Berita Medan

Dari Rumahan ke Toko Kue Legendaris, Perjalanan 20 Tahun Wati Badar Membangun Mama Watts

Dengan tekad kuat, Waty memberanikan diri menjajakan kue buatannya dari rumah ke rumah, termasuk ke orang tua murid di sekolah anaknya.

Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
Dok. Mama Watts
Mama Watts- Salah satu produk kue di toko Mama Watts. Toko kue legendaris di Medan yang sudah berdiri sejak 20 tahun lalu. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Bermula dari keterpaksaan akibat krisis moneter, Desmawaty Badar atau yang akrab disapa Waty, justru menemukan passion-nya di dunia baking.

Kini, setelah 20 tahun berjuang, toko kuenya, Mama Watts, telah menjadi salah satu legenda kuliner di Medan dengan puluhan varian kue kering, cake modern, hingga jajanan pasar tradisional.

“Awal memulai usaha tentu banyak tantangan. Keberanian, untuk memulai. Dulu saya tidak punya banyak pengetahuan mengenai kue, jadi saya mulai dari makanan yang disukai anak-anak dirumah,” ungkapnya.

Dengan tekad kuat, Waty memberanikan diri menjajakan kue buatannya dari rumah ke rumah, termasuk ke orang tua murid di sekolah anaknya.

Meski sempat mendapat komplain, ia tak menyerah. "Justru pengalaman itu yang mengajarkan saya untuk terus memperbaiki rasa," ujarnya. 

Kini, Mama Watts telah memiliki lebih dari 30 jenis kue kering dan berbagai varian cake. Salah satu favorit pelanggan adalah Pandan Kelapa Muda, di mana Waty menghadirkan sentuhan modern pada rasa tradisional. "Saya idealis dalam hal rasa. Bahan alami dan cita rasa rumahan adalah ciri khas saya," tegasnya. 

Tak hanya itu, Waty juga membuka layanan custom order untuk pelanggan yang ingin memesan kue dengan ukuran atau rasa khusus. Prinsip utama yang dipegangnya selama 20 tahun adalah konsistensi.

"Kualitas harus selalu sama. Pelanggan setia kita berharga," ucap alumnus Perbanas Medan ini. 

Di luar bisnis, Waty aktif di berbagai organisasi dan komunitas. Baginya, membangun jejaring adalah kunci bertahan di dunia usaha. "Sekarang saya sering kolaborasi dengan anak muda untuk memahami tren, tapi tanpa meninggalkan identitas kami," katanya. 

Ia juga kerap menghidupkan nostalgia melalui jajanan pasar yang dijual di tokonya. "Kue-kue ini menggunakan pewarna alami, seperti pandan asli. Saya ingin orang merasakan kembali kenangan masa kecil mereka," tuturnya. 

Perjalanan 20 tahun tentu tidak mulus. Waty pernah jatuh, diremehkan, bahkan dipandang sebelah mata. Namun, ia bangkit dengan terus berinovasi, termasuk mempercantik kemasan untuk meningkatkan nilai jual. 

Tetapi Waty tidak pernah lelah berusaha, ia belajar memberikan tampilan dagangan yang lebih berkelas dan memberikan nilai jual lebih.

(cr26/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved