Puasa di Negeri Orang
CERITA Ahmad Zikri, Jalani Ramadan di Turki, Rindu Ikan Asam Padeh dan Nasi Putih Buatan Sang Kakak
Zikri mengaku banyak yang berbeda dari suasana Ramadan di Indonesia dengan di negara empat musim tersebut.
"Di Indonesia cukup meriah dalam penyambutan Ramadan, contohnya saya di daerah Riau ketika penyambutan ramadan begitu banyak kompetisi baik itu MTQ ataupun lomba adzan, lomba cerdas cermat agama dan sebagainya. Jadi itu cukup meriah jadi merasa ramadan itu benar-benar beberapa hari lagi. Kalau di sini ramadan datang pada hari itu ya cuma sekedar informasi aja di media bahwasanya ramadan datang," ujarnya.
Setiap Hari Menyantap Menu Makanan Khas Turki
Karena tinggal di asrama kampus, menu makanan Zikri setiap harinya harus mengikuti makanan yang disediakan di asrama. Makanan tersebut cenderung merupakan makanan khas Turki yang karbohidrat utamanya adalah roti.
"Contohnya ketika sahur hingga berbuka puasa itu cukup berbeda, kalau sahurnya saya di sini tidak akan berjumpa dengan nasi, jadi di sini sahurnya pakai roti kemudian pakai selai, pakai putih telur, dan beberapa buah zaitin juga untuk sahurnya. Menurut saya itu kurang ya tapi begitulah akhirnya terbiasa. Karena ini sudah ramadan kedua jadi tidak terlalu berat untuk merasakan sahur di Turki," katanya.
Sementara untuk menu berbuka, Zikri mengatakan menunya bisa mencakup mie dan tidak dijumpai sirup seperti yang biasanya ada di Indonesia.
"Kadang cuma ada sebatas matarna atau mie jadi ya harus survive benar merasakan perbedaan dari segi makanannya cukup berbeda baik itu dari segi rasa maupun menu yang disediain," ungkapnya.
Mahasiswa dan pekerja Indonesia di Turki, kata Zikri juga kerap menggelar buka puasa bersama. Hal ini terasa spesial baginya, karena banyak makanan Indonesia yang bisa dinikmati pada momen buka puasa.
"Yang spesial berbuka dengan orang-orang Indonesia karena di momen itu bisa menikmati makanan-makanan Indonesia. Ini yang sayang sekali kalau dilewatkan. Khususnya seperti saya yang tinggal di asrama jadi semua makanan itu ya makanan Turki. Jadi sangat sulit kalau untuk makan makanan Indonesia," katanya.
Pelaksanaan Salat Tarawih dengan Mahzab Berbeda
Dikatakan Zikri, perbedaan lainnya yang ia rasakan adalah ibadah Salat yang cenderung menggunakan mahzab Hanafi. Hal ini membuatnya sedikit sulit mengikuti lantaran di Indonesia yang mayoritas menggunakan mahzab Syafii.
"Jadi baik itu Salat Witir dan Tarawihnya itu berbeda. Karena saya mahasiswa asing, atau di sini disebut yabance, di sini kami Salatnya berjamaah karena di sini orang-orangnya banyak dari timur tengah jadi untuk Salat Qiyamul Lail-nya itu menggunakan mazhab syafii jadi masih terasa seperti di Indonesia juga," katanya.
Untuk akses beribadah di Turki sendiri, Zikri mengatakan sangat mudah dijumpai masjid di sini dan cukup mewah dan megah.
Tapi sedikit berbeda dengan Indonesia, di mana masjid biasanya disebut Jamik dan masjid sendiri dalam bahasa Turki adalah Musala jika di Indonesia.
"Ya kalau di sini Jamik itu masjid kemudian kalau masjid itu sendiri itu musola kalau di kita. Musola di sini banyak, misalnya kita temui di gedung-gedung kampus ataupun di asrama di setiap blok itu ada musola," katanya.
Untuk perayaan Hari Raya Idul Fitri sendiri, Zikri mengatakan juga tidak semeriah di Indonesia. Hari libur lebaran biasanya hanya dua atau tiga hari.
"Kalau pas ramadan tidak ada perbedaan baik jadwal kuliah maupun perkantoean. Kadang kuliah bahkan sampe magrib. Kalau lebaran juga libur cuma tiga hari. Sementara kalau di kampung saya bahkan ada namanya hari raya enam. Jadi pada hari raya ke enam itu kita selain silaturahmi ke rumah keluarga kita keliling ke kuburan-kuburan keluarga," ucapnya.
(cr14/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Ahmad-Zikri-mahasiswa-doktoral-jurusan-Mechanical-Engineering.jpg)