Musyawarah Perempuan Nasional 2024 Usung Sembilan Isu

Munas Perempuan ini merupakan upaya mempertemukan usulan dari akar rumput, warga yang selama ini termarjinalkan, dengan pihak yang berwenang.

TRIBUN MEDAN/HO
BRIEFING Media pelaksanaan Munas Perempuan Nasional yang dilaksanakan secara daring via Zoom, Selasa (16/4/2024). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Pelaksnaaan Musyawarah Perempuan Nasional (Munas Perempuan) akan diselenggarakan di Badung, Bali pada 20 April 2024 mendatang. Munas  Perempuan ini merupakan upaya mempertemukan usulan dari akar rumput, warga yang selama ini termarjinalkan, dengan pihak yang berwenang sehingga secara langsung akan terbangun sebuah komitmen bersama bahwa perencanaan pembangunan nasional yang mendasarkan partisipasi bermakna.

Demikian disampaikan Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu dalam Briefing Media Munas Perempuan yang dilaksanakan secara daring via Zoom, Selasa (16/4/2024).

Pribudiarta mengatakan, Munas Perempuan 2024 ini dilaksanakan dalam dua tahap. Sebelum Munas Perempuan luring di Bali, telah dilaksanakan Munas Perempuan tahap pertama secara daring pada 26-27 Maret 2024.

Kegiatan tersebut telah berhasil menjangkau 477 desa, 163 kabupaten dan 35 provinsi yang diwakili oleh 2.195 partisipan dimana 86 persen adalah perempuan dan 5 ?alah penyandang disabilitas. Selain itu, sebanyak 1.548 mengikuti melalui youtube, juga secara langsung menyaksikan melalui zoom di 102 titik kumpul.

Hasil Munas secara daring ini berupa usulan dan rekomendasi terhadap sembilan isu (agenda) Munas yang diperkuat dengan data kuantitatif dan kualitatif yang kemudian akan dipertajam kembali berdasarkan masukan dari para peserta Munas yang disampaikan secara langsung, chat di setiap break-out room, usulan melalui G-Drive dan YouTube.

“Seluruh usulan tersebut disusun kembali sebagai masukan pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian/Lembaga, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di pemerintah daerah wilayah terpilih,” kata Pribudiarta.

Budhis Utami dari Kapal Perempuan mengatakan, Munas Perempuan merupakan rangkaian peringatan Hari Kartini di mana kegiatannya merupakan kolaborasi bersama antara KemenPPA, BAPPENAS, Pemerintah Kabupaten Badung, 11 mitra INKLUSI bersama 117 sub mitra lokal.

Kegiatan ini merupakan kesinambungan dan praktik baik kolaborasi pemerintah dengan Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) melalui Musyawarah Perempuan tahun 2023 yang mewadahi partisipasi bermakna bagi perempuan, disabilitas dan kelompok marginal melalui pendekatan pentahelix.

“Proses penyelenggaraannya melalui penguatan pengintegrasian PUG, disabilitas dan inklusi sosial sebagai bagian dari kegiatan konsultasi publik,” kata Budhis.

Baca juga: Pemprov Sumut Terima Penghargaan APE Kategori Nindya dari Kementerian PPPA RI

Dikatakan Budhis, dokumen yang sudah disusun sebagai hasil Munas Perempuan 2024 ini dikomunikasikan pada acara puncak di Badung. Perwakilan organisasi mitra INKLUSI akan mempresentasikan dokumen usulan perencanaan pembangunan tersebut dan akan mendapatkan tanggapan dari Kementrian/Lembaga yang bertanggung jawab pada sembilan isu Munas.

Setelah mendapatkan tanggapan dokumen tersebut akan diserahterimakan kepada Pemerintah Pusat melalui Kemnterian PPN/Bappenas.

Kesembilan isu di sepakati adalah: Kemiskinan Perempuan (Perlindungan Sosial); Perempuan Pekerja (Pekerja Migran Indonesia, Pekerja Rumah Tangga, Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kerja Layak, Pekerja dengan Disabilitas); Penghapusan Perkawinan Anak; Ekonomi Perempuan Berperspektif Gender; Kepemimpinan Perempuan (Partisipasi Perempuan dalam Pengambilan Keputusan; Kesehatan Perempuan (Kesehatan Mental, Kesehatan Reproduksi Remaja dan Perempuan); Perempuan dan Lingkungan Hidup (Pengelolaan Sumber Daya Alam, Masyarakat Adat); Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak; serta Perempuan dan Anak yang Berhadapan dengan Hukum.

Munas Perempuan ini, katanya merupakan upaya mempertemukan usulan dari akar rumput, warga yang selama ini termarjinalkan dengan pihak yang berwenang sehingga secara langsung akan terbangun sebuah komitmen bersama bahwa perencanaan pembangunan nasional yang mendasarkan partisipasi bermakna.

“Komitmen ini penting mengingat perencanaan pembangunan kerap kali ‘terkesan maskulin’ dan teknokratis yang seringkali menggeser posisi perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok marginal menjadi 'tak terhitung'. Munas Perempuan menjawab adanya jaminan interseksionalitas yang inklusif bahwa tidak boleh ada satupun yang tertinggal dalam perencanaan pembangunan nasional,” pungkasnya.

Baca juga: Rayakan Hari Perempuan Sedunia, PERMAMPU Yakini Pentingnya Amplifikasi Suara Perempuan Akar Rumput

Sementara itu, Koordinator Konsorsium PERMAMPU, Dina Lumbantobing dalam paparannya terkait ‘Penghapusan Perkawinan Anak’ mengemukakan, dari tahun ke tahun praktik perkawinan anak dan usia di bawah 19 tahun terus meningkat. 

Berdasarkan data Komnas Perempuan, apda tahun 2019, jumlahnya sebanyak 23.126 kasus dan di tahun 2020 naik menjadi 64.211 kasus. Sedangkan data anak yang meminta dispensasi perkawinan pada tahun 2019 sebanyak 23.145 kasus dan angka ini naik menjadi 63.382 kasus di tahun 2020. “Rata-rata kasus perkawinan anak mencapai 8,64 persen secara nasional sepanjang periode 2020-2023. Berdasarkan data UNICEF tahun 2023, anak perempuan yang dinikahkan mencapai 25,53 juta jiwa,” kata Dina.

Dina menilai, tingginya praktik perkawinan anak ini disebabkan beberapa hal. Diantaranya terbatasnya akses pendidikan/edukasi seks sejak dini, parenting, pemahaman tenntang dampak; aborsi aman kehamilan di luar perkawinan; fasilitas sekolah di wilayah 3 T dan pegunungan, kepulauan dan bagi keluarga miskin; pemahaman UU No. 16 tahun 2019 dan UU TPKS 12/2022: pidana pemaksaan perkawinan; ruang dan aktivitas positif; dan pekerjaan setelah putus sekolah.

"Penyebab lainnya adalah minimnya partisipasi perempuan dan kelompok marginal lainnya secara bermakna dalam proses pengambilan keputusan; kolaborasi dan sinergi antarOPD dan antarOMS serta para pihak lainnya (belum terjalin dengan baik); tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dalam sosialisasi pencegahan dan penghapusan perkawinan anak,” ujar Dina.  

Menurut Dina, ada beberapa Rencana Aksi (RA) tahun 1-5 yang disiapkan untuk mencapai percepatan turunnya angka kasus perkawinan usia anak dan usia di bawah 19 tahun di Indonesia.

Output (keluaran) yang diharapkan adalah: menguatnya peran dan pendidikan keluarga;, memperluas aksesibilitas sarana prasarana layak, pengetahuan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi, mendukung partisipasi perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok marginal dalam pendidikan formal dan informal; meningkatnya peluang lapangan pekerjaan dan kewirausahaan bagi keluarga miskin dan daerah-daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar); dan penyusunan, implementasi, pemantauan dan evaluasi terhadap regulasi (kebijakan/program/anggaran) untuk pencegahan dan penanganan perkawinan usia anak dan usia di bawah 19 tahun dari tingkat desa sampai nasional.

“Sedangkan dampak (outcome) yang diharapkan tercapai diantaranya: meningkatnya kualitas dan ketangguhan keluarga untuk pencegahan dan penanganan perkawinan usia anak dan di bawah usia 19 tahun; meningkatnya persentase partisipasi sekolah bagi perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok marginal, terutama dari keluarga miskin dan daerah-daerah 3 T (Tertinggal, Terdepan Terluar), Pegunungan dan Kepulauan; menurunnya angka kemiskinan; dan menguatnya peran pemerintah dari tingkat desa hingga nasional untuk pencegahan dan penanganan perkawinan anak dan usia  di bawah 19 tahun,” pungkas Dina. (top/Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved