Viral Medsos

Ribuan Ilmuwan Sebut Kiamat di Depan Mata, Internet Padam Tahun 2025, Ungkap 8 Skenarionya

Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) telah mengingatkan dan memprediksi badai Matahari akan terjadi pada tahun 2025.

Editor: AbdiTumanggor
Mirror
Ilmuwan sebut kiamat sudah dekat. (ilustrasi) 

Pada tahun 2015 lalu, lebih dari 200 negara telah menandatangani Perjanjian Iklim Paris yang mencakup janji untuk menjaga suhu global jauh di bawah 2 derajat Celsius di atas rata-rata pra-industri.

Hal ini untuk mencegah wilayah seperti New York, Mumbai, Shanghai, dan kota-kota pesisir lainnya agar tidak tenggelam dalam air dan menyelamatkan lebih dari satu miliar manusia yang mendiami wilayah pesisir.

"Skala kehancuran berada di luar kemampuan kita, kemungkinan besarnya peradaban manusia bisa segera berakhir," kata para ahli menyimpulkan.

Laporan ini muncul setelah sebuah studi tentang perubahan iklim membahas ancaman kenaikan suhu global 1,5 derajat Celcius dapat mendorong ke sejumlah hal negatif, termasuk cuaca ekstrem, banjir, dan gelombang panas.

4. Hancurnya ekosistem

Manusia mengandalkan ekosistem yang seimbang agar bisa hidup di tingkat sosial dan ekonomi. Sementara itu, ekosistem juga tidak bisa diambil begitu banyak.

Polusi, pergerakan spesies di seluruh dunia, dan rusaknya habitat makin mengancam ekosistem. Jika ekosistem melewati ambang batas, maka air tawar akan menjadi langka, kualitas tanah menurun, dan keanekaragaman hayati hancur. "Hal ini akan membuat kondisi manusia memburuk secara signifikan," tulis para penulis.

Sebagai contoh, sejak 1960 perubahan iklim dan kekeringan menyusut 90 persen dan berdampak pada 40 juta kehidupan.

5. Pandemi

Berkat adopsi kemajuan medis, seperti peluncuran vaksin, tingkat penyakit seperti kolera dan malaria menurun pada abad lalu.

Tetapi ancaman pandemik bencana tetap ada, karena penyakit baru yang tidak dilengkapi pelindung seperti vaksin dapat muncul.

Misalnya ada mikro-organisme yang menyebar ke kawasan yang padat penduduk lewat pasokan air. Sebelumnya virus covid yang menyebar lewat udara dan sentuhan.

Resistensi terhadap antibiotik juga menjadi perhatian utama karena menghilangkan senjata penting dalam perang melawan bakteri dan penyakit.

6. Dampak asteroid

Seperti kita tahu, di masa lalu sebuah asteroid menghancurkan seluruh dinosaurus di muka bumi.

Berkaca dari hal tersebut, tidak ada yang dapat memastikan bahwa hal itu tidak lagi terjadi. Bukti menunjukkan, tabrakan asteroid dengan konsekuensi bencana terjadi rata-rata setiap 120.000 tahun.

Para ahli khawatir puing-puing dari tabrakan asteroid bisa menutup sinar matahari sampai berbulan-bulan, merusak lingkungan, dan ekosistem.

Ahli memperkirakan korban tewas akibat asteroid bisa mencapai ratusan juta jiwa.

7. Letusan supervolcanic

Erupsi supervolcanic diyakini dapat menghancurkan 400 kilometer kubik materi.

Data tentang kejadian semacam itu relatif terbatas dan oleh karena itu sulit untuk memprediksi letusan secara akurat.

Namun, para ahli vulkanologi percaya letusan supervolcanic terjadi setiap 17.000 tahun sekali, dan yang terakhir terjadi di Selandia Baru sekitar 26.500 tahun lalu.

Jika gunung berapi super seperti Yellowstone di AS meletus, maka hampir seluruh makhluk hidup dapat terbunuh dan infrastruktur seperti pertanian akan hancur.

Bukan itu saja, sejumlah negara memiliki titik letusan gempa bumi yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan goncangan dahsyat.

Polutan seperti sulfat dan abu juga dapat menghalangi sinar matahari untuk waktu yang singkat dan menyebabkan penurunan suhu global. 

8. Artificial intelligence (AI)

Para ahli sangat prihatin dengan prospek robot yang melampaui kecerdasan manusia.

Terlepas dari upaya menyelaraskan mesin dengan moralitas yang disepakati, kesalahan kecil dapat membuat manusia berada di tangan teknologi dengan tingkat kecerdasan yang ekstrim.

Skenario berbahaya yang paling mungkin akan melihat AI sebagai senjata baru yang dapat menjadi bumerang.

Seperti halnya dengan warning dari pria yang secara luas dipandang sebagai bapak kecerdasan buatan (artificial intelligence) telah mengundurkan diri dari pekerjaannya di Google seraya memperingatkan tentang bahaya yang dapat muncul dari perkembangan AI.

Geoffrey Hinton, 75 tahun, baru-baru ini mengumumkan pengunduran dirinya dalam sebuah pernyataan kepada surat kabar New York Times. Ia berkata bahwa ia sekarang menyesali pekerjaannya.

Ia mengatakan kepada BBC beberapa bahaya chatbot AI "cukup menakutkan".

"Saat ini, mereka tidak lebih cerdas dari kita, sejauh yang saya tahu. Tapi saya pikir tak lama lagi mereka mungkin akan begitu (menjadi lebih cerdas dari manusia)."

Dr. Hinton juga mengakui bahwa usianya punya andil dalam keputusannya untuk meninggalkan Google. "Usia saya 75 tahun, jadi sudah waktunya untuk pensiun," katanya kepada BBC.

Riset terobosan Hinton tentang neural network dan deep learning membuka jalan untuk sistem-sistem AI masa kini seperti ChatGPT.

Dalam teknologi kecerdasan buatan, neural network adalah sistem yang mirip dengan otak manusia dalam kemampuannya mempelajari dan memproses informasi.

Mereka memungkinkan AI untuk belajar dari pengalaman, layaknya manusia. Inilah yang disebut deep learning.

Sang psikolog kognitif dan ilmuwan komputer berdarah Inggris-Kanada ini berkata kepada BBC bahwa chatbot tak lama lagi dapat melampaui level informasi yang disimpan oleh otak manusia.

"Sekarang, yang kita saksikan ialah sistem-sistem AI seperti GPT-4 memiliki pengetahuan umum yang jauh melampaui pengguna manusia. Dalam hal nalar, ia tidak sebagus itu (manusia), tapi sudah melakukan penalaran sederhana," ujarnya.

"Dan melihat laju kemajuannya, kita dapat berharap mereka menjadi lebih baik dengan cepat. Jadi kita perlu khawatir tentang itu."

Dalam artikel di New York Times, Dr. Hinton menyebut tentang "aktor-aktor jahat" yang akan mencoba menggunakan AI untuk "hal-hal buruk".

Ketika diminta oleh BBC untuk mengelaborasi komentar ini, ia menjawab: "Ini hanya skenario terburuk, semacam skenario mimpi buruk.

"Anda dapat membayangkan, misalnya, seorang aktor jahat memutuskan untuk memberi robot kemampuan untuk menciptakan subtujuan mereka sendiri."

Sang ilmuwan memperingatkan bahwa ini akhirnya dapat "menciptakan subtujuan seperti 'Saya perlu mendapatkan lebih banyak kekuatan'".

Ia menambahkan: "Saya menyimpulkan bahwa jenis kecerdasan yang kita kembangkan sangat berbeda dengan kecerdasan yang kita punya.

"Kita adalah sistem biologis dan ini adalah sistem digital. Dan perbedaan besarnya ialah dengan sistem digital, Anda bisa punya banyak salinan dari satu berat yang sama, model yang sama, tentang dunia."

Matt Clifford, ketua Badan Riset dan Penemuan Tingkat Lanjut Inggris, berbicara dalam kapasitas pribadi, berkata kepada BBC bahwa pengumuman Dr. Hinton "menekankan betapa cepatnya perkembangan kapabilitas AI".

"Ada banyak manfaat dari teknologi ini, tetapi amat penting dunia banyak berinvestasi, dan segera, dalam keamanan dan kontrol AI," ujarnya.

Dr. Hinton bergabung dengan semakin banyak pakar yang mengungkapkan kekhawatiran tentang AI — baik tentang kecepatan maupun arah perkembangannya.

Maret lalu, surat terbuka yang ditandatangani oleh puluhan orang di bidang AI, termasuk miliarder teknologi Elon Musk — meminta penangguhan perkembangan AI yang lebih canggih dari versi chatbot AI ChatGPT saat ini, supaya langkah-langkah keamanan yang kuat dapat dirancang dan diimplementasikan.

(*/Tribun-medan.com)

Baca juga: Israel Diusulkan Pakai Senjata Kiamat, Ini Spesifikasi Rudal Balistik Antarbenua Jericho 3

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved