Sumut Terkini

Pengamat Politik USU Mujahid Respon Putusan MK Soal Presidential Treshold, Singgung Kartelisasi

Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia ini memberi nilai positif keputusan MK untuk perkembangan demokrasi di Indonesia.

Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Ayu Prasandi
HO
Pengamat politik sekaligus Dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Mujahid Widian 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Pengamat politik sekaligus Dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Mujahid Widian memberi respon positif atas putusan Mahkamah Konstitusi terkait presidential treshold.

Yakni, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia ini memberi nilai positif keputusan MK untuk perkembangan demokrasi di Indonesia.

Dia menilai ada upaya perbaikan sistem demokrasi di Indonesia 

"Berkaca dari menguatnya 'kartelisasi' di Pilpres maupun Pilkada akhir-akhir ini, putusan MK tentang presidential treshold ini harus diapresiasi sebagai upaya perbaikan demokrasi di Indonesia," katanya kepada Tribun Medan, Kamis (2/1/2025). 


"Putusan MK ini memungkinkan kompetisi yang lebih sehat di antara partai politik, karena dapat bebas mengusung kandidat yang memiliki gagasan, program, maupun visi sesuai dengan ideologi yang diusung partai tersebut," ungkapnya.


Sebelumnya, Dilansir dari Tribunnews.com.com putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 


"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).


MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.


"Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo dilansir dari Tribunnews.com.

(Dyk/Tribun-Medan.com) 

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved