Sumut Terkini

AMAN Tano Batak Bakal Luncurkan Buku Sebuah Refleksi Perjalanan

Disebutkan, kegiatan ini sekaligus menjadi momentum peluncuran Catatan Akhir Tahun (Catahu).

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
Humas AMAN Tano Batak
Peluncuran buku yang menarasikan perjuangan masyarakat adat di Tanah Batak. Buku ini berisi refleksi perjalanan masyarakat adat di kawasan Danau Toba. 

TRIBUN-MEDAN.com, BALIGE - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak bersama organisasi masyarakat sipil lainnya menggelar acara refleksi perjalanan Masyarakat Adat Tano Batak sepanjang tahun 2024.

Acara ini berlangsung di Pondok Kreatif di Parapat, Kabupaten  Simalungun.

Disebutkan, kegiatan ini sekaligus menjadi momentum peluncuran Catatan Akhir Tahun (Catahu).

Dalam buku tersebut termaktub dokumentasi soal tantangan, perjuangan, dan keberhasilan Masyarakat Adat selama satu tahun terakhir.

Acara ini juga dimeriahkan dengan penampilan seni oleh komunitas adat, termasuk Sekolah Adat Sihaporas, Sanggar Nabasa, dan Mitudo, yang membawa pesan pelestarian budaya dan alam sebagai warisan tak ternilai.

Kegiatan diawali dengan diskusi refleksi yang menghadirkan para narasumber, yaitu: Jhontoni Tarihoran (Ketua AMAN Tano Batak), Delima Silalahi (Direktur KSPPM) Tomson Hutasoit (Budayawan) Juni Aritonang (Direktur BAKUMSU) Sorbatua Siallagan (Perwakilan Komunitas Adat).

Diskusi itu dimoderatori oleh Leni Rio Rita Sirait dengan mengangkat berbagai isu mendesak, seperti kriminalisasi Masyarakat Adat, ancaman proyek strategis nasional, hingga perjuangan mempertahankan identitas budaya di tengah tekanan ekonomi dan modernisasi.

Jhontoni Tarihoran menyoroti meningkatnya kasus kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat. Ia mencontohkan penangkapan paksa di Sihaporas pada tahun 2024 yang dilakukan tanpa prosedur hukum, termasuk kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.

Ia juga mengingatkan kembali kasus Sorbatua Siallagan, yang sempat divonis bersalah namun akhirnya dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Medan.

"Masyarakat Adat mempertahankan hak atas tanah adat, tetapi justru dikriminalisasi. Negara belum menunjukkan keberpihakannya kepada Masyarakat Adat," ujar Jhontoni Tarihoran, Selasa (28/1/2025).

Delima Silalahi menambahkan bahwa ancaman terhadap Masyarakat Adat kini tidak hanya datang dari PT Toba Pulp Lestari (TPL), tetapi juga dari proyek strategis nasional, seperti pariwisata internasional dan food estate.

“Proyek ini sering kali merampas tanah adat dan membawa dampak buruk terhadap komunitas adat,” ungkap Delima Silalahi.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya solidaritas yang semakin menguat di berbagai kalangan.

“Kekuatan Masyarakat Adat adalah semangat kolektif dan dukungan dari jaringan lembaga yang peduli terhadap keadilan,” tambahnya.

Juni Aritonang dari BAKUMSU mengingatkan bahwa mandeknya pengesahan RUU Masyarakat Adat selama 14 tahun di DPR RI menjadi akar dari konflik-konflik agraria yang terus terjadi di Tano Batak.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved