Dugaan Korupsi Dana Rehabilitasi
Dana Miliaran Rehabilitasi Hutan Mangrove Diduga Dikorupsi Kelompok Tani Hutan Bertahun-tahun
Dana rehabilitasi hutan dan lahan mangrove senilai miliaran diduga dikorupsi oleh Kelompok Tani Hutan
Penulis: Satia | Editor: Array A Argus
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Kelompok Tani Hutan (KTH) di Kecamatan Pangkalansusu, Kabupaten Langkat bersama Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Wampu Sei Ular serta Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) diduga mengorupsi dana rehabilitasi yang bersumber dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021.
Tak tanggung-tanggung, anggaran yang diduga diselewengkan dari pemerintah pusat ini nilainya mencapai miliaran rupiah tiap tahunnya.
Modus yang dilakukan para terduga pelaku dengan cara mengakali jumlah luas tanam bibit mangrove.
Kemudian, KTH bersama BPDAS dan BRGM disinyalir melakukan penanaman di lahan yang tidak tercatat dalam peta rehabilitasi, alias fiktif.
Baca juga: Proyek Reboisasi Mangrove Senilai Rp 391 Miliar Diduga Fiktif Tidak Dikerjakan
Selain itu, pembelian bibit mangrove juga diduga terindikasi korupsi.
Menurut informasi yang disampaikan GS, seorang anggota kelompok tani, tahun 2021 BRGM selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menetapkan 10 KTH pelaksana swakelola dan luas area tanam kegiatan padat karya program percepatan rehabilitasi mangrove di Provinsi Sumatera Utara, dengan surat SK./BRGM/KPA/2021.
Adapun ke 10 KTH yang diduga melakukan korupsi, yakni Kelompok Tani Hutan Tunas Baru I 195 hektare (ha), Maju Pelawi 200 ha, Sepakat Berkaya 200 ha, Tunas Baru II 204 ha.
Lalu, KTH Kelompok Penghijau Maju Bersama 135 ha, Harapan Baru 100 ha, Wahana Hijau 305 ha, Mangrove Sejahtera Hijau 114 ha, Pantai Lestari 121 ha dan Bakau Indah 146 ha, dengan total luas mencapai 1.720 hektare.
Baca juga: Momen Presiden Jokowi ‘Nyemplung’ Bersama Menhan Hingga 4 Jenderal TNI-Polri Tanam Mangrove
Dalam Rincian Anggaran Biaya (RAB), untuk satu bibit mangrove dibeli Rp 2.200.
Masing-masing KTH dapat menanam bibit mangrove mencapai ribuan batang per hektarenya.
Seperti penanaman yang dilakukan oleh KTH Tunas Baru diketuai oleh Yenti Sim dengan menggunakan tiga metode tanam, yakni Itensif 10 ha (10.000 batang per ha), Pengayaan 144 ha (3000 batang per ha) dan Silvofishery 50 ha (1.600 batang per ha).
Jika dikalkulasikan luas lahan dengan jumlah bibit, maka KTH Tunas Baru melakukan penanaman sebanyak 612.000 batang pada 204 ha, dengan anggaran Rp 1,3 miliar.
Baca juga: Banjir Rob Kembali Rendam Permukiman di Belawan, Warga: Cepat Lah Diatasi Masalah Ini
Bila dihitung luas secara keseluruhan 1.720 hektare, dengan masing-masing metode tanam, maka anggaran untuk pembelian bibit ini mencapai Rp 9.248.140.000.
Anggaran yang cukup fantastis dalam sekali pembelian bibit mangrove, dan ini belum terhitung biaya lainnya.
GS mengatakan, bahwa seluruh KTH patut diduga merekayasa luas tanam penanaman bibit mangrove di Kecamatan Pangkalansusu.
"Semua itu telah direkayasa oleh KTH, BPDAS Wampu Sei Ular dan BRGM," kata sumber saat ditemui di Kabupaten Langkat belum lama ini.
Baca juga: Emak-emak Protes, Alat Berat Hancurkan Hutan Mangrove di Sergai
Sumber mengatakan, beberapa KTH juga tidak memiliki lahan, alias fiktif.
"Lahan yang diakui itu kebanyakan perkebunan yang dikelola oleh warga, dan itu sudah menyalah. Tapi KTH tetap memetakan area tanam mangrove di Desa Alur Cempedak," ucapnya.
Tidak hanya itu, ada juga KTH yang melakukan penanaman bibit mangrove di sumur minyak milik PT Pertamina.
"Ada KTH yang mengklaim menanam bibit mangrove di area penggalian minyak, kan sudah tidak masuk akal pengerjaan ini. Korupsi ini sudah terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif," jelasnya.
Baca juga: Tahun 2022, BRGM RI Targetkan 373 Hektare Lahan Mangrove di Sumut Direhabilitasi
GS mengatakan, dugaan korupsi mangrove yang terjadi di Kecamatan Pangkalansusu sudah sangat merugikan negara.
Sebab, setiap tahunnya negara selalu menggelontorkan anggaran puluhan, bahkan ratusan miliar rupiah, yang kemudian patut diduga berujung korupsi.
"Kita sesalkan, kenapa Aparat Penegak Hukum tidak melakukan pengawasan terhadap anggaran penanaman mangrove ini. Begitu bebas dan terbukanya para pelaku melakukan indikasi korupsi," jelasnya.
Jika ditotal secara keseluruhan tahun anggaran 2021, kata GS, dugaan korupsi penanaman mangrove ini untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai Rp 391 miliar.
Baca juga: Restorasi Hutan Mangrove, Teras Hijau Sumatera Tanam 1000 Bibit Pohon Mangrove di Percut Sei Tuan
Seluruh kegiatan yang dilakukan ini, sambungnya, tidak sesuai dengan apa yang dimohonkan, yakni melindungi kawasan mangrove dari kerusakan.
"Semua ini sudah tidak masuk akal, korupsi merajalela di Kecamatan Pangkalansusu ini, begitu banyak uang negara habis hanya untuk mereka para pelaku korupsi. Saya punya bukti semuanya, dan ini akan saya laporkan juga ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," jelasnya.
Terpisah, Ketua KTH Tunas Baru, Yenti Sim tak mau berkomentar ketika dikonfirmasi mengenai dugaan korupsi ini.
Yenti Sim memilih bungkam.
Sementara itu, Kepala BPDAS Wampu Sei Ular, Sigit Nugroho mengaku tidak mengetahui dugaan korupsi anggaran rehabilitasi dan penanaman mangrove ini.
Sebab, kata Sigit, dia baru menjabat sebagai Kepala BPDAS Wampu Sei Ular.
"Enggak tau kalau soal ini," katanya.
Hanya saja, kata dia, pejabat dan beberapa orang pegawai BPDAS Wampu Sei Ular sebelumnya, telah dimintai keterangan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
"Kalau kegiatan PEN mangrove tahun 2021, setahu saya sudah dimintai keterangan di Kejati Sumut, dan sekarang masih proses," ungkapnya.
Sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Yuliani Siregar mengaku tidak tahu koordinasi yang dilakukan oleh BPDAS dan BRGM dengan pejabat sebelumnya.
"Kalau soal ini saya tidak tahu apakah koordinasi atau tidak. Karena saya tidak di Dinas Kehutanan sewaktu penanaman dilakukan," ungkapnya.
Sewaktu menjabat sebagai Kepala Bidang Perlidungan di Dinas Kehutanan, Yuliani mengatakan, kegiatan yang dilakukan di wilayah hutan selalu berkoordinasi.
Disinggung mengenai Dinas Kehutanan tidak melakukan pengawasan, Yulaini terdiam.
"Dulu waktu saya Kabid Perlidungan, mereka koordinasi dengan kita untuk melakukan penanaman," ujarnya.
Seluruh KTH yang berada di Sumut, kata dia, juga binaan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Memang KTH itu adalah binaan kita juga," ujarnya.
Yuliani membenarkan, bahwa saat ini Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara memeriksa pejabat di BPDAS dan BRGM dalam dugaan korupsi ini.
"Sekarang sudah ditangani oleh kejaksaan. Sudah dipanggil yang terlibat dalam hal ini," kata dia.
Untuk anggaran, kata Yuliani, seluruh penanaman mangrove yang dilakukan oleh BPDAS dan BRGM digelontorkan dari Pemerintah Pusat.
"Itu anggaran APBN," jelasnya.
Saat ini, dirinya mengaku belum ada panggilan dari kejaksaan untuk memberikan keterangan.
Tidak menutup kemungkinan, sambungnya, pegawai Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dipanggil, untuk memberikan komentar.
"Kalau Dinas Kehutanan belum tau siapa aja yang telah diperiksa, karena saya baru jadi kadis, dan belum ada juga surat panggilan ke kita," ungkapnya.(Wen/Tribun-Medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/hutan-mangrove-medan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.