Sumut Terkini
Minimnya Bahan Baku Sebabkan 9 Pabrik Karet di Sumut Tutup, KPPU: Butuh Intervensi dari Pemerintah
Tergerusnya produktivitas komoditas karet di Sumut membuat sejumlah perusahaan yang bergerak di pengelolaan karet
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Tergerusnya produktivitas komoditas karet di Sumatera Utara (Sumut) membuat sejumlah perusahaan yang bergerak di pengelolaan karet kian sulit mendapatkan bahan baku.
Hal tersebut mengakibatkan beberapa pabrik pengelolaan karet di Sumut kekurangan bahan baku dan satu persatu dilaporkan mulai ditutup.
Berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, sejak tahun 2016 hingga 2023 terdapat 9 pabrik pengelolaan karet di Sumut dilaporkan tutup, diantaranya pabrik yang berada di Kabupaten Langkat yang tutup pada Juni 2016, di Simalungun pada Januari 2019, Batu Bara pada Juni 2019, Deli Serdang September 2019.
Kemudian, dua pabrik di Asahan pada Februari 2020 dan 2021, Simalungun pada Juli 2021, Serdang Bedagai Januari 2022 dan yang terbaru pabrik yang barada di daerah Tebing Tinggi pada Juli 2023.
Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I, Ridho Pamungkas mengungkapkan bahwa tergerusnya bahan baku karet disebabkan oleh banyaknya lahan perkebunan karet di Sumut yang telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.
"Harga karet yang jatuh menyebabkan banyak petani yang beralih atau konversi lahan sehingga produktivitas sangat menurun, padahal kalau dilihat dari data konsumsi karet dunia ini meningkat, tapi sayangnya ini tidak terjadi di Indonesia, Ini yang menyebabkan perusahaan tidak kebagian bahan olahan karet sehingga menyebabkan kolaps," ujar kepada Tribun Medan, Kamis (25/1/202
Dikatakannya, jika dilihat dari sisi persaingan usaha seharusnya penurunan jumlah pelaku usaha di industri karet ini akan membuat potensi kartel semakin besar. Namun, karena minimnya bahan baku karet kondisi tersebut tidak akan terjadi.
"Tapi permasalahannya terjadi penurunan produksi, berarti mereka (industri pengelolaan karet) akan berebut bahan baku, jika terjadi perebutan bahan baku itu persaingannya semakin tinggi jadi kondisi seperti potensi kartel tidak terjadi karena mereka berebut," ungkapnya.
Kemudian permasalahan lainnya, lanjut Ridho, terjadi di tata niaga, dimana seharusnya jika permintaan akan getah karet meningkat, tentu akan mempengaruhi harga karet ditingkat petani.
"Yang jadi masalah kemudian di tata niaga nya, semakin sedikitnya jumlah produksi dan permintaan meningkat pasti harga akan tergerak naik, apakah ini akan berimbas kepada para petani? Secara teorinya kalau ini berimbas kepada petani tentunya banyak petani yang akan beralih ke karet," paparnya.
Ridho mengungkapkan, KPPU Kanwil I juga mendorong pemerintah untuk melakukan intervensi agar produktivitas karet meningkat
"Sebetulnya untuk meningkatkan produktivitas karet salah satunya adalah intervensi Pemerintah kalau di sawit itu pemerintah punya program biodiesel, jadi di karet Pemerintah bisa membuat program aspal karet, itu bisa menyerap permintaan karet dan meningkatkan harga pembelian karetnya," jelasnya.
(cr10/Tribun-Medan.com)
| Bertemu Tetua Adat Selama 2 Jam, Bobby Sepakat TPL Ditutup: Surat Rekomendasi Paling Lama Seminggu |
|
|---|
| Tahun 2026, Dinas PRKP Siantar Pakai Eks-Rumah Singgah Covid-19 Sebagai Kantor Baru |
|
|---|
| Akademisi Asia Tenggara Bedah Geopolitik Presiden Prabowo dalam Seminar Internasional di UINSU |
|
|---|
| Polres Tanah Karo Terbitkan Informasi DPO Pelaku yang Terlibat Dalam Pembunuhan Warga Nias |
|
|---|
| Warga Miskin di Deli Serdang Bingung Setelah Disuruh Mundur jadi PKH |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Ekspor-Karet-Sumut-Sampai-China.jpg)