Breaking News

Berita Viral

SOSOK Yuanas, Pria Asal Madura Luluhkan Hati Wanita Jepang,Sukses Jadi Petani Kelola Lahan 35 Hektar

Inilah sosok Yuanas atau Cak Annas (43), warga Lumajang keturunan Madura yang sukses jadi petani dan kelola lahan 35 hektare.

Editor: Liska Rahayu
Istimewa/Dokumentasi pribadi
Pasutri Yuanas (43), warga Lumajang keturunan Madura dan Ichisawa Chikako (42), warga Prefektur Ibaraki, Kota Mito, Jepang mengawali pertemuan di Bali pada tahun 2005. Kini mereka sukses sebagai petani di Jepang dan dikarunia empat orang anak. 

“Satu kali panen. Mei (masa tanam), Juni, Juli, Agustus, dan September sudah panen, Bulan Mei musim semi, peralihan dari musim dingin ke musim panas,” pungkas Chikako mengakhiri obrolan dengan Tribun Jatim Network.  

Pada awal keberadaannya di kampung halaman Chikako, Cak Annas yang hanya bermodal ijazah SD harus berpikir keras untuk memperoleh biaya hidup di Jepang. Apalagi di tahun 2011, kondisi Jepang luluh lantak akibat terjangan badai tsunami.

Cak Annas mengungkapkan, awalnya ia hanya mengurus visa selama tiga bulan karena memang tidak ada niatan untuk menetap di Jepang. Sebagai suami, dirinya merasa mampu untuk membiayai hidup Chikako dengan mengais rezeki di Indonesia.

Namun karena menikahi warga Jepang, pemerintah Negeri Matahari Terbit memperpanjang visanya hingga satu tahun. Kebijakan itu juga didasarkan atas kondisi Jepang yang mengalami banyak kerusakan pada infrastruktur jalan termasuk gedung-gedung bertingkat akibat tsunami.

“Tinggal satu tahun di Jepang, saya kerja serabutan. Termasuk membersihkan puing-puing bangunan dan mencari rongsokan untuk menghasilkan uang,” ungkap Cak Annas.

Beberapa bulan kemudian, Cak Annas dihadapkan pada situasi pelik. Chikako mengandung anak pertama, Sakura Asmaul Husna dan izin tinggalnya menyisakan satu bulan.

Alhamdulillah, harapan anak pertama kami lahir di Jepang, dikabulkan pemerintah. Saya diberi tambahan izin tinggal selama tiga tahun,” kenang Cak Annas.

Kesempatan itu kemudian menjadi momen Cak Annas untuk berupaya memperbaiki derajat ekonomi keluarganya. Ia melamar pekerjaan di salah satu perusahaan besar di Jepang, Kubota yang memproduksi peralatan pertanian seperti traktor.

“Saat melamar pekerjaan, saya disuguhi mesin kendaraan traktor rusak pada bagian water pump untuk diperbaiki. Saya juga tidak tahu seperti apa wujudnya water pump, saya juga tidak bisa baca huruf Kanji. Alhamdulillah saya bisa perbaiki atas bantuan karyawan senior dan diterima sebagai mekanik di perusahaan raksasa itu,” jelasnya.  

Tiga tahun berselang, Cak Annas sering kali mendengarkan keluh kesah para petani berusia senja di lingkungan tempat tinggalnya.

Permasalahannya hampir sama dengan sebagian besar para petani di Indonesia, yakni tentang minimnya minat generasi muda untuk terjun mengolah lahan pertanian.

“Generasi muda di Jepang tidak mau bertani karena doktrinnya sama seperti di Indonesia, yakni capek, kotor, dan tidak menguntungkan. Dari tiga doktrin itu saya belajar, saya berpikir kalau seandainya ada 10 orang petani masing-masing mempunyai lahan 1 hektar dan semuanya berhenti karena  tidak ada generasi penerusnya, otomatis akan ada lahan seluas 10 hektar terbengkalai,” paparnya.

Saat itu lah, Cak Annas bertekad untuk menjadi petani yang kesebelas dan di tahap awal menggarap lahan seluas 10 hektar hanya bersama Chikako.

Hingga pada akhirnya, mereka dipercaya untuk mengelola lahan pertanian dengan dukungan teknologi pertanian modern, salah satunya mesin penyemai bibit padi.

“Apapun yang saya kerjakan, isteri selalu mendukung, asalkan anak-anak tidak kelaparan. Tetapi bapak mertua sempat kurang setuju, beliau alhamdulilah termasuk orang berpengaruh, yakni Ketua Ikatan Dokter Hewan yang mencakup 5 provinsi,” katanya.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved