Berita Medan

Film Perik Sidua-dua, Perkenalkan Objek Wisata Gundaling Dulu dan Kini

Beliau adalah Tokoh Masyarakat Karo yang yang mendunia sebagai pengusaha sukses di bidang pengeboran minyak dan kontraktor.

Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
Gegeh Persada Film
Barata Sembiring Brahmana yang memerankan Mr. Schmidtz dalam Film Layar Lebar Dari Tongging Turun Ke Hati, Perik Sidua-dua saat menceritakan Bukit Gundaling sebagai Destinasi Wisata Prioritas di dataran tinggi Karo. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Film layar lebar, Dari Tongging Turun ke Hati, Perik Sidua-dua, tidak hanya menceritakan soal budaya Karo, tapi juga memperkenalkan keindahan destinasi wisata Gundaling, yang menyimpan sejuta pesona didalamnya.

Barata Sembiring Brahmana yang memerankan Mr. Schmidtz dalam Film Layar Lebar Dari Tongging Turun Ke Hati, Perik Sidua-dua mempromosikan Bukit Gundaling sebagai Destinasi Wisata Prioritas di dataran tinggi Karo, Minggu (17/12/2023).

Beliau adalah Tokoh Masyarakat Karo yang yang mendunia sebagai pengusaha sukses di bidang pengeboran minyak dan kontraktor.

Peran Mr. Schmidtz dalam film merupakan pengusaha sukses dari Belanda, kolega Bik Sungam di Andaliman Spice.

Ia berwisata ke tanah Karo dengan maksud melihat kondisi terkini Gundaling.

Ia banyak menemukan catatan-catatan penting dari orang tuanya tentang Kawasan wisata yang bernilai internasioal.

Dari catatan-catatan orang tuanya, Mr. Schmidtz mengetahui bahwa ia dilahirkan di tanah Karo, 3 tahun sebelum Jepang masuk ke Indonesia.

Dalam perjalanan wisata menelusuri Kawasan Gundaling, ia didampingi tiga sahabat Jilena sebagai pemandu wisata di Berastagi; Nadine, Salma dan Wenda yang diperankan Nindy Pratiwi dan Putri Salwa Kurnia Balqis (Puteri Pendidikan) dan Wenda Yunita Tarigan (Puteri Bumi 2023).

Barata Sembiring Brahmana sendiri membawa ribuan kenangan ketika kembali menjejakkan kaki di Gundaling.

Momen syuting ini sekaligus perjalanannya kembali ke masa muda sebelum meninggalkan tanah Karo.

Ketika ia melihat beberapa bangunan yang didirikan kolonial Belanda, membawa kerinduannya pada masa-masa Gundaling masih begitu asri dan estetik.

“Saya meninggalkan tanah Karo ini tahun 1974. Bukit Gundaling begitu asri, tertata dan estetik. Saya masih ingat banyak pohon-pohon pinus tumbuh dan membuat panorama semakin indah," ceritanya.

Diceritakannya, vila-villa dan bungalow yang dibikin orang Belanda pun masih cantik dan terawat.

"Di tahun itu, Gundaling tidak seperti yang terlihat sekarang. Banyak bangunan yang tidak tertata rapi, sembarangan saja mendirikannya. Sudah begitu bangunan-bangunan bersejarah yang ada pun terkesan diabaikan. Apalagi sampah berserak dimana-mana. Sayang sekali, Kawasan yang mestinya dikelola sesuai standart destinasi wisata internasional ini terkesan pengelolaannya asal-asalan. Tata ruangnya harus dibenahi,” ungkap Barata Sembiring.

Salah satu lokasi paling menakjubkan, yakni dari kafe Busan, yang dapat menatap panorama gunung Sinabung dan Sibayak serta hamparan perkotaan Brastagi sekaligus.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved