Sumut Terkini

Bahas Perlindungan Hukum bagi Buruh Perkebunan Sawit, DPRD Sumut Diminta Siapkan Ranperda Khusus

DPRD Provinsi Sumatra Utara diminta untuk mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) khusus yang mengatur perlindungan terhadap buruh sawit.

TRIBUN MEDAN/RECHTIN HANI RITONGA
Acara konsultasi publik mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Perlindungan Buruh Perkebunan Sawit dengan tema “Sebuah Kebijakan Hukum Melindungi Buruh Perkebunan Sawit,” di Hotel Grand Kanaya Medan, Jumat (26/7/2024). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - DPRD Provinsi Sumatra Utara diminta untuk mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) khusus yang mengatur perlindungan terhadap buruh perkebunan sawit.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (DPP SERBUNDO), Herwin Nasution mengatakan, lembaga legislatif dan pemerintah seharusnya mencari solusi alternatif dalam upaya pembuatan kebijakan perlindungan buruh perkebunan sawit di Sumatera Utara.

"Mengingat banyak sekali kerentanan yang dialami buruh perkebunan sawit, kami merasa sangat perlu adanya Peraturan Daerah (Perda) yang fokus melindungi hak-hak buruh sawit," ujar Herwin dalam acara konsultasi publik mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Perlindungan Buruh Perkebunan Sawit dengan tema “Sebuah Kebijakan Hukum Melindungi Buruh Perkebunan Sawit,” di Hotel Grand Kanaya Medan, Jumat (26/7/2024).

Berdasarkan data dari situs Infosawit.com, Industri perkebunan sawit di Indonesia telah menjadi salah satu pilar penting dalam menyumbang devisa negara sebesar 33,72 persen.

Pemprov Sumut mencatat, perkebunan sawit di Sumatera Utara juga menyumbang pendapatan daerah sebesar 43 persen.

Luas perkebunan sawit di Indonesia mencapai 16,83 juta hektar (Kementan 2023) dan di Sumatera Utara seluas 2,07 juta hektar.

Data SERBUNDO, sebut Herwin, jumlah buruh yang bekerja di perkebunan sawit di Indonesia mencapai 22 juta jiwa dan di Sumatera Utara sebanyak 1,9 juta jiwa dengan buruh perempuan mencapai 65 persen.

"Namun, pendapatan negara dan luas perkebunan yang sangat besar ini tidak sebanding dengan kesejahteraan buruh. Hak-hak mereka masih terabaikan sehingga banyak buruh hidup dalam kemiskinan. Selama 113 tahun, terjadi kekosongan hukum di sektor perkebunan sawit, tanpa adanya perlindungan hukum khusus bagi buruh perkebunan sawit," katanya.

Ironisnya, ujar Herwin, pada zaman penjajahan Belanda tahun 1880, telah dikeluarkan Poenale Sanctie (ancaman bagi buruh yang tak menepati kontrak kerja) di perkebunan Sumatera Timur.

"Pemerintah dan legislatif hingga kini belum melihat buruh perkebunan sawit sebagai entitas penting yang perlu dilindungi, sementara sektor lain seperti pertambangan, nelayan, pertanian, dan industri manufaktur sudah memiliki undang-undang yang melindungi," katanya.

Menurutnya, ada banyak resiko yang mungkin dialami para buruh perkebunan sawit. Termasuk pembayaran upah murah serta resiko penyakit dari pekerjaan yang dilakukan sehari-hari.

Misalnya, kata Herwin, pekerja/buruh perempuan perkebunan sawit di bagian pemupuk, menyemprot dan perawatan kebun sawit yang sangat berisiko tinggi terpapar bahan kimia akibat aktivitasnya.

"Ini perlu perlindungan juga. Lalu mereka yang terpapar bahan kimia itu bagaimana mitigasinya? Ketika mereka di rumah, mereka berbaur dengan keluarga, tentu mereka terpapar juga," kata Herwin.

Ia juga menyayangkan ketidakhadiran perwakilan dari dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Sumatera Utara dalam seminar ini.

"Padahal yang dibahas keberlanjutan hidup buruh/pekerja sawit kedepan, yang semestinya dilindungi oleh hukum. Tapi sayang anggota legislatif kita tidak berhadir," ucapnya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved