Berita Medan
Ketua MK Diberhentikan, Pakar Hukum : Penegakan Hukum Kita Dalam Bahaya
Menurutnya keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang hanya memberikan sanksi etik berat berupa memberhentikannya
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN - Pakar Hukum Tata Negara Universitas HKBP Nomensen Medan Januari Sihotang berpendapat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman diberhentikan secara tidak hormat.
Menurutnya keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang hanya memberikan sanksi etik berat berupa memberhentikannya sebagai ketua MK tidak tepat.
"Mengenai jenis sanksi yang dikenakan MKMK terhadap Hakim Terlapor Anwar Usman. Kalau kita telusuri dalam Pasal 41 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023, bahwa jika seorang hakim konstitusi diduga melakukan pelanggaran berat, maka sanksinya adalah pemberhentian secara tidak hormat dari jabatan hakim konstitusi. Oleh karena itu, sanksi yang diberikan MKMK dimana Hakim Terlapor Anwar Usman hanya diberhentikan dari jabtaan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi tidak tepat," kata Januari kepada Tribun Medan, Selasa (7/11/2023).
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023. Putusan itu terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman.
Usman dilaporkan usai MK memutuskan aturan yang membuat warga negara Indonesia di bawah 40 tahun bisa menjadi capres atau cawapres asal jika pernah atau sedang menduduki jabatan kepala daerah.
Menurut Januari dengan terbuktinya Ketua MK melanggar etika sangat menodai lembaga hukum di Indonesia.
Selain itu kesalahan para hakim MK meruntuhkan kepercayaan terhadap MK sebagai lembaga tertinggi negara.
"Apa hal yang terjadi saat ini merupakan alarm bahaya dalam penegakan hukum kita, terutama penegakan konstitusi. Tidak hanya mengadili norma, MK juga memutus perkara-perkara yang terkait erat dengan politik seperti PHPU dan Sengketa Hasil Pilkada. Dengan tugas dan wewenang yang sangat berat tersebut, apalagi dengan putusan MK yang bersifat final and binding, maka semua pihak harus menjaga marwah MK," kata Januari.
Harusnya para hakim MK diisi oleh para negarawan.
Dalam Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 lanjutnya, syarat utama menjadi hakim konstitusi adalah seorang negarawan.
Meski tak diatur secara rinci, menurut Januari apa yang dilakukan para hakim MK saat ini melanggar persyaratan tersebut.
MK yang harusnya lepas dari kepentingan justru terlibat dalam politik. Januari semakin heran ketika MK meloloskan aturan yang melanggar konstitusi.
"Dari sidang MKMK ini membuktikan bahwa sepertinya terjadi pembiaran terutama ketika terjadi conflict of interest dalam penanganan perkara. Kok bisa sesama Hakim MK tidak saling mengingatkan ketika dalam penanganan perkara," kata Januari.
"Adanya pelanggaran etika yang sangat nyata seperti ini akan menurunkan kepercayaan publik ketika akan menangani perkara PHPU Pilpres dan Pileg tahun 2024 nanti," tutupnya.
Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11/2023). Sidang ini dipimpin oleh majelis yang terdiri atas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Ketua-MK-Anwar-Usman-saat-dilantik.jpg)