Pilpres 2024

Beberkan Kesepakatannya dengan Megawati, Mahfud MD: Bagi Saya Ini Surprise Betul

Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap kesepakatan politik dirinya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri

Editor: AbdiTumanggor
ig@ganjar_pranowo
Potret kedekatan Menko Polhukam Mahfud MD dengan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (ig@ganjar_pranowo) 

Mahfud berharap RUU Perampasan Aset segera dibahas oleh DPR. "Agar kita bisa segera membuat (jera) para pelaku tindak pidana dan terutama koruptor," kata Mahfud.

6 kali terlewati

Sejak surpres diterima DPR RI, setidaknya sudah enam kali rapat paripurna diselenggarakan. Akan tetapi, tak satu pun rapat paripurna yang membacakan RUU Perampasan Aset.

Adapun enam rapat paripurna DPR ini meliputi, rapat paripurna yang dilaksanakan pada 16 Mei 2023 dan rapat paripurna pada 19 Mei 2023. Rapat tersebut merupakan ajang penyampaian pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) tahun anggaran 2024.

Selanjutnya, rapat paripurna terkait penyampaian pandangan fraksi atas KEM dan PPKF spada 23 Mei dan rapat paripurna tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi terkait KEM dan PPKF pada 30 Mei 2023.

Kemudian, rapat paripurna laporan Komisi XI DPR terhadap hasil uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK RI periode 2023-2028 yang digelar pada 13 Juni.

Terakhir, rapat paripurna penyampaian Ikhtiar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 2022 serta Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan Semester II 2022 dan Penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2022 oleh BPK RI pada 20 Juni 2023.

Faktor politik

Di sisi lain, Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus mengungkapkan, terhambatnya pembacaan surpres RUU Perampasan Aset dalam rapat paripurna disebabkan proses politik yang belum tuntas di antara fraksi-fraksi parpol parlemen.

"Itu kan ada proses secara politik di antarfraksi, itu kan masih berjalan gitu loh. Sehingga mereka setelah bulat, baru sampai ke kami-kami pimpinan itu," ucap dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menyadari bahwa kehadiran RUU Perampasan Aset genting. Kendati demikian, pihaknya mengaku perlu mencermati masukan masyarakat sebelum akhirnya RUU Perampasan Aset dibacakan di rapat paripurna.

"Namun, juga masukan dan tanggapan dari masyarakat, kemudian hal-hal lain yang harus kami cermati juga itu menjadi sangat penting," ujar Puan.

Ia meminta semua pihak untuk bersabar. Puan tak ingin proses pembahasan dilakukan secara tergesa-gesa.

"Jadi jangan melakukan satu pembahasan itu dengan terburu-buru, kemudian enggak sabar, kemudian hasilnya enggak maksimal," tuturnya.

DPR tidak komitmen

Ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Ganarsih, menilai DPR  tak komitmen dalam mengawal RUU Perampasan Aset. Sebab, DPR sebelumnya mendesak pemerintah untuk mengirim surpres. Namun, setelah pemerintah melayangkan supres, DPR justru terkesan tidak komitmen.

"Artinya kan memang tidak komitmen, masyarakat bisa menilai sendiri," kata Yenti saat dihubungi Kompas.com.

Yenti tak menampik bahwa produk UU tak bisa dilepaskan dari faktor politik. Akan tetapi, sikap DPR terkait RUU Perampasan Aset memperlihatkan tidak adanya komitmen politik terhadap pemberantasan korupsi di Tanah Air.

"Komitmen politik terhadap pemberantasan korupsi tidak ada, ini sudah sangat terlambat," tegas dia.

(*/tribun-medan.com)

Artikel ini telah tayang sebagian di Kompas.com

 Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter    

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved