Medan Terkini
USU Dianggap Tak Punya Empati Naikkan Uang Kuliah Tunggal, Peran Wali Amanat Dipertanyakan
Mahasiswa baru di tahun 2024 lulus jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP)mendapatkan penetapan UKT mulai dari Rp 5.9 juta hingga Rp 9 juta
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Salomo Tarigan
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Uang Kuliah Tunggal (UKT) Universitas Sumatera Utara (USU) mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2024 ini.
Kenaikan tersebut menuai ragam reaksi bagi diberbagai kalangan, baik itu mahasiswa baru, alumni dan mahasiswa aktif.
Tak terkecuali Rizki Fadillah yang merupakan mantan Presiden Mahasiswa USU Periode 2021/2022.
Ia turut mengomentari kebijakan USU menaikkan tarif UKT. Baginya empati USU sudah tidak ada karena kebijakan tersebut.
Kenaikan UKT tersebut, adalah buntut dari Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) tahun 2024 yang mengeluarkan kebijakan baru tentang standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi.
Atas kebijakan Mendikbudristek, USU langsung mengeluarkan Keputusan Rektor tentang tarif UKT yang naik.
"Kenaikan UKT tidak mencerminkan pendidikan dan tidak bisa dinikmati oleh orang miskin. Pihak kampus yang berwenang dalam mengambil kebijakan ini harusnya lebih mengedepankan empati sebelum mengambil kebijakan tersebut," kata Rizki.
Rizki menyoroti, jika kampus hanya melihat mahasiswa secara norma hukum, tanpa melihat norma etika.
Terlebih dikatakannya jika tidak ada ruang untuk mahasiswa dalam mempertimbangkan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan.
"Sampai sekarang tidak ada transparansi alokasi anggaran ataupun laporan keuangan USU. Dan sampai saat ini belum ada pula sosialisasi tahapan untuk pengajuan banding UKT. Seakan-akan ditutup dan dipersulit untuk pengajuan banding," katanya.
Rizki yang juga merupakan Founder Pendidikan Pemimpin itu menilai jika sampai saat ini belum ada dampak yang signifikan terhadap penambahan UKT yang dilakukan pada tahun 2022 sebelumnya.
Kemudian, ia menyoroti pula peran Majelis Wali Amanat (MWA) kampus yang tidak dapat menjadi lembaga pengawas yang baik.
"MWA sebagai pengawas juga seakan diam dan menyetujui kenaikan UKT saat ini. Kalau USU menyesuaikan besaran UKT melalui kebijakan kemendikbudristek, artinya USU meniadakan norma etika dan justru mementingkan aspek hukum yang buta akan keadilan," ungkapnya.
Di samping aksi mahasiswa USU di depan Biro Rektor, Rizki yang dahulunya berperan aktif di BEM USU tahun 2021/2022 mengatakan dengan tegas jika USU harus memperhatikan mahasiswa yang merasa keberatan dengan penggolongan UKT.
"Penjelasan mengenai golongan UKT harus menjadi wujud transparan, karena saat ini banyak mahasiswa yang merasa keberatan dengan golongan yang didapatnya," ujar Rizki.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Mahasiswa-melakukan-aksi-terkait-kenaikan-uang-kuliah.jpg)