Berita Viral

NYATAKAN Presiden Boleh Memihak di Pilpres, Jokowi Dinilai Penuhi Syarat Dimakzulkan, Ini Alasannya

Presiden Jokowi mendapatkan masalah besar setelah menyatakan bahwa Presiden boleh berpihak dalam Pilpres 2024.

Sekretariat Presiden
Presiden RI, Joko Widodo bersama Menhan, Prabowo Subianto saat serah terima pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1344 di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Rabu, 24 Januari 2024. 

TRIBUN-MEDAN.com - Presiden Jokowi mendapatkan masalah besar setelah menyatakan bahwa Presiden boleh berpihak dalam Pilpres 2024. 

Jokowi mengatakan presiden boleh kampanye dengan syarat tidak menggunakan fasilitas negara. 

Pernyataan Jokowi ini sontak menimbulkan reaksi keras dari sejumlah partai politik mau pun pengamat. 

Sejumlah pengamat berpendapat bahwa pernyataan Jokowi ini bisa memuluskan langkah untuk dimakzulkan. 

Jokowi dianggap telah memenuhi syarat untuk dimakzulkan atas pernyataanya yang membuat heboh masyarakat. 

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai pernyataan Jokowi mengenai Presiden boleh kampanye sudah memenuhi syarat pemakzulan sebagaimana termaktub dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Pasal tersebut berbunyi: Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Baca juga: Yakin tak Curi Ayam Jantan Bu Kades, Kakek Suyatno Pilih Dilporkan, Kholifah: Bukan Sembarang Ayam

Baca juga: Pemain Bali United Bawa Timnas Palestina ke 16 Besar : Kami Terlahir Sebagai Pejuang

Menurut Bivitri, pernyataan Jokowi seperti itu, terlebih saat didampingi para petinggi militer, sudah memenuhi unsur perbuatan tercela.

"Kan Pasal 7A UUD itu tentang syarat pemakzulan. Di titik itu menurut saya perbuatan tercela," kata Bivitri dalam acara diskusi bertajuk Pemilu Curang: Menyoal Netralitas Presiden Hingga Pelaporan Kemhan ke Bawaslu pada Kamis (25/1/2024) di Jakarta.

Memang perbuatan tercela cenderung longgar untuk dibuktikan dalam konteks hukum.

Namun, satu parameter yang dapat dijadikan acuan ialah jabatan dan kewenangan seseorang, yang dalam hal ini Jokowi sebagai Presiden RI.

"Di hukum tata negara prinsipnya orang itu menilai harus dari jabatan. Jadi berbeda perbuatan tercela orang biasa dengan seorang presiden atau menteri," katanya.

Menurut Bivitri, pernyataan Jokowi mengenai diperbolehkannya Presiden memihak dan berkampanye merupakan salah tafsir atas Undang-Undang Pemilu.

Memang dalam Pasal 299 tertera bahwa Presiden dan Wakil Presiden berhak untuk kampanye.

Namun, jika merujuk pada pasal-pasal berikutnya, yakni Pasal 300, 301, dan 302, maka dapat dipahami bahwa klausul Pasal 299 dimaksudkan bagi Presiden dan Wakil Presiden petahana alias kembali berkontestasi dalam Pemilu.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved