Sumut Terkini
Dampak Cuaca Ekstrem, Desa Sumbul Tengah Kerap Alami 3 Jenis Bencana Alam, Petrasa Ajak Lakukan Ini
Hal itu didapatkan dalam pengumpulan opini masyarakat yang terkena dampak dalam kegiatan Pelatihan Penilaian Partisipatif Terhadap Resiko Iklim
Penulis: Alvi Syahrin Najib Suwitra | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.COM, TIGALINGGA - Non Governmental Organization (NGO) Petrasa Dairi mendapati 3 prioritas bahaya yang dialami masyarakat di Desa Sumbul Tengah dalam dampak cuaca ekstrem.
Hal itu didapatkan dalam pengumpulan opini masyarakat yang terkena dampak dalam kegiatan Pelatihan Penilaian Partisipatif Terhadap Resiko Iklim dan Bencana di Dusun Ujung Parira Desa Sumbul Tengah, Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi, Jumat (21/3/2025).
Menurut Sekretaris Eksekutif Petrasa Dairi, Lidia Naibaho ada 3 dampak prioritas yang dirasakan oleh masyarakat antara lain kekeringan, tanah longsor, dan angin kencang.
"Dalam 2 hari kami sudah mengumpulkan dan menurut masyarakat, ada 3 bahaya yang paling utama yakni kekeringan, tanah longsor, dan angin kencang, " ujar Lidia.
Setelah mengumpulkan permasalahan tersebut, Petrasa kemudian akan membentuk kelompok kerja (Pokja) untuk mengatasi permasalahan tersebut.
"Pokja ini terdiri dari masyarakat, bukan Petrasa. Karena Petrasa hanya akan mendampingi saja. Nah Pokja ini lah yang akan mempresentasikan semua hasil yang mereka dapat kepada dinas - dinas terkait. Mulai dari pemimpin daerah kita, Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanian, yang semuanya yang bersentuhan langsung dengan bencana alam ini, " terangnya.
Lidia pun menyebut, masyarakat mungkin tidak menyadari bahwa bencana itu sudah dirasakan, namun belum ada langkah - langkah yang akan dilakukan bersama pemerintah.
"Mungkin masyarakat sudah merasakan kekeringan, atau angin kencang. Namun masyarakat menganggap bahwa ini adalah masalah individu atau pribadi. Jadi kita harap bahwa permasalahan ini harus ditangani bersama - sama, " tegasnya.
Disisi lain, Lidia berharap ada peran dari pemerintah untuk memberikan pelatihan atau bantuan kepada masyarakat, yang sesuai dengan bencana alam.
"Misalnya kita enggak butuh pelatihan gempa bumi disini, karena bukan itu bahaya besarnya. Tapi masyarakat membutuhkan bantuan yang bisa dibutuhkan saat terjadi kekeringan, " tandasnya.
Sementara itu, menurut salah seorang warga, Lisbet Elisabeth Manalu mengatakan salah satu bencana yang sering terjadi adalah kekeringan dan tanah longsor.
"Yang paling berdampak itu adalah kekeringan, karena berdampak langsung kepada pertanian kami. Karena kami disini mayoritasnya adalah petani, " kata Lisbet.
Alhasil, para petani di Desa Sumbul Tengah mengalami penurunan produksi hasil pertanian. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhannya saja sudah tidak cukup.
"Karena mayoritas air kami berasal dari pegunungan. Jadi ketika terjadi kekeringan, maka itu akan sangat berdampak kepada pertanian kami, peternakan kami, bahkan kebutuhan kami sehari - hari, " jelasnya.
Mengantisipasi hal itu, masyarakat kemudian mengganti komoditi pertanian yang semula menanam padi, kini berubah menanam jagung.
Namun hasil pertanian karena dampak kekeringan itu membuat hasil panen menjadi tidak maksimal.
Terkait bencana longsor, masyarakat Desa Sumbul Tengah juga merasa khawatir. Desa yang dikelilingi oleh 2 aliran sungai ini menjadi was - was saat musim hujan tiba.
"Kalau dari sisi kanan, itu ada aliran sungai Lae Renun. Jadi kalau ini naik, maka kami bisa kebanjiran. Sementara disisi kiri, itu ada sungai kecil namun terjal. Jadi kami ini juga dikelilingi bencana longsor, " kata Lisbet.
Adapun pelajaran yang bisa diambil bersama Petrasa ini adalah pentingnya pohon. Lisbet mengaku, masih banyak masyarakat yang belum peduli.
"Kami akan berusaha menjaga pohon. Kami tidak akan leluasa menebang pohon. Karena ketika terjadi longsor, kami masih enggan untuk menanam kembali, " sebutnya.
Sementara itu, menurut Kepala Desa Sumbul Tengah, Sahma Diamasi Pasaribu menegaskan akan merespon potensi bencana dengan berbagai kebijakan desa.
"Tentu juga dengan anggaran apakah nanti akan membuat aturan Desa tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan di Desa sumbul tengah, kemudian melakukan sosialisasi dan juga diskusi diskusi terkait lingkungan, " kata Sahma.
Sahma pun mengaku bahwa pemahaman masyarakat tentang penyebab bencana alam masih minim. Maka dari itu, pihaknya berharap dengan kegiatan ini, pola perilaku masyarakat dalam kehidupan bisa berubah drastis.
"Mereka juga diberikan pemahaman bagaimana menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan dari potensi bencana Longsor, banjir, kekeringan dan angin kencang. Dengan perubahan perilaku perilaku yang salah selama ini, misalnya kalau dulu mereka membakar jerami sekarang mereka di minta untuk tidak membakar lagi tetapi menjadikan itu sebagai pupuk. Kemudian tidak membakar lahan, lalu menanam pohon di daerah rawan longsor, menjaga sumber air, tidak membuang sampah sembarangan,"
Dan yang paling penting kami mampu memetakan desa kami dari potensi bencana yang akan mengancam kami nantinya, " tutup Sahma.
(Cr7/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Mobil Pikap Aset Desa Alur Cempedak Pangkalan Susu Diduga Hilang, Warga: Tak Ada Tanggungjawab Kades |
|
|---|
| Kelola Sampah Jadi Energi, Gubsu Bobby Teken Kesepakatan dengan Wali Kota Medan & Bupati Deliserdang |
|
|---|
| Dinsos Tapteng Beri Bantuan Korban Kebakaran 3 Rumah Warga di Manduamas |
|
|---|
| Kepala Bapenda Deli Serdang David Efrata Tarigan Mengajukan Pengunduran Diri, Ini Alasannya |
|
|---|
| Pelaku Pembunuhnya Tertangkap, Ini Kronologi Penemuan Jenazah Warga Nias yang Dibunuh di Kabanjahe |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Petrasa-bersama-masyarakat-di-Desa-Sumbul-Tengah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.