Viral Medsos
SIKAP Hakim MK hingga Pencopotan Anwar Usman, Kini MK Kembali Sidangkan Batas Usia Capres/Cawapres
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana (23), telah mengajukan uji materiil atas pasal yang diputuskan
Periode 2: 27 Maret 2018 s/d 03 Februari 2026
Lembaga Pengusul: DPR RI
8. Dr. Wahiduddin Adams, SH. MA
Masa Jabatan:
Periode 1: 21 Maret 2014 s/d 21 Maret 2019
Periode 2: 21 Maret 2019 s/d 17 Januari 2024
Lembaga Pengusul: DPR RI
*) Wahiduddin Adams, SH. MA akan pensiun. Posisinya akan digantikan Arsul Sani Anggota DPR RI dari Fraksi PPP. Pada 25-26 September 2023, DPR melakukan fit and proper test untuk seleksi hakim konstitusi usulan DPR. Sekitar 15 menit setelah proses wawancara berakhir pada 26 September 2023, DPR mengumumkan seluruh fraksi setuju memilih Asrul Sani sebagai Hakim Konstitusi usulan DPR RI.
9. Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H.
Masa Jabatan:
23 November 2022 s/d 08 Januari 2035
Lembaga Pengusul: DPR RI
Sikap hakim MK soal putusan minimal usia capres/cawapres
Inilah komposisi sikap 9 hakim MK terkait amar Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang tidak disepakati secara bulat yang berujung pencopotan Anwar Usman dari Ketua Mahkamah Konstitusi.
Dari 9 Hakim Konstitusi yang mengadili perkara ini, dua orang yang menyatakan alasan berbeda (concurring opinion) dan empat orang pendapat berbeda (dissenting opinion) adalah:
1. Empat hakim konstitusi pendapat berbeda (dissenting opinion):
1. Wahiduddin Adams
Jika MK mengabulkan permohonan ini, baik seluruhnya maupun sebagian, maka yang terjadi adalah Mahkamah melakukan praktik yang lazim dikenal sebagai legislating or governing from the bench tanpa didukung alasan-alasan konstitusional yang cukup. "Menimbang bahwa berdasarkan beberapa uraian argumentasi tersebut di atas, saya berpendapat Mahkamah seharusnya menolak permohonan pemohon," kata Wahiduddin.
2. Arief Hidayat
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023, merupakan perkara yang relatif baru, tetapi segera diputus. "Dari kelima perkara a quo saya merasakan adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada kelima perkara a quo yang perlu saya sampaikan," kata Arief.
"Karena hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukkan sikap penuh integritas, independen dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik mana pun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasar pada ideologi Pancasila," sambung Arief.
3. Saldi Isra
Saldi juga berpendapat seharusnya MK pun menolak permohonan a quo Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. "Bahwa berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda ini," kata Saldi.
Ia mengatakan, sejak menjadi Hakim Konstitusi pada 11 April 2017, baru kali ini ia mengalami peristiwa yang dianggap “aneh” yang “luar biasa”. Bahkan, Saldi berujar peristiwa itu dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. "Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," ucap Saldi.
4. Suhartoyo
Suhartoyo menyatakan para pemohon bukan subjek hukum yang berkepentingan langsung untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden. Maka dari itu, pemohon tidak relevan memohon untuk memaknai norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 untuk kepentingan pihak lain, sebagaimana dalam petitum permohonannya.
"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, saya berpendapat terhadap permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi seharusnya juga tidak memberikan legal standing kepada pemohon dan oleh karenanya tidak ada relevansinya untuk mempertimbangkan pokok permohonan, sehingga dalam amar putusan a quo 'menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima'," kata Suhartoyo.
2. Dua hakim konstitusi alasan berbeda (concurring opinion):
Sementara, terdapat dua hakim konstitusi menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion).
Mereka adalah Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.
1. Enny Nurbaningsih
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan alasan berbeda terkait permohonan itu. Menurut dia, dalil Pemohon telah secara spesifik menguraikan kaitan dengan berpengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. "Namun sesuai dengan tingkatan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan maka dalam konteks ini Gubernur sebagai kepala daerah otonom dan juga wakil pemerintah pusat yang relevan untuk mendekat pada level penyelenggara urusan pemerintahan yang lebih tinggi," kata ujar Enny Nurbaningsih.
"Sehingga alasan saya tersebut tidak menegasikan pandangan saya sebagai bagian yang memutus perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Nomor 55/PUU-XXI/2023. Dengan demikian saya memiliki alasan berbeda dalam mengabulkan sebagian dari petitum Pemohon, yakni 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai gubernur yang persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang'," lanjut Enny.
2. Daniel Yusmic P. Foekh
Daniel Yusmic P. Foekh mengatakan usia pada jabatan publik merupakan kebutuhan objektif. Jadi menurut dia ada kemungkinan batas usia minimum bagi keikutsertaan warga negara dalam jabatan dapat diubah sewaktu-waktu oleh undang-undang. "Berkenaan dengan batas usia kepala daerah tersebut, Mahkamah pada pokoknya telah menegaskan bahwa penentuan usia yang berbeda-beda merupakan kebutuhan objektif bagi jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah karena kebutuhan dan ukuran yang menjadi tuntutannya pun berbeda-beda. Sehingga mungkin saja batas usia minimum bagi keikutsertaan warga negara dalam jabatan atau kegiatan pemerintahan itu diubah sewaktu-waktu oleh pembentuk undang-undang sesuai dengan tuntutan kebutuhan,"kata Daniel.
Dari 9 Hakim Konstitusi yang mengadili perkara ini:
Dua hakim menyatakan alasan berbeda (concurring opinion) adalah:
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (Anggota)
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh (Anggota)
Kemudian 4 hakim menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) adalah:
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams (Anggota)
Hakim Konstitusi Saldi Isra (Anggota)
Hakim Konstitusi Arief Hidayat (Anggota)
Hakim Konstitusi Suhartoyo (Anggota)
Lalu, tiga setuju dengan amar Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023:
Hakim Konstitusi Anwar Usman (Ketua merangkap Anggota)
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah (Anggota)
Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul (Anggota)
Artinya, sejatinya hanya 3 orang Hakim Konstitusi yang setuju dengan amar putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 ini.
Sisanya 6 hakim konstitusi lainnnya memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan amar putusan. Oleh karena itu, sebenarnya putusan MK ini tidak mengabulkan petitum pemohon, melainkan menolak permohonan pemohon.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie : Jika judicial review batas usia capres-cawapres berhasil, maka berlaku untuk 2029
Di sisi lain, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa seandainya ketentuan batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) kembali diubah Mahkamah Konstitusi (MK), maka hal itu seharusnya berlaku untuk pemilihan umum (Pemilu) 2029.
Hal itu diungkapkan Jimly setelah membacakan putusan pelanggaran etik eks Ketua MK Anwar Usman dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait gugatan batas usia capres-cawapres. "Tentu saja permainan sudah jalan. Aturan main kalau diubah melalui putusan MK berlaku untuk pertandingan berikutnya 2029, kalau sekarang sudah jalan pertandingannya," kata Jimly, Selasa (7/11/2023).
"Ini perlu saya sampaikan agar memberi kepastian. Pakar analisanya macam-macam kan, cuma (berlaku 2029) untuk menimbulkan kepastian. Bangsa kita harus ada arah yang jelas," ujarnya lagi.
Pasalnya, berkat putusan nomor 90 yang terbit pada 16 Oktober 2023 itu, keponakan Anwar Usman yang juga putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dapat melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya hampir tiga tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto. Pasangan ini pun telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Rabu, 25 Oktober 2023. Akan tetapi, saat ini ketentuan usia minimum capres-cawapres pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang diubah melalui Putusan 90 itu sedang digugat lagi ke MK.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana (23), mengajukan uji materiil atas pasal tersebut.
Gugatan Brahma sudah diregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023 dan akan disidang besok, Rabu (8/11/2023), bertepatan dengan hari terakhir pengusulan bakal capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Sebelum Penetapan Capres-Cawapres Penggugat berharap agar MK bisa memutus perkara itu dalam waktu cepat karena perkara itu dianggap sudah sangat jelas lantaran sudah diperiksa MK melalui gugatan-gugatan sebelumnya.
Mereka juga meminta agar Ketua MK Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran, tidak turut mengadili perkara itu. Hal ini disetujui MKMK. "Permintaan pelapor BEM UNUSIA agar tidak mengikutsertakan Hakim Terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141PUU-XXX/2023 dapat dibenarkan," kata Jimly dalam kesimpulan putusannya.
Setelah membacakan putusan MKMK, Jimly Asshiddiqie mengapresiasi inisiatif mahasiswa itu. "Dia menguji undang-undang yang sudah mengalami perubahan karena putusan MK. Dan itu boleh diuji," kata Jimly.
Apalagi, MK telah meregistrasi perkara itu, sehingga MK harus menyidangkannya pula. MK juga sudah menjadwalkan sidang perkara tersebut besok. "Pada saat disidang nanti, para pemohon boleh menggunakan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hak ingkar. Hak ingkar terkait putusan MKMK ini, di mana hakim terlapor yang sudah diberi sanksi tidak boleh mengikuti penanganan perkara itu," ujar Jimly.
"Maka ada peluang terjadinya perubahan tapi bukan oleh MKMK, tapi oleh MK sendiri. Biarlah putusan MK diubah oleh MK sendiri melalui mekanisme yang tersedia," kata dia.
Sementara itu, dua pakar hukum tata negara, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, melayangkan uji formil terhadap putusan yang sama. Mereka menegaskan bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Anwar Usman seharusnya sejak awal tak ikut mengadili perkara tersebut karena konflik kepentingan.
Tanpa Anwar Usman, maka komposisi di MK seharusnya didominasi oleh hakim yang menolak mengabulkan perkara itu. Sama seperti Brahma, Denny dan Zainal juga meminta sidang kilat atas gugatan uji formil mereka, serta tidak dilibatkannya Anwar Usman dalam mengadili perkara tersebut.
(*/tribun-medan.com)
Baca juga: Mahfud MD Ucapkan Dua Kata Ini Usai Anwar Usman Paman Gibran Rakabuming Dipecat dari Ketua MK
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Artikel ini sebagian telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jimly Asshiddiqie Nilai jika Ada Perubahan Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Berlaku untuk 2029",
sikap hakim mk
Pencopotan Anwar Usman
batas usia capres/cawapres di bawah 40 tahun
Anwar Usman
Ketua MK
| REKAM JEJAK Brigjen Yusri Yunus, Daftar Jabatan Penting di Polri Pernah Diemban Yusri Yunus |
|
|---|
| DUDUK PERKARA Oknum TNI Prada SA Ngamuk di Tempat Hiburan Malam, TNI AD Usut Asal Senjata Api |
|
|---|
| SOSOK Brigjen Yusri Yunus Petinggi Polri Meninggal Tadi Malam, Yusri Rekan Seangkatan Kapolri |
|
|---|
| Nasib Oknum Polisi M Yunus Tendang Pengendara, Kapolres Prabumulih Diminta Bertindak, Kronologinya |
|
|---|
| Paniknya Pejabat Ini Tiba-tiba Didatangi Petugas dan Ditangkap, Puluhan Juta Uang di Bawah Meja |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/prabowo-sandi-menakar-peluang-paslon-02-prabowo-sandi-menang-di-mk-live-streaming-putusan-hakim-mk.jpg)