Breaking News

Tribun Wiki

Sosok Mastika Sinurat, Gadis Asal Sumut Rela Mengabdi di Pelosok Demi Pendidikan Anak Papua

Mastika Sinurat, gadis asal Sumatra Utara rela mengabdi di perbatasan Papua demi pendidikan anak pelosok

|
Istimewa
Mastika Sinurat, gadis asal Sumut rela mengajar di pelosok perbatasan Indonesia demi pendidikan anak-anak Papua 

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Sosok Mastika Sinurat adalah gadis asal Sumatra Utara.

Kini, Mastika Sinurat mengabdikan dirinya di perbatasan Papua demi mengajar anak-anak pedalaman.

Mastika Sinurat menjadi seorang guru relawan yang ditugaskam selama 3 tahun di Desa Skouw Yambe dan Kampung Telaga.

Secara geografis, tempat tersebut sangat dekat dengan perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini.

Ketertarikan Mastika Sinurat untuk menjadi tenaga pendidik di pedalaman sudah ada sejak ia berada di bangku kuliah.

Baca juga: Sosok Betharia Sonata, Kini Dikabarkan Stroke dan Terbaring di Rumah Sakit

Menurutnya, pendidikan di kota besar tentu sudah menjadi perhatian umum.

Lantas, siapa yang akan peduli terhadap pendidikan di wilayah tertinggal.

"Sejak kuliah saya tertarik dengan pengabdian masyarakat. Pada tahun 2016 ada salah satu event yang memberi tahu jika ada desa pelosok yang pendidikannya sangat tertinggal dan kekurangan tenaga ajar, seperti NTT, Mentawai, Papua, dan lainnya," kata Mastika.

Berdasarkan ketertarikan tersebut, ia terus gencar mencari program dimaksud, agar dapat mengabdikan diri di daerah pedalaman Indonesia.

"Saat itu saya gencar untuk mencari informasi bagaimana saya bisa ke Papua untuk mengabdi, karena pendidikan di sana perlu diperhatikan," ujar Mastikan, kepada Tribun Medan, Jumat (3/5/2024).

Baca juga: Sosok Mayangsari, Istri Kedua Anak Soeharto, Punya Anak yang Juga Berbakat Jadi Penyanyi

Menjadi tenaga pendidik di tengah pedalaman seperti ini, bukanlah pengalaman pertama Mastika, sebelumnya ia juga pernah melakukan kegiatan relawan serupa di Sulawesi tepatnya di Tomohon.

Dari perjalananya tersebut, banyak pengalaman yang ia bawa saat ini.

Termasuk bagaimana dirinya dapat melihat lebih dekat iklim pendidikan di wilayah teringgal.

"Saat pertama kali ditempatkan di Papua, saya sempat mengalami struggle, terutama bahasa. Anak-anak di sana masih menggunakan bahasa daerah. Selama 3 bulan akhirnya saya bisa beradaptasi," ceritanya.

Prihatin Lihat Banyak Anak Belum Bisa Membaca

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved