Berita Viral

USAI Datangi Megawati, Ketua TKN Rosan Roeslani Ngaku Sudah Bertemu Ketua TPN: Kepentingan Persatuan

Setelah mendatangi rumah Ketua Umum PDIP Megawati, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran bertemu dengan Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN)

HO
Setelah mendatangi rumah Ketua Umum PDIP Megawati, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran bertemu dengan Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud.  

“Mudah-mudahan tulisan Megawati memberikan ilham bagi hakim MK untuk memutus. Sebenarnya yang dibutuhkan bukan lagi bukti tetapi keberanian untuk menentukan arah demokrasi Indonesia,” papar Refly.

Lebih lanjut, Refly berharap semakin banyak tokoh masyarakat yang menyampaikan amicus curiae sebagai sahabat pengadilan untuk memberikan dorongan dukungan keberanian kepada hakim MK.

Supaya kata Refly, MK memutus perkara sebaik-baiknya, sebenar-benarnya, serta sesuai apa yang berkembang di masyarakat dan di ruang pengadilan.

Dia menegaskan terlalu mudah untuk menunjukkan bagaimana cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memenangkan paslon nomor 02.

“Tapi masalahnya adalah apakah hakim MK punya keberanian untuk mendiskualifikasi paslon nomor 02 atau setidak-tidaknya mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka,” tambah Refly.

Jokowi Harus Dihukum

Secara terpisah, sosiolog dan sastrawan Okky Madasari mengatakan, proses di MK memang sesuatu yang harus dilakukan oleh Paslon 01 dan Paslon 03, karena ada proses yang tidak benar, melanggar undang-undang (UU) dan melanggar etika dalam Pilpres 2024.

“Soal nanti hasil MK mengecewakan kita lagi, itu hal lain. Setidaknya, dua kandidat, Anies-Muhaimin, Ganjar-Mahfud tidak serta merta menjadi oportunis, tidak mematahkan perjuangan sendiri, tidak serta merta mengkhianati kepercayaan rakyat, mereka terus menggiring proses di MK, merawat amanat rakyat,” ujarnya dalam Podcast dengan Eep Saefulloh.

Jika nanti keputusan MK mengecewakan, menurut Okky, masih ada mekanisme lain untuk memberi teguran dan hukuman kepada Presiden Jokowi berupa tekanan publik, karena terlalu banyak kesalahan yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Peraih gelar PhD dari National University of Singapore itu menegaskan, sejauh ini belum ada presiden di Indonesia yang mempertanggung jawabkan perbuatannya, termasuk Soeharto sekali pun.

“Kalau nanti Jokowi bisa survive, bisa menganggap apa yang dilakukan biasa-biasa saja, sepanjang sejarah kita akan melihat bangsa ini menerima segala bentuk pelanggaran etik dan ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilu,” bebernya.

Adapun, Eep menilai persidangan MK kali ini berbeda karena Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mengambil perspektif yang berbeda dengan gugatan di MK sebelumnya.

Paslon 01 dan Paslon 03 mengaitkan dengan pelanggaran konstitusi dan UU oleh Presiden, mengaitkan dengan dampak penyelenggaraan pemilu dan kinerja penyelenggara pemilu terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU), juga implikasi hukum dan politik terhadap pasangan Prabowo-Gibran.

Okky menggaris bawahi, bahwa yang dipersoalkan di MK bukan angka atau hasil perolehan suara Pilpres 2024, melainkan proses yang diwarnai kecurangan bersifat terstruktur sistematis dan massif (TSM) termasuk penggelontoran bantuan sosial (bansos) untuk pemenangan Paslon nomor 02.

Ia berharap hakim konstitusi mengembalikan MK ke fitrahnya sebagai penjaga konstitusi, bukan mahkamah kalkulator.

Okky juga menekankan, MK merupakan produk Orde Reformasi yang didirikan untuk menjaga konstitusi.

Namun Putusan MK Nomor 90/2023 membuat kepercayaan masyarakat terhadap MK anjlok, sehingga harus dikembalikan.

“Ini dosa besar yang harus ditanggung Jokowi. Pemerintahan Jokowi telah merusak institusi Reformasi seperi MK dan KPK sejatinya menjaga proses demokrasi, tetapi diobrak-abrik begitu saja pada masa pemerintahan Jokowi, ini harus dipertanggungjawabkan,” jelasnya.

(*/tribun-medan.com)

Sumber: Tribunnews
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved