Berita Viral

BENARKAH Satu Keluarga Akhiri Hidup Lompat dari Lantai 22? Ahli Forensik Tak Sependapat: Pembunuhan

Kasus satu keluarga lompat dari lantai 22 di apartemen menjadi misteri yang belum terpecahkan. 

tribunnews.com
Pakar psikologi klinis soroti gerak-gerik satu keluarga sebelum melompat dari atap apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (9/3/2024). Gerak-gerik mereka berempat terekam kamera CCTV apartemen. Dari hasil rekaman CCTV, terlihat detik-detik saat sosok diduga ayah dan ibu mengajak dua anaknya untuk mengkahiri hidup. Melansir TribunJakarta.com, keempat korban datang ke apartemen tersebut pada pukul 16.02 WIB. Mereka datang mengendarai mobil Daihatsu Gran Max berwarna silver dengan nomor polisi B 2972 BIQ. (Tribunnews.com) 

TRIBUN-MEDAN.com - Kasus satu keluarga lompat dari lantai 22 di apartemen menjadi misteri yang belum terpecahkan. 

Pada motif awal, kematian empat orang ini, istri-suami-dua anak ini disebut bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 22. 

Namun, pakar mengungkapkan pandangan berbeda. 

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai kasus itu bukan bunuh diri melainkan dibunuh. 

Menurutnya kasus lompat dari lantai 22 sebuah apartemen di Penjaringan, Jakarta Utara (Jakut), Sabtu (9/3/20224) sebuah insiden pembunuhan.

Dari pendalaman dan penyelidikan polisi keempatnya diduga melakukan bunuh diri.

Para korban adalah suami dan istri EA (51) dan AIL (52) serta dua anak mereka JIL (15) dan JW (13).

Menurut polisi para korban mengalami luka di bagian kepala belakang hingga patah tangan dan kaki.

Terkait hal itu, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengaku tidak sepakat jika disebut bahwa keempat korban yang sekeluarga melakukan bunuh diri.

"Saya tidak sepakat dengan sebutan itu," kata Reza dalam keterangan yang diterima, Senin (11/3/2024).

Menurut Reza wajib ada alasan khusus jika disebut keempatnya bunuh diri bersama-sama.

"Empat orang yang terjun dari atap apartemen itu baru bisa dikatakan bunuh diri sekeluarga (bersama-sama), hanya jika bisa dipastikan bahwa pada masing-masing orang tersebut ada kehendak dan antarmereka ada kesepakatan (konsensual) untuk melakukan perbuatan sedemikian rupa," papar Reza.

"Namun, ingat, pada kejadian yang menyedihkan dan mengerikan itu ada dua orang anak-anak," kata Reza.

Baca juga: Beri Layanan Melebihi Ekspektasi, BRI Berhasil Raih 3 Penghargaan di Pertamina Appreciation Night

Baca juga: Polres Toba Pengamanan Ujian Tingkat Sabuk Ke-35 Perguruan Kungfu Naga Sakti Indonesia

Menurutnya kedua anak tidak bisa disebut berkehendak dan bersepakat.

"Implikasinya, anggapan bahwa anak-anak berkehendak dan bersepakat, dalam peristiwa semacam ini serta-merta gugur. Dalam situasi apa pun, anak-anak secara universal harus dipandang sebagai manusia yang tidak memberikan persetujuannya bagi aksi bunuh diri," ujar Reza.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved