Berita Viral

TAK Cuma Dimiskinkan, Harvey Moeis Juga Terancam Hukuman Mati Imbas Rugikan Negara Rp271 Triliun

Tak cuma dimiskinkan, Harvey Moeis juga bisa terancam hukuman mati imbas ulahnya tersebut yang merugikan negara Rp271 triliun

KOLASE/TRIBUN MEDAN
TAK Cuma Dimiskinkan, Harvey Moeis Juga Terancam Hukuman Mati Imbas Rugikan Negara Rp271 Triliun 

Selanjutnya pada semester 1 2023 tercatat 8.307 metrik ton.

Sementara smelter swasta seperti VIP dengan luasan IUP hanya 400 hektar mampu mengeskpor 3.168 metrik ton selama 2021.

Kemudian BBTS dengan IUP 132 hektar telah mengekspor 1.799 metrik ton dalam waktu yang sama.

"Pada semester 1 2023, PT Timah Tbk selaku pemilik konsesi terbesar di Indonesia mengeskpor 8.307 MT, sedangkan gabungan smelter swasta mengekspor 23.570 MT," kata Direktur BRINST Teddy Marbinanda saat webinar bertajuk jor-joran RKAB timah dan korupsi SDA bersama kejaksaan dan akademisi serta praktisi media, Senin (23/10/2023).

Selain hasil timah yang diselewengkan dari lahan negara, juga adanya dugaan penampungan timah dari penambangan tanpa izin (PETI) yang kemudian berimplikasi tidak adanya penerimaan negara dan perbaikan lingkungan.

Fakta ini membuat kejaksaan agung bergerak menyelidikinya. 

Hasilnya, 16 orang ditetapkan sebagai tersangka. 

Terakhir, suami Sandra Dewi, Harvey Moeis ditetapkan tersangka karena diduga berperan mengkoordinir sejumlah perusahaan terkait penambangan timah liar di Bangka Belitung dengan kedok sewa-menyewa peralatan dan processing peleburan timah.

Perusahan tersebut adalah PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN.

"Kegiatan akomodir pertambangan liar tersebut akhirnya dicover dengan kegiatan sewa-menyewa peralatan dan processing peleburan timah yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, SV VIP, PT SBS, dan PT TIN untuk dipercepat dalam kegiatan dimaksud," jelas Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi, Rabu.

Namun, sebelumnya, Harvey Moeis terlebih dulu berkoordinasi dengan petinggi perusahaan negara, PT Timah, sebagai pemilik IUP.

Petinggi itu adalah mantan Direktur Utama PT Timah, M Riza Pahlevi, yang sebelumnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Sekitar tahun 2018 dan 2019, saudara tersangka HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah, saudara MRPT atau saudara RS alias MS dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," tutur Kuntadi.

Usai kegiatan penambangan liar, Harvey Moeis meminta enam perusahaan yang disebutkan sebelumnya, untuk menyisihkan sebagian keuntungannya.

Sebagian keuntungan itu mengalir ke Corporate Social Responsible (CSR) PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang manajernya adalah crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.

Helena Lim sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka lebih dulu ketimbang Harvey Moeis.

"Atas kegiatan tersebut, maka selanjutnya saudara HM ini meminta para smelter untuk menyisikan sebagian dari keuntungannya diserahkan kepada yang bersangkutan dengan partner pembayaran dana CSR yang dikirm para pengusaha smelter ini kepada HM melalui PT QSE yang difasilitasi oleh terasangka HLN," terang Kuntadi.

Hingga saat ini, total ada 16 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan timah.

Siapa sebenarnya Boyamin Saiman? 

Nama Boyamin Saiman semakin dikenal publik setelah mengungkap kasus Djoko Tjandra. 

Sebelumnya, dia juga mengungkap kasus Jiwasraya serta adanya perilaku Ketua KPK Firli Bahuri yang kepergok menggunakan sebuah helikopter premium untuk pulang kampung.

Sosok Boyamin yang selalu menyajikan informasi A1 kemudian menjadi perbincangan hangat publik Tanah Air.

Boyamin merupakan pribadi sederhana yang pernah bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia pernah habis-habisan membela mantan Ketua KPK Antasari Azhar periode 2007-2009.

Pada Jumat sore, 28 Agustus 2020, Boyamin menyambangi Markas Tribun Network di Palmerah Barat, Jakarta.

Ini kunjungan perdana Boyamin.

Boyamin tiba di kantor Tribun Network sekira pukul 16:30 WIB menumpangi sebuah motor Beat.

Mengenakan jaket hoddie warna abu-abu, Boyamin tersenyum semringah disambut awak Tribun Network yang dikomandoi News Director Febby Mahendra.

Saat itu Boyamin tampak mengenakan pakaian seadanya.

Menyandang julukan sebagai 'detektif swasta' dari publik, Boyamin hanya tersenyum dan tertawa.

"Saya tadi sempat nyasar ke belakang pas mau ke sini (Kantor Tribun Network)," tutur Boyamin.

Boyamin mengenakan celana bahan warna hitam dan sandal. Dia juga membawa sebuah face shield, semprotan disinfektan mini, dan sebuah tas selempang warna hitam.

Sesaat sebelum diwawancara, Boyamin meminta agar diberikan kesempatan menunaikan Salat Azhar.

Wawancara dengan Boyamin menghadirkan kesan yang mendalam. Ia menceritakan berbagai fakta-fakta penting terkait proses hukum Djoko Tjandra dan terbakarnya Gedung Utama Kejaksaan Agung RI.

Saat bertolak dari Markas Tribun Network, Boyamin kembali mengendarai motornya.

Ia pamit dan lekas memacu sepeda motornya dengan santai 

Boyamin Saiman juga menjadi sorotan setelah mengembalikan uang 10.000 dollar SIngapura atau setara Rp 1,08 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (7/10/2020). 

Uang Rp 1,08 miliar itu diduga sebagai suap kepada Boyamin Saiman yang saat ini getol membongkar kasus suap Djoko Tjandra. 

Seperti diketahui, Boyamin Saiman dikenal sebagai sosok yang membongkar skandal gratifikasi Djoko TJandra hingga menyerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka. 

Uang 100.000 dollar Singapura itu diberi seorang laki-laki yang sudah dikenal Boyamin cukup lama.

Boyamin menuturkan, uang itu diterimanya usai ia melaporkan adanya istilah 'bapakku-bapakmu' dalam kasus Djoko Tjandra beberapa waktu yang lalu.

Ia menyebut uang tersebut diberikan langsung oleh salah satu teman lamanya yang mengaku diutus oleh orang lain.

"Jadi setelah saya datang ke sini ( KPK) ketemu teman-teman itu, ada teman yang sebenarnya temen lama sekali dan sudah akrab terus dia ngajak ngobrol terus memberikan amplop terus pergi.

Teman saya itu tadinya dia ngomong kalau dia diutus oleh temennya yang lain," ujar Boyamin.

Boyamin mengaku tidak bisa menolak pemberian tersebut karena temannya dapat dianggap gagal menyelesaikan amanah dari orang yang mengutus bila uang tersebut tak diserahkan ke Boyamin.

"Saat itu saya juga tidak bisa menolak dan kemudian saya tahu kalau saya kembalikan kepada dia, dia pasti gagal dan kepada yang mengutus dia tadi mestinya agak tidak enak dan itu berjenjang setahu kira-kira saya sampai empat atau lima berjenjang," kata Boyamin.

Oleh sebab itu, Boyamin akhirnya memutuskan menyerahkan uang tersebut ke KPK sebagai bentuk laporan gratifikasi.

Menurut Boyamin, hal itu merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai masyarakat dalam memberantas korupsi.

"Saya hanya ingin menyerahkan kepada KPK diserahkan kepada negara sebagai gratifikasi karena saya apapun melakukan tugas negara membantu negara memberantas korupsi dengan peran serta masyarakat," kata Boyamin.

(*/tribun-medan.com) 

Baca juga: MENGENASKAN Warga Toraja Pengantar Galon di Yahukimo Dibunuh KKB Papua, Kondisi Korban Usus Terburai

Baca juga: Kronologi Balas Dendam Oknum TNI Hajar Warga di Depan Kantor Polisi, Kini 15 Orang Jadi Tersangka

 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Sumber: Tribunnews
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved