Ramadan 2025
Mengenal Masjid Jamik Sultan Sinar, Masjid Tertua yang Ada di Deli Serdang
Masjid Jamik Sultan Sinar menjadi masjid paling tertua di wilayah Kabupaten Deli Serdang.
Penulis: Indra Gunawan | Editor: Randy P.F Hutagaol
"Kubahnya dulu semua ya papan, sekarang sampingnya itu sudah kita buat seng. Karena temakan usia ya diganti. Awalnya, dulu dindingnya ya sekitar 1,5 meter dan atasnya (atap) kosong. Oleh mendiang kakek saya dibuat kawat jaring tapi setiap sholat subuh selalu ada kepala tikus karena dibawa sama burung hantu," ucap OK Hasanuddin.
Supaya burung hantu tidak lagi masuk, ditambahkan lah saat itu kawat.
Seiring waktu, kawat pun kemudian lapuk dan barulah kemudian dibuat dindingnya batu bata sekitar tahun 1966 sampai 1967.
Untuk bagian lantai, dulu awalnya hanya lah tanah.
"Bawahnya ini ada infak dari Kesultanan Serdang sekitar tahun 2000. Kalau Pemerintah Tahun 1972 dari Golkar pun dulu ada, kalau nggak dibantu ya bisa ambruk sengnya. Karena kalau mengharapkan dari masyarakat, sulit. Dulu kan menanam padi hanya setahun sekali. Dari Pemerintah Kabupaten, beberapa kali dimasukkan proposal nggak pernah ada (kucuran dana)," kata OK Hasanuddin.
Masjid Jamik Sultan Sinar ini kini berdiri di antara penduduk yang beragama non Muslim.
Di Desa Serdang, dari 660 Kepala Keluarga yang ada hanya sekitar 179 KK di antaranya yang beragama Islam.
Penduduk beragama Islam itu berada di dusun IX dan X.
Khusus untuk yang dusun IX hanya ada 30 Kepala Keluarga.
Ini yang membuat paling banyak tiga shaf setiap harinya umat muslim sholat di masjid ini.
Hal ini lantaran khusus untuk warga dusun X sudah punya masjid sendiri.
Dari cerita OK Hasanuddin, asal muasal penduduk asli di wilayah ini adalah Banjar, Jawa dan Melayu.
Namun karena sering mengalami banjir di tahun 1938 sampai 1948 penduduk asli pun berpindahan ke Lubuk Pakam, Batang Kuis hingga Tembung, Medan dan Perbaungan.
Disebut kakeknya tidak berpindah saat itu karena punya rumah dengan bangunan tinggi, masih terhindar dari banjir.
"Jadi ke jalan tinggal pakai sampan saja. Kalau yang non Muslim masuk ke sini sekitar 1958. Saat itu asisten Wedana di Lubuk Pakam sempat meminta supaya penduduk asli kampung besar balik (kembali) tapi tidak ada yang mau karena sudah nyaman di tempat masing-masing," kata OK Hasanuddin, pria yang lahir tahun 1955 ini.
(dra/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Daftar Link Twibbon Idul Fitri 2025 Gratis, Cocok untuk Diunggah di Medsosmu |
|
|---|
| Menjelang Lebaran 2025, Mall di Medan Alami Peningkatan Pengunjung hingga 25 Persen |
|
|---|
| Sudah Akhir Ramadan 2025, Inilah Tanda-tanda Puasa Kita Diterima, Termasuk Menjadi Lebih Ikhlas |
|
|---|
| Bacaan Doa Akhir Ramadan 2025 dan 1 Syawal 1446 H, Semoga Ramadan Tahun Depan Dipertemukan Lagi |
|
|---|
| Jadwal Imsak dan Buka Puasa Hari Ini 29 Maret di Medan dan 10 Daerah Lainnya di Sumatera Utara |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Seorang-anak-membersihkan-teras-Masjid-Jamik-Sultan-Sinar.jpg)