Berita Medan

Wacana THR untuk Mitra Platform Digital, Ini Kata Modantara

Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) memahami semangat gotong royong dalam mendukung Mitra

Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
ilustrasi/juuzou
Ilustrasi. Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) memahami semangat gotong royong dalam mendukung Mitra di Hari Raya 

TRIBUN-MEDAN.com,MEDAN- Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) memahami semangat gotong royong dalam mendukung Mitra di Hari Raya serta menghargai perhatian pemerintah terhadap Mitra platform digital.

Direktur Eksekutif Mondatara, Agung Yudha, mengatakan,  Modantara menegaskan keberatannya jika regulasi dibuat tidak berimbang dan hanya mementingkan satu pihak saja.

"Kami siap berdiskusi lebih lanjut dengan pemerintah serta para pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan regulasi yang diterapkan mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang, tidak hanya bagi platform digital (aplikator) dan Mitra, tetapi juga bagi seluruh ekosistem industri ini," katanya.

Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies, Yose Rizal Damuri (Naskah Kebijakan, Tenggara Strategics, 2023), menegaskan bahwa perusahaan platform (aplikator) bukan berkedudukan sebagai pemberi kerja, tetapi hanya memfasilitasi pertemuan antara yang membutuhkan jasa dan yang menyediakan jasa.

Namun, terdapat persepsi yang keliru bahwa perusahaan platform menyediakan lapangan pekerjaan sehingga secara tidak langsung menimbulkan citra seolah-olah mereka adalah pemberi kerja.

Namun, perlu diingat jika kebijakan yang diatur tidak berimbang maka berpotensi menimbulkan dampak ekonomi serius bagi industri berkembang yang memiliki ekosistem bisnis yang unik, dibandingkan sektor konvensional.

Dalam praktiknya, pelaku industri on-demand masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengusahakan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

Saat ini, sektor platform digital (aplikator) telah memberikan akses bagi jutaan individu untuk memperoleh penghasilan alternatif dengan fleksibilitas tinggi, sebuah karakteristik utama yang menjadi daya tarik industri ini.

Berdasarkan data ITB (2023), model kerja fleksibel ini bahkan telah berkontribusi pada 2 persen dari PDB Indonesia pada tahun 2022.

Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diterbitkan tidak justru menghambat pertumbuhan atau bahkan membatasi manfaat yang telah diberikan kepada para Mitra.

Selain itu, berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS, Indonesia memiliki 84,2 juta pekerja informal, dengan 41,6 juta di antaranya sebagai pekerja gig. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,8 juta atau 4,6 persen bekerja di layanan ride-hailing seperti ojek dan taksi online.

Artinya, regulasi yang kurang tepat pasti dapat berdampak pada jutaan individu yang menggantungkan hidupnya pada industri ini.

Sebagai informasi, selama ini pelaku industri on-demand di Indonesia telah menjalankan berbagai inisiatif, antara lain bantuan modal usaha, beasiswa pendidikan bagi anak Mitra, serta pemberian paket bahan pokok dan perawatan kendaraan dengan harga khusus, sebagai bagian dari upaya untuk menjaga pendapatan Mitra.

Diberlakukannya kebijakan baru terkait Bantuan Hari Raya (BHR) ini berpotensi membuat pelaku industri harus melakukan berbagai penyesuaian bisnis yang dapat berdampak pada pengurangan program kesejahteraan jangka panjang yang selama ini telah diberikan untuk Mitra.

Prinsip dasar hubungan “Kemitraan” adalah memberikan kebebasan pada Mitra untuk berusaha termasuk antara lain menentukan jam bekerja mereka, jenis pekerjaan, serta apakah pekerjaannya merupakan pekerjaan lepas atau pekerjaan tetap.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved