Pilpres 2024

Kata Pengamat Politik Sumut soal Pernyataan Jokowi Bahwa Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik USU Warjiyo mengatakan, dalam undang-undang pemilu, presiden diperbolehkan untuk kampanye

Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Juang Naibaho
HO
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan tepatnya ke Kabupaten Sragen, Jawa Tengah (Jateng), untuk mengecek perbaikan Jalan Solo-Purwodadi yang telah rampung digarap, Selasa (23/1/2024). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara (USU) Warjiyo mengatakan, dalam undang-undang pemilu, presiden diperbolehkan untuk melakukan kampanye dan mendukung salah satu pasangan calon presiden.

"Kalau kita merujuk pada boleh atau tidak kita harus lihat berdasarkan pada aturan yang berlaku. Kita lihat misalnya Undang-undang Pemilu pasal 209 ayat 7 tahun 2017 sudah diatur jika presiden bisa mengkampanyekan atau berkampanye," kata Warjiyo kepada tribun-medan.com, Rabu (24/1/2024).

Kampanye sendiri, sebut Warjiyo adalah mendukung dan mengajak untuk mendukung seseorang.

Dalam konteks sebagai presiden, undang undang masih memperbolehkannya melakukan kampanye.

"Pengertian kampanye itu jelas bahwa dia mendukung calon tertentu. Jika berdasarkan undang-undang itu memang diberikan kesempatan. Kalau berdasarkan aturan yang disampaikan Jokowi ya masih dalam konteks itu ya," kata Warjiyo.

Meski begitu, pelaksanaan kampanye oleh presiden memiliki aturan sendiri. Misal pada penggunaan fasilitas negara saat berkampanye.

Selain itu, pelaksanaan kampanye juga harus mesti terjadwal. Dan yang tak kalah penting sebut Warjiyo, presiden tidak boleh berkampanye sehingga membuat pelaksanaan pelayanan publik terhambat.

"Dalam aturan sudah jelas presiden dapat berkampanye dan bisa melakukannya sepanjang tidak boleh menggunakan fasilitas negara dan harus mengatur jadwal kampanye agar tidak menganggu pelaksanaan pelayanan publik," ujarnya.

Soal pro dan kontra karenanya ada khawatiran penggunaan sarana negara hal itu wajar disampaikan.

Namun, sebut Warjiyo, negara memiliki Bawaslu untuk mengawasi pelaksanaan pemilu.

"Jika ditemukan pelanggaran oleh presiden misal menggunakan fasilitas negara kemudian tidak menjadwalkan pelaksanaan kampanye atau karena kampanye menghambat pelayanan publik bisa ditangani oleh Bawaslu. Karena itu Bawaslu harus melihat jeli itu, apakah ada pelanggaran yang dilakukan presiden saat kampanye misalnya," kata Warjiyo.

Warjiyo mengungkap segala pelaksanaan pemilu sudah diatur dalam undang-undang. Jika presiden dianggap tidak perlu melakukan kampanye dan mendukung calon tertentu sebagai kepala negara, maka undang-undang yang mengatur dapat lihat kembali.

"Undang-undang sudah mengatur segala pelaksanaan pemilu termasuk presiden. Oleh karena itu masyarakat harus memahami aturan yang ada hingga kemudian bisa mengawasi bersama. Ke depan harus dilihat apakah itu boleh atau tidak nantinya presiden memihak. Karena semua dasarnya adalah undang-undang," ujar Warjiyo.

Secara Etika Tak Layak

Sementara itu pengamat politik dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Dr Faisal Riza menilai Jokowi sebagai pribadi punya preferensi politik sendiri dan kecenderungan pilihan.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved