Berita Viral

DULU DPR Sahkan RUU HPP Tentang Tarif PPN Naik 12 Persen Tahun 2025, Kini Ada Koar-koar Menolak

Komisi XI DPR RI menyetujui rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen di tahun 2025 

|
Editor: AbdiTumanggor
setkab
Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan telah menyetujui kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di tahun 2025. (Setkab) 

"Kita harus memahami kondisi rakyat, jangan sampai dengan kenaikan PPN ini malah membuat perekonomian rakyat semakin sulit,”pungkasnya.

Kata Puan, Pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah untuk menghadapi berbagai tantangan yang akan timbul akibat kenaikan PPN 12 persen.

Puan juga mendukung rencana pemerintah menerapkan paket stimulus ekonomi untuk menjaga daya beli masyarakat dan mencegah lonjakan harga yang tidak terkendali.

Namun, ia mengingatkan pentingnya stimulus juga diberikan pada sektor-sektor industri kerakyatan seperti UMKM dan industri padat karya seperti sektor tekstil, mainan anak, furnitur, hingga makanan-minuman.

Bisa Ditunda Pemerintah

Terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit menyebut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di 2025 bisa ditunda tanpa perlu mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Kata dia, penundaan kenaikan PPN 12 persen itu bisa dilakukan pemerintah jika mau.

"Oh iya, undang-undang pajaknya nggak perlu diubah karena di undang-undang itu sudah memberikan amanat ke pemerintah. Kalau mau turunin tarif boleh, tapi minta persetujuan DPR," kata Dolfie kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta.

Meski begitu, di dalamnya tertulis bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5 persen dan maksimal 15 persen melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan dengan DPR.

"Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen," bunyi Pasal 7 ayat 3 UU PPN.

Kata Dolfie, bahwa Komisi XI sudah pernah mempertanyakan rencana implementasi PPN 12 persen ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat masih periode pemerintahan sebelumnya. Saat itu pandangannya menyebut keputusan PPN menunggu arahan dari Presiden Prabowo Subianto.

"Kita sudah pernah nanya waktu pembahasan APBN 2025, kita sudah tanya pemerintah apakah tarif PPN 12 persen ini tetap atau mau diturunkan dengan melihat kondisi ekonomi? Dijawab pada saat itu oleh pemerintah 'kita menunggu arahan dari presiden baru'. Nah mungkin sampai saat ini belum ada arahan terbaru dari presiden terkait itu," ucap Dolfie.

Petisi Penolakan PPN 12 Persen

Petisi penolakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di situs change.org sudah ditandatangi lebih dari 90 ribu orang.

Berdasarkan pantauan Kompas.tv, Kamis (19/12/2024) hingga pukul 08.28, petisi bertajuk "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!" itu sudah ditandatangani 94.540 orang.

Petisi yang dibuat oleh akun Bareng Warga pada 19 November 2024 itu ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto agar Pemerintah segera membatalkan PPN 12 persen pada 1 Januari 2025. 

Dikutip dari laman change.org, akun tersebut memberikan beberapa alasan mengapa PPN 12 persen sebaiknya dibatalkan. Salah satunya, kenaikan PPN bakal semakin menyulitkan hidup masyarakat karena harga berbagai kebutuhan akan naik.

Ditambah lagi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, pengangguran terbuka masih sekitar 4,91 juta orang. Kemudian, dari 144,64 juta orang yang bekerja, sebagian besar atau 57,94 persen bekerja di sektor informal.

Selanjutnya, masih berdasarkan data BPS per Bulan Agustus, sejak tahun 2020 rata-rata upah pekerja semakin mepet dengan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP). Meskipun, trennya sempat naik di tahun 2022, tetapi kembali menurun di tahun 2023.

Kemudian, berdasarkan perhitungan BPS tahun 2022, dibutuhkan uang sekitar 14 juta rupiah setiap bulannya untuk hidup di Jakarta. Padahal, UMP Jakarta di tahun 2024 saja hanya 5,06 juta rupiah. Oleh karena itu, kenaikan PPN dinilai bisa menambah beban masyarakat di tengah daya beli yang menurun sejak bulan Mei 2024.

"Atas dasar itu, rasa-rasanya Pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP. Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana,” demikian tertulis dalam petisi tersebut.

Dikenakan pada Barang-barang Mewah

Sementara, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada tahun 2025 hanya untuk komoditas selektif.

Hal itu ditegaskannya usai menemui Presiden RI Prabowo Subianto dalam rangka membahas polemik kenaikan PPN tersebut.

Sufmi Dasco Ahmad mengatakan penerapan PPN 12 persen di 2025 secara selektif yang dimaksud ialah PPN hanya diterapkan untuk komoditas, baik yang berasal dari dalam negeri maupun komoditas impor yang terkategori barang mewah.

“Untuk PPN 12 persen akan dikenakan hanya pada barang-barang mewah, jadi (penerapannya) secara selektif,” kata Sufmi Dasco saat memberikan pernyataan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, (5/12/2024).

Pertemuan secara khusus dilakukan bersama Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, moneter, dan sektor jasa keuangan itu menghasilkan keputusan bahwa penerapan PPN 12 persen akan berjalan sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku yakni 1 Januari 2025.

Politisi Fraksi Partai Gerindra ini juga menjelaskan barang-barang mewah yang dimaksud merupakan komoditas seperti apartemen mewah, rumah mewah, hingga mobil mewah.

Barang-barang mewah yang dimaksud merupakan komoditas seperti apartemen mewah, rumah mewah, hingga mobil mewah.

Dalam momen pemberian pernyataan pers itu, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun memastikan bahwa mekanisme penerapan PPN 12 persen itu tidak akan menyasar komoditas yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pokok masyarakat.

“Pemerintah hanya memberikan beban ke konsumen pembeli barang mewah. Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku,” kata Misbakhun.

Selain kebutuhan pokok, Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga menyebutkan bahwa layanan kesehatan, layanan pendidikan, dan layanan pemerintah bagi masyarakat juga tidak akan dikenakan tarif PPN 12 persen pada tahun depan. “Masyarakat tetap mengikuti ketentuan pembayaran PPN 11 persen yang saat ini berlaku sejak 1 April 2022,” jelasnya.

Ketua Komisi XI DPR RI itu meminta masyarakat tidak perlu khawatir terhadap penerapan PPN 12 persen akan berdampak pada kebutuhan sehari-hari, karena hanya golongan masyarakat pembeli barang mewah yang dikenakan pajak tersebut.

“Masyarakat tidak perlu khawatir karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, kemudian jasa perbankan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum dan jasa pemerintahan tidak dikenakan PPN. Itu yang bisa kami sampaikan dengan Bapak Presiden,”pungkas Misbakhun.

(*/Tribun-medan.com/Kompas.com/Tribunnews.com)

Sumber: Tribun Medan
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved