Sumut Terkini

Ibadat Pelestarian Alam di Tapanuli Raya Dipimpin Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan Berlangsung

Ibadat pelestarian alam di Tapanuli Raya akan dipimpin Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan di Gereja HKBP Lumbanjulu, Sabtu (1/3/2025).

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/MAURITS PARDOSI
PELESTARIAN ALAM - Pendeta Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan menuju lokasi ibadat di HKBP Lumbanjulu, Sabtu (1/3/2025). Ibadat pelestarian alam di Tapanuli Raya akan dipimpin Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan di Gereja HKBP Lumbanjulu, Sabtu (1/3/2025). Bersama Ephorus HKBP, sejumlah pendeta juga ambil bagian dalam ibadat ini. 

TRIBUN-MEDAN.com, BALIGE - Ibadat pelestarian alam di Tapanuli Raya akan dipimpin Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan di Gereja HKBP Lumbanjulu, Sabtu (1/3/2025).

Bersama Ephorus HKBP, sejumlah pendeta juga ambil bagian dalam ibadat ini. 

Terlihat sejumlah aktivis lingkungan hidup, misalnya Sebastian Hutabarat, Togu Simorangkir, dan beberapa tokoh lainnya. Termasuk juga pihak Komnas HAM yang diwakili oleh Saurlin Siagian, akademisi dan masyarakat adat yang mengalami dugaan kriminalisasi pihak TPL. 

Seorang Pendeta HKBP dan juga dikenal kerap menyuarakan pelestarian lingkungan hidup, Pendeta Jurito Sirait bakal gandeng rohaniawan lainnya mengadakan doa bersama. 

Muatan ibadat tersebut menyoal bagaimana penderitaan masyarakat di Tapanuli Utara akibat kehadiran perusak lingkungan. Direncanakan, ibadat tersebut akan diselenggarakan pada tanggal 1 Maret 2025. 

Ia membagikan pengalamannya soal kehadiran sejumlah perusahaan besar di Tapanuli Raya ini yang disebutnya sebagai perusak lingkungan. 

Selain merusak lingkungan, sejumlah peristiwa konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan bubur kayu tersebut pun sudah terjadi. Teranyar, masyarakat adat di Nagasaribu di Tapanuli Utara berkonflik dengan PT TPL. 

"Kita prihatin dengan kondisi alam di Tapanuli Raya ini. Leluasa sekali perusahaan lingkungan, baik itu TPL, perusahaan KJA mengelola sumber daya alam tanpa ada batasan yang jelas," ujar Pendeta Jurito Sirait, Minggu (23/2/2025). 

Dengan menelisik apa yang terjadi di tengah masyarakat, tapal batas lahan konsesi perusahaan belum jelas. Hal inilah yang memicu konflik antara masyarakat dan perusahaan. Saling klaim lahan pun terjadi. 

"Kerusakan alam sudah jelas dan nyata ada. Sejak dulu, konsesi TPL sejak dulu tidak jelas soal luasan dan lokasi. Ini nyata pembiaran pemerintah. Bahkan, bisa kita sebuat adanya dugaan persekongkolan antara pemerintah dan pengusaha," lanjutnya.

Masyarakat adat yang telah berdiam di kampungnya merasa terintimidasi. Menurutnya, kehadiran perusahaan yang didugai merusak lingkungan mengubah tatanan masyarakat dan menjadi ancaman.

"Korbannya adalah masyarakat, yakni masyarakat adat yang sudah mendiami lokasi tersebut ratusan tahun. Masyarakat sendiri terintimidasi saat mengelola lahan, tempat mereka mencari nafkah. Sejak kedatangan TPL, tatanan dan kehidupan masyarakat adat berubah," 

"Ruang gerak masyarakat adat dibatasi oleh adanya HGU, HPH dan yang lain. Jadi, hal ini benar-benar tidak manusiawi," sambungnya.

Selain itu, isu pemanasan global (global warming) nyata terjadi. Sejauh amatannya, sejumlah kawasan yang dulunya masih dingin kini sudah berubah menjadi panas akibat perambahan hutan secara besar-besaran dan diganti dengan kayu produksi.

"Nyata, kita alami bagaimana perubahan iklim. Pemanasan global. Sejumlah kawasan yang dulunya masih dingin, kini sebagian menggunakan AC di ruangan," terangnya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved