakan beberapa poin soal PT TPL. Ia menilai relasi sosial antara TPL dengan masyarakat sekitar tidak terbangun.
"Pertama, saya secara pribadi, dan kemungkinan besar mayoritas masyarakat di Tanah Batak, tidak mengenal secara langsung siapa sesungguhnya pemilik maupun pimpinan utama PT TPL," tuturnya.
Baginya, hal tersebut merupakan suatu ironi yang mencolok, sebuah perusahaan berskala besar yang telah beroperasi selama puluhan tahun di atas tanah leluhur kami, tetapi relasi sosial dan komunikasi dasarnya dengan masyarakat sekitar tetap asing dan tidak terbangun.
"Dalam konteks etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan, serta norma adat yang kami hidupi, absennya relasi ini merupakan sebuah kegagalan struktural serta bentuk pengabaian etika hidup bersama di masyarakat," ungkapnya.
"Kedua, berdasarkan pemberitaan media dan berbagai laporan publik, kami mengetahui bahwa PT TPL telah memperoleh keuntungan finansial yang sangat besar, bernilai triliunan rupiah dari pemanfaatan sumber daya alam di wilayah Tano Batak," sambungnya.
"Ironisnya, akumulasi kapital tersebut tidak tampak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pendapatan masyarakat lokal. Ketimpangan ini menjadi cermin ketidakadilan distribusi manfaat ekonomi, dan menunjukkan adanya relasi yang eksploitatif," lanjutnya
Ketiga, ia menuturkan soal fakta menyakitkan setelah kehadiran PT TPL di Tano Batak.
"Ketiga, fakta yang paling menyakitkan adalah bahwa keberadaan PT TPL telah memicu berbagai bentuk krisis sosial dan ekologis: mulai dari rusaknya alam dan keseimbangan ekosistem, rentetan bencana ekologis (banjir bandang, tanah longsor, pencemaran air, tanah, dan udara, perubahan iklim), jatuhnya korban jiwa dan luka, hilangnya lahan pertanian produktif, rusaknya relasi sosial antarwarga, hingga akumulasi kemarahan yang tidak mendapat saluran demokratis karena ketakutan dan represi," sambungnya.
Baginya, ini bukan sekadar dampak insidental, tetapi sebuah jejak panjang dari konflik struktural yang tidak kunjung diselesaikan secara bermartabat.
"Melihat ironi kehidupan yang terjadi dalam kurun 30 tahun terakhir ini, dengan segala hormat dan tanggung jawab moral, saya menyerukan kepada bapak/ ibu pmilik dan Pimpinan PT TPL: tutup operasional perusahaan TPL sesegera mungkin," terangnya.
Menurutnya, penutupan ini bukanlah sekadar desakan emosional, melainkan langkah preventif menghindari krisis yang lebih parah di masa depan bagi masyarakat di Tano Batak, bagi Sumatera Utara, dan bahkan bagi keberlanjutan ekologis di tingkat global.
"Satu lagi, seluruh karyawan/ karyawati yang akan berhenti tolong diberi pesangon besar supaya mereka ada modal usaha," lanjutnya.
"Doa saya kiranya Tuhan Yang Mahakuasa melindungi bapak/ ibu dan memberikan bisnis yang sehat yang mensejahterakan bapak/ ibu serta masyarakat luas," pungkasnya.
(cr3/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Polda Sumut Proses Kasus Pejabat Disdukcapil Batubara yang Digerebek di Hotel dengan Istri Orang |
|
|---|
| Pejabat Disdukcapil Batubara Digerebek Tanpa Busana di Hotel Bareng Honorer di Medan |
|
|---|
| Alexander Sinulingga yang Masuk Dalam Lingkaran Bobby Nasution Diperiksa, Ini Kata BKD Sumut |
|
|---|
| Kebakaran Pasar Tradisional Sidikalang, 45 Lapak Pedagang Pakaian Bekas dan Lainnya Hangus |
|
|---|
| Para Pihak Damai, Kejatisu Selesaikan Kasus Pencurian Brondolan Sawit Lewat Restoratif Justice |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Peluncuran-buku-yang-menarasikan-perjuangan-masyarakat-adat-di-Tanah-Batak.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.