Respons TNI Penerapan Siaga Tempur di Papua Menuai Kritik, Diminta Dibatalkan

Pascapenyerangan KKB Papua yang menewaskan 4 prajurit TNI, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mulai menerapkan siaga tempur di Papua.

Editor: Salomo Tarigan
KOMPAS.COM/ACHMAD FAIZAL)
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono (tengah) dan jajarannya 

Sementara itu, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono sebelumnya mengumumkan penerapan operasi siaga tempur di daerah-daerah rawan di Papua.

Operasi itu diterapkan terkait penyerangan oleh KKB terhadap pasukan TNI yang sedang menyisir lokasi di Mugi-man, Nduga, pada Minggu (15/4), guna mencari pilot Susi Air Phillips Mehrtens.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak TNI untuk membatalkan operasi siaga tempur di Papua.

Ketua Centra Initiative, Al Araf, dari perwakilan koalisi itu mengungkapkan alasannya mendesak agar operasi tersebut dibatalkan.

Sebab, kebijakan itu hanya akan terus memproduksi kekerasan.

Baca juga: DISIARKAN LANGSUNG Liverpool vs Nottingham, Manchester City vs Sheffield,Liga Italia Lazio vs Torino

"Jika itu pilihan kebijakan yang akan ditempuh, maka koalisi mendesak agar rencana itu dibatalkan," kata Araf dalam keterangan resminya yang dikutip dari Kompas.com pada Rabu (19/4/2023).

Araf menuturkan, pendekatan keamanan militeristik yang diterapkan selama ini, baik secara langsung dan tidak langsung berakibat terjadinya peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.

Ia mengungkapkan, beberapa kasus kekerasan yang terjadi di Papua seperti pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani pada 2020 hingga pembunuhan yang disertai mutilasi terhadap empat warga sipil di Papua pada 2022.

Tak hanya itu, ia melanjutkan, ada pula kasus penyiksaan terhadap tiga anak yang dituduh melakukan pencurian pada 2022.

Araf menyebut, selama ini praktik impunitas selalu menjadi persoalan yang terus terjadi dalam kekerasan yang melibatkan aparat keamanan di Papua.

Karena itu, penegakkan hukum dinilai lebih tepat untuk memutus mata rantai persoalan impunitas tersebut.

Baca juga: Jessica Mila Jadi Boru Damanik, Undangan Nikah Tersebar, Tanggal Pernikahan Diungkap Otto Hasibuan

Menurutnya, hal itu lebih penting untuk mencegah berulangnya kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap masyarakat sipil di Papua.

Araf menegaskan, pendekatan keamanan militeristik di Papua harus segera dievaluasi.

Adapun evaluasi itu bisa dilakukan dengan upaya penataan ulang terhadap gelar kekuatan pasukan TNI di Papua.

"Selama ini, ada indikasi terjadi peningkatan jumlah kehadiran pasukan TNI yang semakin tidak proporsional, seiring dengan terus dijalankannya pemekaran struktur organik dan pengiriman pasukan TNI non-organik dari luar Papua," kata Araf.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved