Berita Viral

Megawati Singgung Orang Luar tak Bisa Jadi Ketum PDIP, Pengamat: Keluarga Jokowi

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa kaderisasi dan suksesi kepemimpinan di PDIP tetap berjalan dan harus mematuhi aturan

Editor: Liska Rahayu
Instagram
Megawati 

TRIBUN-MEDAN.com - Baru-baru ini, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa kaderisasi dan suksesi kepemimpinan di PDIP tetap berjalan dan harus mematuhi aturan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. 

Ia juga menyinggung soal opini kakaknya, Guntur Soekarnoputra, yang menyebutkan kelanjutan karir politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah lengser, dan peluangnya untuk menjadi ketua umum PDIP.

Megawati menanggapi wacana Guntur dengan menyebutkan tiadanya peluang pihak yang disebutnya “orang lain atau orang luar” untuk menjadi ketua umum, karena dinilainya akan melanggar AD/ART PDIP.

Ia menyebutkan untuk menjadi ketua umum PDIP, harus terlebih dahulu menjadi kader partai itu, bukan orang luar PDIP.

Merespons hal itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai pernyataan Megawati tersebut sebagai sebuah “sentilan” yang dialamatkan kepada keluarga Jokowi. 

“Merupakan "sentilan karambol", di mana  satu hantaman tapi dua pihak terkena pukulan. Statement Mega itu tampaknya memang dialamatkan kepada keluarga Jokowi," kata Khoirul Umam dalam keterangannya, Senin (2/10/2023).

Umam menduga kalimat Megawati berkaitan dengan peristiwa manuver politik anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, yang lebih memilih bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), juga lantas menjadikannya sebagai Ketua Umum PSI.

“Itu besar kemungkinan ditujukan pada manuver politik Kaesang di PSI, yang dinilai tidak sesuai dengan model kaderisasi ala  PDIP. Bagi Megawati, proses penetapan figur politisi sebagai ketua umum partai politik ala Kaesang dinilainya merepresentasikan pola rekrutmen dan kaderisasi yang karbitan dan tidak mencerminkan nilai-nilai perjuangan, loyitas dan  kegigihan yang ditanamkan PDIP," papar dosen senior Departemen Ilmu Politik dan Studi Internasional Universitas Paramadina Jakarta ini. 

Terlepas dari itu, sambung Umam, pernyataan ini menegaskan bahwa Megawati ternyata memang memiliki perhatian besar terhadap manuver politik Kaesang di PSI tersebut. 

Dalam tradisi politik Jawa, lanjutnya, bisa jadi sentilan Megawati ini merupakan manifestasi kemarahan dan kekecewaan Megawati yang disampaikan dengan ekspresi sentilan yang diperhalus, terhadap Kaesang dan keluarga Jokowi yang mengabaikan AD/ART PDIP dan lebih memilih PSI. 

“Selain itu, statement Megawati itu juga bisa jadi dialamatkan kepada Jokowi yang beberapa hari lalu namanya diusulkan oleh Guntur Soekarnoputra sebagai ketua umum PDIP selanjutnya, menggantikan Megawati. Jika benar, maka statemen Megawati ini bisa dimaknai sebagai penolakan terhadap usulan Guntur tersebut”, imbuh Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) ini. 

Menurut Umam, sejak awal Megawati telah mewanti-wanti para kadernya, termasuk Capres Ganjar Pranowo, untuk tidak ikut campur dalam subsesi kepemimpinan PDIP.

Hal itu  konon, tambahnya, termaktub dalam dokumen perjanjian yang ditandatangani Ganjar saat menerima mandat sebagai Capres dari PDIP. 

“Selain itu, usulan Guntur juga dipandang agak bias kepentingan dan subjektivitas politik pribadinya yang terkesan ingin membersihkan PDIP dari trah keluarga Megawati," terang Umam.

Sehingga Umam melihat sebagai sebuah hal yang wajar, jika sejak awal Guntur yang juga merupakan anggota keluarga besar Soekarno, berani menolak secara mentah-mentah rencana pencapresan atau pencawapresan Puan Maharani. 

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved