Musyawarah Perempuan Nasional 2024 Usung Sembilan Isu
Munas Perempuan ini merupakan upaya mempertemukan usulan dari akar rumput, warga yang selama ini termarjinalkan, dengan pihak yang berwenang.
Penulis: Truly Okto Hasudungan Purba | Editor: Truly Okto Hasudungan Purba
Berdasarkan data Komnas Perempuan, apda tahun 2019, jumlahnya sebanyak 23.126 kasus dan di tahun 2020 naik menjadi 64.211 kasus. Sedangkan data anak yang meminta dispensasi perkawinan pada tahun 2019 sebanyak 23.145 kasus dan angka ini naik menjadi 63.382 kasus di tahun 2020. “Rata-rata kasus perkawinan anak mencapai 8,64 persen secara nasional sepanjang periode 2020-2023. Berdasarkan data UNICEF tahun 2023, anak perempuan yang dinikahkan mencapai 25,53 juta jiwa,” kata Dina.
Dina menilai, tingginya praktik perkawinan anak ini disebabkan beberapa hal. Diantaranya terbatasnya akses pendidikan/edukasi seks sejak dini, parenting, pemahaman tenntang dampak; aborsi aman kehamilan di luar perkawinan; fasilitas sekolah di wilayah 3 T dan pegunungan, kepulauan dan bagi keluarga miskin; pemahaman UU No. 16 tahun 2019 dan UU TPKS 12/2022: pidana pemaksaan perkawinan; ruang dan aktivitas positif; dan pekerjaan setelah putus sekolah.
"Penyebab lainnya adalah minimnya partisipasi perempuan dan kelompok marginal lainnya secara bermakna dalam proses pengambilan keputusan; kolaborasi dan sinergi antarOPD dan antarOMS serta para pihak lainnya (belum terjalin dengan baik); tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dalam sosialisasi pencegahan dan penghapusan perkawinan anak,” ujar Dina.
Menurut Dina, ada beberapa Rencana Aksi (RA) tahun 1-5 yang disiapkan untuk mencapai percepatan turunnya angka kasus perkawinan usia anak dan usia di bawah 19 tahun di Indonesia.
Output (keluaran) yang diharapkan adalah: menguatnya peran dan pendidikan keluarga;, memperluas aksesibilitas sarana prasarana layak, pengetahuan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi, mendukung partisipasi perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok marginal dalam pendidikan formal dan informal; meningkatnya peluang lapangan pekerjaan dan kewirausahaan bagi keluarga miskin dan daerah-daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar); dan penyusunan, implementasi, pemantauan dan evaluasi terhadap regulasi (kebijakan/program/anggaran) untuk pencegahan dan penanganan perkawinan usia anak dan usia di bawah 19 tahun dari tingkat desa sampai nasional.
“Sedangkan dampak (outcome) yang diharapkan tercapai diantaranya: meningkatnya kualitas dan ketangguhan keluarga untuk pencegahan dan penanganan perkawinan usia anak dan di bawah usia 19 tahun; meningkatnya persentase partisipasi sekolah bagi perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok marginal, terutama dari keluarga miskin dan daerah-daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan Terluar), Pegunungan dan Kepulauan; menurunnya angka kemiskinan; dan menguatnya peran pemerintah dari tingkat desa hingga nasional untuk pencegahan dan penanganan perkawinan anak dan usia di bawah 19 tahun,” pungkas Dina. (top/Tribun-Medan.com)
| Meningkat, Kekerasan Seksual Perempuan dan Anak Capai 1.444 Kasus |
|
|---|
| Trend Childfree Marak, Angka Kelahiran di Sumut Alami Penurunan |
|
|---|
| Tahun Ini Meningkat, 13 Daerah di Sumut Paling Banyak Sumbang Kasus TPPO |
|
|---|
| SOSOK Gus Elham Yahya, Pendakwah yang Cium dan Kokop Bocah Perempun Dikecam, Menteri PPA: Pelecehan |
|
|---|
| Menteri Geram Kelakuan Pendakwah Cium Anak Wanita, Muncul Pengakuan Gus Elham Sebenarnya |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/munas-perempuan.jpg)