Ramadan 2025

Cerita Haritsah Mahasiswa asal Medan Puasa 16 Jam di Turki, Tahun Keempat Lebaran Jauh dari Keluarga

Bagi banyak mahasiswa internasional, Ramadan adalah bulan yang penuh tantangan, terutama karena mereka merayakannya jauh dari rumah dan keluarga.

DOK/HARITSAH MUJAHID
PUASA DI NEGERI ORANG: Haritsah Mujahid, mahasiswa Administrasi Bisnis Istanbul University saat berfoto di Amman, Yordania.Haritsah Mujahid, seorang mahasiswa asal Medan, Sumatera Utara, telah menjalani Ramadan dan Idulfitri di Turki selama empat tahun. 

Perbedaan ini menjadi pengalaman yang sangat unik bagi Haritsah, terutama karena ia berasal dari Indonesia yang memiliki durasi puasa yang relatif stabil sepanjang tahun.

Tantangan terbesar yang dihadapi Haritsah selama Ramadan di Turki adalah menyesuaikan diri dengan durasi puasa yang panjang, terutama di musim panas.

Selain itu, dengan padatnya jadwal kuliah dan tugas, ia harus pandai-pandai mengatur waktu agar ibadah, kuliah, dan tugas tetap berjalan lancar.

Mengatur waktu tidur yang terbatas juga menjadi masalah karena sahur yang sangat dini dan berbuka yang cukup larut. Namun, Haritsah berhasil mengatur semuanya dengan baik berkat manajemen waktu yang teratur.

Suasana Ramadan di Turki tidak seramai di Indonesia. Tidak ada tradisi ngabuburit atau penjual takjil di pinggir jalan. Saat berbuka, warga Turki lebih memilih makan kurma dan minum air, dilanjutkan dengan sup hangat sebelum menyantap hidangan utama.

Haritsah menyebutkan bahwa perbedaan budaya ini cukup terasa, namun ia tetap menghargai tradisi yang ada di Turki. Salah satu hal yang unik di Turki adalah tradisi membangunkan sahur dengan cara yang lebih manual.

Di beberapa daerah, orang-orang akan keliling kampung memukul gendang untuk membangunkan orang untuk sahur, yang menjadi tradisi turun-temurun yang masih dipertahankan hingga sekarang.

Meskipun suasana Ramadan di Turki lebih tenang, Haritsah merasa beruntung karena ia dapat terlibat dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh komunitas Muslim di sana.

Kegiatan buka puasa bersama yang diadakan oleh lembaga atau yayasan lokal memberi kesempatan untuk berkumpul dengan teman-teman dari berbagai negara dan mempererat tali persaudaraan.

"Meskipun di Turki suasana Ramadan terasa lebih individual, ada banyak ruang untuk tetap menjaga semangat ibadah," kata Haritsah.

Lebaran di Turki juga terasa berbeda. Salat Idulfitri di Turki lebih singkat dan tidak seramai di Indonesia. Tidak ada tradisi salam-salaman atau berkumpul dengan tetangga setelah salat.

Namun, Haritsah tetap merayakan Lebaran dengan cara yang sederhana namun penuh makna. Ia biasanya mengikuti Salat Eid di Hagia Sophia, kemudian merayakan dengan teman-teman Indonesia di rumahnya.

Meskipun jauh dari keluarga, acara tersebut membuatnya merasa lebih dekat dengan sesama teman-teman perantau.

Ia mengungkapkan bahwa Lebaran di luar negeri memang membuat rasa rindu kepaada keluarga semakin kuat, namun momen kebersamaan dengan teman-teman menjadi obat penawar.

Dengan pengalaman yang telah dijalaninya, Haritsah berharap bahwa Ramadan di perantauan dapat menjadi ruang refleksi dan penguatan diri.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved