Ramadan 2024
Puasa di Jerman selama 25 Tahun, Susilawati yang Dinikahi Bule Jerman Tetap Jalankan Puasa Ramadan
Sudah 25 tahun lebih Susilawati tinggal di Jerman dan menjalankan ibadah puasa Ramadan jauh dari kampung halamannya di Medan.
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Sudah 25 tahun lebih Susilawati tinggal di Jerman dan menjalankan ibadah puasa Ramadan jauh dari kampung halamannya di Medan. Susi tinggal di Mannheim, Jerman setelah menikah dengan seorang lelaki keturunan Eropa.
Bagi perempuan asal Medan ini, menyesuaikan diri hidup di Jerman bukan hal mudah. Susi mengaku tetap menjalankan ibadah puasa meskipun suasananya tak semeriah di Indonesia.
"Di sini Ramadan ya tetap seperti hari biasa, tidak ada yang berbeda. Kalau di Indonesia kan meriah, jadi lebih semangat menjalankannya. Sementara kalau di sini sedikit yang puasa, kalau di tempat kerja juga hampir tidak ada yang puasa," ujar Susi saat berbincang dengan Tribun-Medan.com melalui whatsapp, Rabu (13/3/2024).
Sebagai seorang muslim yang hidup di tengah-tengah minoritas membuat momen Ramadan bagi Susi tak lagi seperti saat bersama-sama keluarga di Medan.
"Pasti berbeda ya, dari mulai lama waktu berpuasa hingga suasananya berbeda sekali. Apalagi di sini hidup sebagai minoritas jadi harus pintar menyesuaikan diri," katanya.
Susi bercerita, bahwa di Mannheim saat ini sedang musim semi. Di mana bunga-bunga sedang bermekaran.
Waktu subuh di Mannheim sekitar pukul 4 pagi, sementara waktu berbuka sekitar pukul 8 hingga 9 malam.
"Puasanya sekitar 17 jam lebih. Berbeda dengan di Indonesia. Kebetulan di dekat tempat tinggal saya ada beberapa orang muslim, sekitar empat sampai lima orang. Tapi enggak semua yang puasa, beberapa karena enggak tahan jadi enggak puasa," katanya.
Tidak seperti di Indonesia, tak ada terdengar azan berkumandang. Jumlah masjid di tiap kota juga sangat sedikit. Yang diketahui Susi, di Mannheim sendiri hanya terdapat satu masjid, yang digunakan oleh mayoritas orang Turki yang tinggal di Jerman.
"Saya kebetulan enggak pernah ke sana, karena sedikit jauh jaraknya dari apartemen. Kalau di sini enggak ada azan, bedanya kalau di Indonesia kan kita jarang lupa karena kalau waktu salat itu azan terdengar jelas, jadi ingat sudah masuk waktu salat.
Di sini kami yang muslim khusus kalau Ramadan gini informasi imsakiyah dilihat di internet," ujar Susi.
Sebagai orang Indonesia yang tinggal di Jerman, Susi mengaku tetap mengonsumsi nasi sebagai menu sahur dan berbuka.
Baginya, ada yang kurang jika dia tidak mengonsumsi nasi. Meskipun suami dan anaknya tidak makan nasi.
"Seenggaknya walaupun enggak tinggal di Indonesia tapi perut saya masih Indonesia. Wajib diisi nasi, kalau enggak ada yang kurang," tuturnya.
Bagi perempuan berdarah Sunda-Minang ini, berpuasa di Eropa memiliki kesulitan tersendiri.
Waktu puasa yang cukup lama menjadi penguji kesabaran bagi Susi yang besar dan hidup di Medan selama puluhan tahun.
"Kalau sekarang sih dibilang lapar enggak terlalu, cuma karena waktunya lama itu jadi sedikit menguji kesabaran. Tapi Alhamdulillah tetap bisa dilewati dan jadi pengalaman tersendiri," ungkapnya.
Rindu Momen Ramadan Bersama Keluarga
Momen ramadan dan lebaran merupakan momen yang sangat dinanti bagi Susi. Biasanya, setiap dua tahun sekali, Susi menyempatkan diri untuk pulang ke Medan berkumpul dengan orangtua dan sanak saudaranya.
Namun sejak tahun 2020, Susi tidak dapat pulang karena pandemi. Ia bersyukur pada tahun 2023 lalu dirinya bisa kembali ke Indonesia dan merayakan lebaran bersama keluarga di Medan.
"Alhamdulillah tahun lalu bisa pulang ke Indonesia, berkumpul bersama orang tua dan adik-adik hingga keponakan di Medan. Banyak yang berubah, beberapa anggota keluarga juga ada yang sudah enggak ada, perasaan campur aduk ada sedih dan senang," ujarnya.
Susi mengatakan, tahun ini dirinya belum bisa kembali ke Indonesia. Ia berencana akan merayakan Idul Fitri bersama keluarga di Medan tahun depan.
"Insyaallah rezeki dilancarkan supaya tahun 2025 nanti bisa pulang ke Medan. Melihat orang tua, dan menjalankan Ramadan bersama-sama sanak keluarga," ungkapnya.
Sebagai minoritas, di Mannheim dan seluruh wilayah di Jerman tidak pernah memberlakukan libur khusus untuk umat muslim di hari lebaran. Namun jika ada pegawai yang ingin izin dari perusahaan tetap diperbolehkan.
"Kalau di sini enggak ada libur lebaran nanti, tetap masuk seperti biasa. Kalau ada pegawai atau karyawan yang mau izin secara pribadi bisa saja dibolehkan," katanya.
Meskipun hidupnya di Mannheim nyaman dan merasa tidak ada kurang sedikit pun, Susi mengaku tetap merindukan keluarganya di Medan.
Baginya hidup di tempat kelahiran, bersama dengan keluarga besarnya, tetap menjadi hal yang sangat ia impikan.
"Di sini itu enggak bisa dipungkiri nyaman, negara sangat menjamin hak asasi warganya, kebersihan terjaga, ketertiban juga, dan kedisiplinan. Tapi walau bagaimanapun tetap saja rindu pada keluarga. Itu selalu jadi hal yang tidak terelakkan," katanya.
(cr14/tri bun-medan.com)
| Apa Itu Tradisi Megengan yang Dilakoni sebelum Bulan Ramadan? Berikut Penjelasannya |
|
|---|
| 6 Kuliner Khas Medan yang Cocok Disajikan saat Idul Fitri, Ada Soto Medan hingga Lemang |
|
|---|
| 67 Anak Yatim Ditraktir Baju Baru oleh Lazismu Asahan jelang Hari Raya Idul Fitri |
|
|---|
| H-1 Lebaran 2024, Berikut Update Harga Bahan Pokok, Pasar Tradisional di Medan Padat Pengunjung |
|
|---|
| Kumpulan Doa di Akhir Ramadhan yang Bisa Diamalkan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Sudah-25-tahun-lebih-Susilawati-tinggal-di-Jerman_Puasa-di-Negeri-Orang_.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.