Berita Samosir

PENJELASAN Kades dan Camat Usai Viral Rumah Terisolasi Gegara Sengketa Tanah Warisan di Samosir

Pj Kepala Desa Unjur dan Camat Simanindo menuturkan, upaya mediasi sudah pernah dilakukan pada tahun 2019 dan 2024, namun tak membuahkan hasil.

Penulis: Arjuna Bakkara | Editor: Juang Naibaho
HO/SINTA SIHOTANG
RUMAH TERISOLASI - Darma Ambarita menggendong anaknya yang hendak berangkat ke sekolah, melewati parit buatan yang mengelililingi rumahnya di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Rumah yang ditempati keluarga Darma Ambarita kini terisolasi buntut sengketa warisan tanah. 

Suara keras yang menjadi momok bagi kedua anaknya adalah suara alat berat ekskavator saat pembuatan parit tersebut pada 6 Januari silam.

Disampaikan Rentina, rumah mereka yang sebelumnya aman dan nyaman, kini bagaikan sebuah pulau kecil. Terkurung parit. Anak-anaknya tak lagi bebas bermain di sekitar halaman rumah lantaran parit tersebut cukup dalam.

Darma dan Trapolo Ambarita sejatinya masih ada hubungan kekerabatan dari garis keturunan ayah mereka, sesama marga Ambarita. Ayah TA pun semasa hidup tinggal di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, berdampingan dengan ayah Darma.

Menurut Darma, rumah yang diwariskan orang tuanya itu dibangun sejak 1982. Setelah orangtuanya meninggal, Trapolo Ambarita datang sekitar tahun 2019 silam dan mengklaim bahwa tanah yang mereka tempati miliknya.

Pada 6 Januari 2025, Trapolo Ambarita datang sambil membawa alat berat lalu menggali sekeliling rumah Darma.

Anggota DPR RI Kunjungi Rumah Darma

Sengketa lahan yang dialami Darma Ambarita ini turut menarik perhatian anggota DPR RI Rapidin Simbolon. Ketua PDI Perjuangan Sumut itu menyambangi kediaman keluarga Darma di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo, Rabu (29/1/2025) sore.

Rapidin yang saat ini duduk di Komisi III yang membidangi Hukum dan HAM, merasa prihatin atas peristiwa getir yang dialami Darma dan keluarganya. Rapidin mengaku dapat informasi awal tentang persoalan keluarga Darma dari media sosial.

“Saya sudah melihat video kejadian ini, membaca laporan, dan mendengar sendiri cerita keluarga. Saya benar-benar miris,” ujar Rapidin.

"Bayangkan, setiap hari anak-anak ini harus diangkat oleh ayahnya hanya untuk bisa pergi ke sekolah. Parit ini bukan sekadar galian tanah, ini ancaman nyawa bagi mereka," imbuhnya.

Mata Rapidin sempat terlihat berkaca-kaca saat coba mengobrol dengan kedua anak Darma. "Yang sabar, ya, Nak. Kita nanti akan perjuangkan," ujar Rapidin mencoba menenangkan.

Kedua bocah yang mengalami trauma itu, sempat merasa takut dan terus memeluk erat ibunya. Kepada Rapidin, Darma Ambarita menceritakan, anak-anaknya masih merasa trauma karena melihat langsung sejumlah orang dengan alat berat menggali tanah di sekitar rumah mereka.

Rasa trauma itu pula yang membuat kedua bocah itu kerap menghindar dari orang-orang asing. Mereka juga tak berani keluar rumah, bahkan untuk bermain seperti biasa.

"Saat itu saya menyuruh mereka masuk ke rumah, karena saya takut mereka kenapa-napa. Tapi trauma itu masih ada,” kata Darma.

Momen yang paling menyayat hati bagi Darma dan istrinya, adalah saat Yosefin bilang ingin mengirim video pengerukan tanah itu ke sepupunya melalui WhatsApp. "Dia bilang ke saya, ‘Video ini untuk dikirim ke abang sepupu, supaya tahu kalau datang ke rumah saya, dia tidak bisa lagi masuk’," ucap Darma.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved