Sidang Ferdy Sambo

Pembunuhan Yosua Dipastikan Tak Spontan, Pakar Hukum Pidana: Kenapa Ada Waktu Main Bulu Tangkis?

Ferdy Sambo yang mengaku marah ketika mendengar kabar istrinya diperkosa oleh Yosua tidak sesuai dengan fakta yang ada. 

KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo berpelukan saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2022). Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 10 orang saksi pada persidangan kali ini. 

TRIBUN-MEDAN.com - Ferdy Sambo yang mengaku marah ketika mendengar kabar istrinya diperkosa oleh Yosua tidak sesuai dengan fakta yang ada. 

Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Irawan menjelaskan, unsur pembunuhan berencana memiliki rentang waktu untuk melakukan perencanaan.

Hal ini berbeda dengan pembunuhan dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Menurut Asep, jika pembunuhan dilakukan secara spontan, peristiwa tersebut sudah terjadi saat Ferdy Sambo mengetahui istrinya, Putri Candrawathi mendapat kekerasan seksual dari Brigadir J di Magelang.

Di sisi lain, ada rentang waktu bagi Sambo untuk merencanakan menghilangkan nyawa Yosua.

Semisal saat Sambo memanggil Ricky Rizal di rumah di Jalan Saguling.

Saat itu, Sambo meminta Ricky untuk menembak Yosua.

Perintah yang sama juga diberikan kepada Richard Eliezer, saat Ricky tidak berani menembak Brigadir J. Selanjutnya menentukan lokasi penembakan Brigadir J dilakukan di Duren Tiga. 

"Kalau emosi, kenapa ada jeda waktu? Ada waktu untuk main bulu tangkis dan sebagainya. Kalau emosi, tidak ada jeda waktu. Kalau dikaitkan dengan tenang, ya tenang untuk memerintahkan untuk membunuh," ujar Asep di program Kompas Petang KOMPAS TV, Selasa (3/1/2023).

Baca juga: Lowongan Kerja Medan, RSU Royal Prima Buka Loker untuk 3 Posisi Ini

Baca juga: DERETAN Konser yang Akan Diadakan di Medan Tahun 2023, Berikut Jadwal dan Lokasinya

Asep menambahkan, terkait motif dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J, tidak menjadi unsur yang penting untuk dibuktikan. 

Jika kekerasan seksual menjadi motif pembunuhan, hakim tetap mengacu pada dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) bahwa ada perencanaan perkara tersebut. 

"Yang dibuktikan itu 340 (pasal pembunuhan berencana). Motif hanya pertanyaan itu tidak harus dibuktikan, kalau tidak terbukti juga tidak ada masalah. Yang harus dibuktikan adalah unsur yang didakwakan," ujar Asep.

Sebelumnya, tim kuasa hukum Ferdy Sambo menghadirkan ahli Hukum Pidana dari Universitas Hasanuddin Said Karim untuk memberikan pendapat terkait motif dan unsur pembunuhan berencana dalam perkara yang menyeret Ferdy Sambo serta Putri Candrawathi. 

Ahli Hukum Pidana Said Karim menilai, syarat pembunuhan berencana harus memiliki waktu bagi pelaku dapat berpikir dengan tenang. 

Namun, terdakwa FS tidak dalam tenang untuk merencanakan pembunuhan lantaran mendapat informasi ada kekerasan seksual yang dialami istrinya. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved