Perjuangan Teman Autis

Kiprah Teman Autis: Jadi Jembatan Informasi Orang Tua, Ikut Berjuang Patahkan Stigma

Anak-anak autis patut diperlakukan layaknya pada umumnya. Mereka tidak pantas diperlakukan berbeda, apalagi dihina

HO
TEMAN AUTIS - Alvinia Christiany dan rekan sesama relawan yang mencetuskan berdirinya Teman Autis. Teman Autis hadir sebagai jembatan penyalur informasi terintegrasi terkait autism yang dapat dimanfaatkan orang tua dengan anak autis dan masyarakat luas. (TRIBUN MEDAN/HO) 

TRIBUN-MEDAN.COM,JAKARTA – Stigma mengenai anak autis di Indonesia belum hilang hingga saat ini. Anak-anak yang memiliki keterlambatan, kesulitan bergaul, penuh ketergantungan, bahkan dianggap sebagai orang dengan gangguan jiwa menjadi stigma yang melekat di masyarakat jika berbicara tentang anak autis.

Di sisi lain, istilah “autis” pun kerap dijadikan bahan candaan dalam pergaulan sehari-hari. Sangat jamak terdengar kalimat seperti: “Heh dasar autis! Enggak jelas”, atau “Ya elah autis lo gara-gara game di Android doang”, dan sebagainya. Minimnya informasi terkait autisme disadari menjadi salah satu penyebab stigma dan candaan belum bisa hilang sepenuhnya.

Hal inilah yang dirasakan Alvinia Christiany, Ratih Hadiwinoto, dan Jessica Christina sepuluh tahun terakhir. Stigma negatif ditambah dengan istilah yang dipakai sebagai bahan candaan untuk meledek orang lain menjadi sebuah kondisi yang selalu mereka saksikan di sekitar mereka. Mereka khawatir.

Kekhawatiran ini pada akhirnya membuat mereka bersepakat untuk terlibat sebagai dalam Light It Up Project, sebuah komunitas yang memiliki aktivitas dalam meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat mengenai autisme. Komunitas ini telah menggelar dua kegiatan yakni Light It Up Fun Walk tanggal 30 Juli 2017 di Car Free Day Sudirman dan Light It Up Gathering tanggal 10 Maret 2018 di Jakarta Selatan.

Sukses dengan kedua acara tersebut, anggota Light It Up Project yakni Alvinia Christiany, Ratih Hadiwinoto, dan Jessica Christina memutuskan untuk meneruskan Light it Up Project dengan memberikan kontribusi yang semakin nyata kepada masyarakat. Ratih sebagai pencetus utama melakukan pengonsepan ulang sehingga lahirlah Teman Autis dengan visi, misi dan kontribusi yang lebih jelas untuk masyarakat luas.

Alvinia menuturkan, saat mendirikan Teman Autis, ia dan rekan-rekannya masih berangkat dengan kekhawatiran yang sama saat menjadi relawan di Light It Up Project. Bahwa di masyarakat, penyandang autis masih lekat dengan stigma negatif, bahkan dianggap sebagai orang dengan gangguan jiwa. Selain itu, orang dengan autis kerap dijadikan candaan.

“Tentu saja kondisi orang dengan autisme bukanlah hal yang patut dianggap sebagai candaan. Stigma negatif ditambah istilah yang dipakai sebagai bahan candaan untuk meledek orang lain tentu saja berdampak pada penyandang autis itu sendiri maupun keluarga,” kata Alvinia kepada Tribun-Medan.com, Jumat (23/12/2022).

Dikatakan  Alvinia, saat membuat kegiatan bersama Light It Up, ia dan relawan lainnya kerap berdiskusi dengan orang tua yang mempunyai anak autis. Dari hasil diskusi, mereka ternyata melihat sebuah kebutuhan di mana orang tua yang memiliki anak autis membutuhkan wadah yang memuat beragam informasi terpercaya terkait autisme dan mereka dapat mengakses informasi tersebut dengan mudah dan gratis.

“Kami pun sepakat mendirikan Teman Autis. Awalnya Ratih yang menjadi pencetus utama, sedangkan saya dan relawan lain menjadi pendamping. Teman Autis resmi kami dirikan tahun 2018,” kata Alvinia.

Alvinia menuturkan Teman Autis hadir dalam wujud website di alamat www.temanautis.com yang menyediakan berbagai informasi tentang autisme. Website Teman Autis dapat digunakan dengan mudah agar masyarakat Indonesia (utamanya keluarga dengan anggota keluarga dengan diagnosa autisme) bisa mendapatkan informasi tentang autis.

“Website Teman Autis menjadi menjadi jembatan penyalur informasi terintegrasi yang terpercaya terkait autisme yang ditulis para ahli di bidangnya sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat mengenai autisme. Informasi yang disajikan juga diharapkan semakin memberi pemahaman yang positif kepada masyarakat luas sehingga secara perlahan akan mematahkan stigma terhadap anak autis,” ujar Alvinia.

Dalam perjalanannya, website Teman Autis tidak hanya menyajikan informasi seputar autisme, tetapi juga memberikan dukungan bagi keluarga dengan anggota keluarga dengan diagnosa autisme melalui berbagai cara. Yakni menyediakan platform yang mempertemukan klinik/fasilitas penunjang dengan orang tua dengan anak autis.

Artinya, kata Alvinia, layanan utama di website adalah direktori. Saat ini ada 100-an lembaga yang menjadi mitra Teman Autis dan informasinya ditampilkan di website. Lembaga ini mulai dari sekolah, tempat terapi, klinik, dan komunitas yang menerima penanganan anak autis.

“Pengalaman kami selama ini, orang tua mungkin memerlukan tempat terapi. Kalau di Google pasti tersedia dalam jumlah banyak, tapi tercerai berai. Jadi di website Teman Autis, informasi lembaga ini digabungkan. Kami lengkapi dengan program-program dan foto-fotonnya. Kalau misalnya orang tua mencari tempat terapi atau klinik yang dekat dengan rumahnya, sudah bisa didapatkan dengan mudah di website. Kami juga aktif di Instagram (IG) dengan akun @Teman Autis. Informasi kegiatan-kegiatan teman Autis baik secara online maupun offline kami sajikan di IG,” terang Alvinia.

Sebagai jembatan informasi, lanjut Alvinia, Teman Autis terus mengupdate konten website dengan informasi-informasi terbaru seputar autis maupun lembaga-lembaga yang bermitra dengan Teman Autis. Artinya, Teman Autis tidak menyediakan layanan pendampingan seperti terapi ataupun pendidikan. Hal ini dikarenakan ssetiap anak autis membutuhkan penanganan yang berbeda.

“Autis itu gangguan perkembangan neurologis dan bukan penyakit. Karena itu penanganannya juga berbeda. Ada anak yang mungkin perlunya terapi. Ada yang tidak perlu terapi tapi perlunya sekolah. Ada yang butuh pendampingan, dan ada juga yang tidak membutuhkan pendampingan. Jadi tergantung kebutuhan anak. Karena itulah website Teman Autis menyajikan direktori lembaga mitra. Melalui website, kami menghubungkan orang tua dengan ahlinya. Mereka bisa berkonsultasi dengan dengan dokter atau psikologi terkait penanganan yang tepat untuk anak autis,” katanya.

LELANG LUKISAN – Lelang lukisan dilakukan Teman Autis untuk mendanai operasional komunitas. (TRIBUN MEDAN/HO)
LELANG LUKISAN – Lelang lukisan dilakukan Teman Autis untuk mendanai operasional komunitas. (TRIBUN MEDAN/HO) (HO)

Kembangkan Layanan Konseling Daring

Alvinia dan relawan lainnya di Teman Autis terus mengembangkan website Teman Autis. Tak hanya sebatas direktori, website Teman Autis sejak enam bulan terakhir menyediakan layanan konseling daring. Ratusan lembaga yang selama ini menjadi bagian dari direktori diajak berkolaborasi mengisi layanan tersebut.

“Layanan konseling daring ini semakin mendekatkan orang tua anak autis dengan ahli-ahli yang sudah menjadi mitra. Dengan konseling, orang tua dan ahli dapat berkomunikasi terkait penanganan anak autis dan informasi lainnya. Solusi-solusi yang dibutuhkan juga dapat diberikan secara cepat dan tepat,” kata Alvinia.

Selain layanan konseling daring, Teman Autis juga rutin melakukan webinar dengan mengundang narasumber yang ahli di bidangnya. Webinar ini biasanya dilakukan dengan melihat statistik artikel seperti apa yang banyak dibaca atau dicari di website. Pengalaman Teman Autis, kata Alvinia, informasi yang banyak dibaca dan dicari lebih kepada edukasi bagaimana membesarkan anak autis.

“Misalnya teknik mengajarkan anak autis agar bisa ke toilet secara mandiri atau bagaimana menghadapi anak autis yang tantrum. Nah, kami mengajak mitra Teman Autis yang dapat membawakan topik tersebut. Webinar-webinar ini menjadi edukasi yang dibutuhkan orang tua agar mereka dapat mendampingi anak-anak mereka dalam kehidupan sehari-hari,” terang Alvinia.

Tantangan: Pendanaan, Mencari Mitra hingga Membagi Waktu

Beberapa tantangan dihadapi Teman Autis dalam menjalankan programnya. Menurut Alvinia, sejak awal berdiri hingga saat ini mereka masih mengandalkan pendanaan secara mandiri yang bersumber dari personel Teman Autis. Dana ini awalnya digunakan untuk pengembangan website. Seiring waktu, mereka pun mendapat sumber dana lainnya dari sejumlah donatur tidak mengikat dan hasil dari lelang lukisan. “Tapi mayoritas dananya secara mandiri,” katanya.

Tantangan selanjutnya adalah mencari mitra untuk diajak berkolaborasi dalam program-progam Teman Autis. Di awal-awal, kata Alvinia, pihaknya sangat sulit mencari mitra. Salah satu penyebabnya, sebagai komunitas baru, tentu saja tidak mudah bagi lembaga-lembaga untuk mau menjadi mitra.

“Banyak mitra yang kami ajukan permohonan tidak merespon. Ketika kami ajak bertemu tidak ditanggapi. Begitu pun kami tidak berhenti dan terus menyebarkan informasi sekaligus mengajukan permohonan. Syukurnya banyak lembaga yang konsern terhadap autisme, jadi setiap hari ada saja lembaga yang kami ajukan permohonan. Akhirnya ada lembaga yang mau bermitra. Setiap minggu jumlahnya terus bertambah,” ujarnya.

Tantangan lainnya adalah sumber daya manusia. Saat ini ada 13 personel di Teman Autis dan berdomisili di DKI Jakarta dan Tangerang. Diakui Alvinia, ke-13 personel ini sangat terbatas untuk memfasilitasi semua program Teman Autis, apalagi personel tersebut juga mempunyai pekerjaan utama di luar Teman Autis.

Kalau ditanya apakah jenuh mengurus Teman Autis, Alvinia mengaku, para personel tidak jenuh. Hanya saja, mereka terkadang kesulitan membagi waktu antara pekerjaan utama dengan mengurus Teman Autis.

“Tapi kami sudah berkomitmen, semampu yang kami bisa, Teman Autis harus terus berjalan. Sedapat mungkin kami sering berdiskusi untuk mencari jalan keluar terhadap masalah-masalah yang muncul di Teman Autis. Saling mendukunglah. Sesekali, sleuruh personel gathering agar semangat tetap terjaga,” kata perempuan yang bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta ini.

Teman Autis
RAIH PENGHARGAAN – Alvinia Christiany mewakili Teman Autis menerima penghargaan 13th SATU Indonesia Awards tahun 2022 pada kategori kelompok. (TRIBUN MEDAN/HO)

Berharap Cakupan Lebih Luas

Unikidsautisma adalah satu dari ratusan lembaga yang menjadi mitra Teman Autis. Psikolog sekaligus pendiri Unikidsautisma, Ayuna Eprilisanti mengatakan, pihaknya menyambut baik kolaborasi dengan Teman Autis yang sudah berjalan hampir enam bulan. Ayuna memutuskan menjadi mitra Teman Autis berangkat dari keinginannya untuk ikut memberikan informasi tentang autism dan penanganan anak-anak autis.

“Saya ingin berkontribusi membantu orang tua dengan anak autis. Mungkin mereka tidak tahu harus kemana membawa anaknya terapi. Atau belum begitu paham apa itu autisme. Jadi saya punya tanggungjawab membantu mereka. Hal ini yang membuat saya bermitra dengan Teman Autis,” kata Ayuna, Jumat (30/12/2022).

Meskipun selama ini kegiatan lebih banyak dilakukan secara online, Ayuna berharap ke depannya, Teman Autis memperbanyak kegiatan offline. Misalnya bazar ataupun seminar. “Dengan kegiatan offline, peluang orang tua untuk hadir langsung lebih besar dan mereka dapat berkonsultasi langsung dengan ahli-ahli,” katanya.

Sementara itu, Irene Maharani, salah satu orang tua dengan anak autis mengatakan, dirinya pernah menonton IG live yang dilakukan Teman Autis. Menurutnya, informasi yang disajikan di website Teman Autis maupun tayangan di IG merupakan pengenalan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat terutama orang tua yang belum tahu dan paham tentang autisme. Apalagi autisme ini banyak jenisnya dan setiap anak tidak sama perlakuannya (treatment).

“Tidak semua orang tua mengerti hal ini, apalagi banyak stigma tentang autisme. Dengan informasi positif yang disajikan di website dan IG Teman Autis, membuat orang tua dengan anak autis menjadi paham. Tidak hanya orang tua, tetapi juga masyarakat yang tidak memiliki keluarga yang autis,” katanya.

Sebagai orang tua penyandang anak autis, Irene berharap agar ke depannya cakupan Teman Autis lebih luas lagi dalam merangkul anak-anak autis. Diakuinya, tidak semua daerah memiliki tempat terapi. Kalau di Jakarta, fasilitas terapi untuk anak autis sudah banyak, beda dengan daerah di luar Jakarta. Unttuk terapi, mereka harus ke kota besar.

“Saya berharap semoga semakin luas cakupannya dalam merangkul anak-anak autis, tidak hanya di tempat-tempat tertentu,” ujarnya.

kegiatan autis
DUKUNGAN UNTUK ANAK AUTIS – Kegiatan Walk Together For Autism tahun 2017 yang menjadi wadah dukungan untuk anak-anak dengan autis. (TRIBUN MEDAN/HO)

Bangkit Mendukung Anak Autis dan Patahkan Stigma

Alvinia mengatakan, empat tahun berjalan, beragam pencapaian positif telah dihasilkan Teman Autis. Yang paling terlihat adalah website Teman Autis yang dapat dengan mudah diakses orang tua dengan anak autis ataupun masyarakat umum. Selain itu, jumlah pengunjung menunjukkan angka yang menggembirakan.

Setiap hari, ada sekitar 100-an pengunjung website dengan 200-an pageviews. Dalam satu bulan rata-rata ada 20 ribu kunjungan.  Sedangkan follower Instagram (IG) Teman Autus tercatat sudah diangka 10 ribuan. Setiap kali Teman Autis melakukan webinar di IG, jumlah penonton mencapai ratusan. Khusus untuk IG, setiap harinya ada satu hingga tiga orang tua dengan anak autis yang mengirim pertanyaan atau curhatan melalui direct message (DM).

“Khusus untuk pertanyaan, sepanjang masih dapat kami jawab, akan kami jawab di DM. Tetapi kalau sifatnya sudah curhatan, biasanya kami berposisi sebagai pendengar. Selanjutnya kami mengarahkan mereka untuk berkonsultasi dengan mitra-mitra Teman Autis,” ujarnya.

Menurut Alvinia, sambutan masyarakat terhadap keberadaan website maupun webinar di IG, menjadi semangat bagi personel Teman Autis untuk terus memberikan informasi dan mendukung penyandang autis melalui program-program Teman Autis.

Meskipun keberadaan Teman Autis masih empat tahun, Alvinia dan seluruh relawan punya mimpi bahwa Teman Autis akan terus menjadi jembatan informasi yang tetap terpercaya bagi orang tua dan mendukung orang tua dalam membesarkan anaknya. Selain itu, program-program Teman Autis diharapkan semakin membuka pandangan masyarakat yang masih awam terhadap autisme.

“Kami berharap Teman Autis dan program-program yang ada menjadi sarana bagi semua pihak untuk bangkit bersama mendukung anak autis dan orang tua serta berjuang mematahkan stigma terhadap anak autis. Semoga anak-anak autis semakin diterima oleh masyarakat Indonesia. Autisme itu bukan sebuah penyakit. Kita hanya perlu menemukan keistimewaan mereka dan mengembangkannya,” katanya.

Kiprah Teman Autis pun berbuah manis dengan diraihnya penghargaan 13th Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2022 kategori Kelompok dari PT. Astra Internasional. Bagi Alvinia, penghargaan menjadi bukti bahwa kiprah mereka memberi manfaat bagi masyarakat khususnya dalam hal autisme.

Melalui penghargaan ini, kata Alvinia, mereka bertemu dengan banyak orang-orang hebat dan menginspirasi. Mereka ini akan dijadikan mitra untuk berkolaborasi dalam menjalankan program-program Teman Autis.

“Kami berharap, ke depannya Teman Autis dapat menjangkau orang tua dengan anak autis di seluruh Indonesia. Selain itu berkolaborasi dengan banyak mitra di seluruh Indonesia. Melalui kolaborasi ini, orang tua bisa membesarkan anaknya dengan maksimal sehingga anaknya pun bisa bertumbuh dengan maksimal. Kami juga berharap kesadaran autisme bisa tersebar di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (top/Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved