PERMAMPU Rayakan Hari Kesehatan Seksual dengan Pendidikan Seksualitas

Konsorsium PERMAMPU merayakan Pekan Hari Kesehatan Seksual Internasional dengan melaksanakan pendidikan seksualitas.

TRIBUN MEDAN/HO
PELAKSANAAN Pekan Hari Kesehatan Seksual Internasional yang dilakukan Konsorsium PERMAMPU secara hibrid pada Rabu (13/09/2023). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Konsorsium PERMAMPU merayakan Pekan Hari Kesehatan Seksual Internasional dengan melaksanakan pendidikan seksualitas yang dilakukan secara hibrid pada Rabu (13/09/2023).

Pada kegiatan bertema “Kesehatan Seksual untuk Kita dan Keluarga” tersebut, lebih dari 200 peserta hadir secara online dari unsur kelompok perempuan muda, perempuan akar rumput dan feminist birokat yang tersebar di seluruh Propinsi di Sumatera.

Mereka merupakan dampingan, perwakilan lembaga maupun jaringan Flower Aceh- Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau-Riau, LP2M-Sumatera Barat, APM-Jambi, CP WCC- Bengkulu, WCC Palembang- Sumatera Selatan, DAMAR-Lampung. Kegiatan ini menghadirkan narasumber specialist HKSR, Budi Wahyuni yang juga Komisioner Komnas Perempuan periode 2015-2019

Koordinator PERMAMPU, Dina Lumbantobing dalam keterangan persnya yang diterima Tribun-Medan.com, Senin (18/09/2023) menjelaskan, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen melakukan amandemen  UU Perkawinan No. 1/1974  menjadi UU No. 16/2019 tentang Perkawinan dan menyebutkan perkawinan diperbolehkan ketika usia di atas 19 tahun.

Tetapi berdasarkan pengalaman lapangan PERMAMPU, perkawinan usia ≤ 19 tahun masih  banyak ditemukan karena minimnya pengetahuan Kesehatan Seksual maupun faktor lainnya. Sehingga PERMAMPU melakukan penyadaran publik terkait Kesehatan Seksual yang sering  dianggap tabu.  

“Padahal menurut WHO, sehat (sejahtera) tidak hanya secara tubuh atau fisik,  juga mental (emosi) dan sosial. Namun sehat secara sosial ini yang sering tertinggal. Perempuan dan kelompok minoritas sering mengalami penghakiman dalam pemenuhan hak Kesehatan Seksualnya,” kata Dina.

Sementara itu, Budi Wahyuni menjelaskan, seksualitas ada aspek biologis, psikologis, sosial dan kultural. Banyak tokoh dan pengambil kebijakan masih malu berdiskusi topik seksualitas karena dianggap ajakan melakukan hubungan seksual.

Baca juga: Perayaan Hari Anak Nasional Konsorsium Permampu, Usia Menikah yang Matang Disarankan 20-25 Tahun

“Ini salah besar, padahal membincangkan berbagai kehidupan terkait seksualitas tidak hanya pada perilaku  seks, tetapi juga memahami alakontrasepsi, HIV/AIDS, remaja, lansia, orientasi, menopause serta keprihatinan lainnya terkait Angka Kematian Ibu yang belum ditekan secara signifikan,” kata Budi Wahyuni.

Juga disebutkan dalam Dokumen ICPD Kairo 1994, bahwa hak informasi dan pendidikan seksualitas menjadi hak setiap orang tanpa terkecuali. Informasi ini dibutuhkan sejak dalam konsepsi, bayi lahir hingga masuk liang kubur. Namun informasi yang diperoleh tidak lengkap dan tidak tahu akses untuk memperoleh informasi, padahal dorongan seks tidak dapat direncanakan.

Sedangkan Hendri yang merupakan Wali Nagari Koto dari Sumatera Barat merefleksikan apa yang terjadi di Nagari sebenarnya tidak ada yang menikah anak, tapi 'kecelakaan' di bawah umur karena kehamilan yang tidak diinginkan. Kemajuan teknologi yang membuat mereka tidak tahu menjadi tahu informasi perilaku seksual yang salah.

Selanjutnya Alma dari Flower Aceh menyebutkan, di Aceh penyebab perkawinan anak karena adanya kecelakaan (kehamilan yang tidak diinginkan) dan dipaksa menikah. Selain itu, menikah karena sudah tidak memiliki orang tua dan menikah menjadi solusi. “Menikah ≤19 cepat mengalami keguguran,” sebut Alma.

Budi Wahyuni menutup diskusi dengan menegaskan, jika anak dan orang tua memiliki dasar yang kuat mengenai HKSR dengan mulai mendiskusikan isu ini ke orang tua dan komunitas, maka masalah seksual dapat diatasi. Sehingga yang muncul bukan lagi isu atau mitos yang menakuti.

“Dampak hubungan seks kepada anak laki-laki sendiri secara organ fisik tidak ada. Belum ada penelitian mendalam terkait kematangan sperma namun bisa juga secara psikis berdampak. Perempuan jauh lebih rentan daripada laki-laki. Ketidakmatangan sel Mukosa pada organ reproduksi perempuan dapat memicu kanker serviks. Jika kita tidak ingin mendapati generasi yang munduaka jangan biarkan perempuan mati sia-sia karena perkawinan usia ≤19 tahun,” katanya. (*/top/Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved