Berita Medan

INI 4 Perkara yang Penuntutannya Dihentikan Kejati Sumut dengan Pendekatan Restorative Justic

Hal itu dilakukan setelah disetujui JAM Pidum dengan menerapkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan

Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Ayu Prasandi
HO
Kejati Sumut saat usulkan 4 perkara untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif. Empat perkara itu diantaranya pencurian kelapa sawit. 

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN - Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, M Syarifuddin  kembali mengusulkan 4 perkara untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif.

Kasi Penkum Yos A Tarigan  menyampaikan, empat  perkara yang diusulkan untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ), yaitu dari Kejari Asahan.

Dengan nama  tersangka Muhammad Taufik,  melanggar tindak pidana pencurian kelapa sawit melanggar Pasal 107 huruf d UU No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan atau Pasal 111 UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.

"Kemudian, ada 3 perkara penganiayaan, masing-masing dari Kejari Gunungsitoli dengan tersangka Yetilina Laia Alias Fani melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, dari Kejari Deliserdang dengan tersangka atas nama Cristo Andreas Purba melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP dan dari Kejari Langkat dengan tersangka atas nama Herman Bangun, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Atau Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP," papar Yos A Tarigan.

Keempat perkara ini, lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang ini dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif.

Hal itu dilakukan setelah disetujui JAM Pidum dengan menerapkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Restorative Justice.

"Penghentian penuntutan 4 perkara ini lebih mengedepankan hati nurani, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp 2.500.000. Yang terpenting lagi adalah antara tersangka dan korban ada kesepakatan untuk berdamai,” kata Yos A Tarigan.

Setelah disetujui perkaranya dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif, antara tersangka dan korban saling memaafkan dan tidak ada lagi dendam, kemudian tersangka mengakui kesalahan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

“Masyarakat juga merespon positif proses perdamaian ini, dan proses perdamaian telah membuka sekat agar tercipta harmoni antar sesama serta mengembalikan keadaan pada keadaan semula,” jelasnya.

(cr5/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved