Berita Medan
Berita Foto: Berikut Daftar Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar, Catatan Akhir Tahun STFJ 2022
STFJ menilai UU Nomor 5 tahun 1990 dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta tidak membuat efek jera bagi pelaku.
Penulis: Abdan Syakuro | Editor: Abdan Syakuro
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Sumatera Tropical Forest Journalism atau STFJ menggelar konferensi pers di Bargendaal Coffee Komplek Permata Abadi Jalan Abadi, Kota Medan, Kamis (29/12) sore.
Konferensi Pers ini bertajuk Catatan Akhir Tahun sepanjang 2022 tentang kasus kejahatan satwa liar atau Wildlife Crime yang terjadi di Sumatera Utara atau Sumut dan Aceh.
Turut hadir sebagai pembicara Catatan Akhir Tahun STFJ 2022 yaitu Kepala Divisi SDA LBH Medan Muhammad Alinafia Matondang, Deputi Direktur Perlindungan Spesies dan Habitat Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center atau YOSL-OIC Muhammad Indra Kurnia, serta Conservation Director-The Wildlife Whisperer of Sumatra atau 2WS Badar Johan.
STFJ menyoroti ringannya vonis hukuman hingga kasus melibatkan mantan kepala daerah yang masih mengambang menjadi catatan tersendiri. Hal ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan satwa liar yang dilindungi.
Direktur STFJ Rahmad Suryadi menuturkan hukuman ringan terhadap pelaku kejahatan satwa atau Wildlife Crime tidak memberikan efek jera terhadap para pelaku.
"Ada pun yang menjadi sorotan STFJ kasus kejahatan satwa liar sepanjang 2022 seperti perdagangan anak Orangutan Sumatera atau Pongo Abelii dengan terdakwa Thomas Raider Chaniago alias Thomas (18)," ucapnya.
Pengadilan Negeri atau PN Lubukpakam Cabang Labuhandeli yang mengadili perkara tersebut, menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider 6 bulan, pada 17 Oktober 2022 lalu.
"Putusan ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum atau JPU dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," katanya.
Sementara itu Direktur Perlindungan Spesies dan Habitat Yayasan Orangutan Sumatra Lestari-Orangutan Information Center atau YOSL-OIC M Indra Kurnia Deputi menuturkan presentase penyelamatan individu Orangutan masih sedikit.
"Pada 2021 lalu, ada sekitar 15 individu Orangutan yang kita selamatkan, dan 2022 ini ada 20 individu, jadi mungkin tidak terlalu besar presentase kenaikannya, tapi ada peningkatan di 2022 ini," ucapnya.
Ia mengatakan mendukung pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia atau KLHK serta bekerjasama dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser atau BBTNGL dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA yang berada di dua wilayah yaitu Sumut dan Aceh.
"Jadi konteksnya kalo terjadi konflik dengan manusia, tindakan kita itu kalo Orangutannya terisolasi kita evakuasi, jika Orangutan masih terkoneksi dengan hutan aslinya atau premiere maka kita lakukan cukup pengusiran saja," katanya.
Indra mengatakan jika terjadi konflik antara satwa dengan manusia, pihaknya selalu siap menerima informasi dan membantu.
"Kalopun ada pemeliharaan illegal dari masyarakat, kita mendapat informasi dari KLHK atau BKSDA maupun masyarakat, kita bantu untuk pemeriksaan cek kesehatan satwa yang diserahkan tersebut," ucapnya.
Conservation Director-The Wildlife Whisperer of Sumatra atau 2WS Badar Johan menuturkan bila upaya menjaga konservasi satwa dan lingkungan ini tidak bisa dilakukan sendiri.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/29122022_CATATAN-AKHIR-TAHUN_ABDAN-SYAKURO-1.jpg)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/29122022_CATATAN-AKHIR-TAHUN_ABDAN-SYAKURO-2.jpg)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/29122022_CATATAN-AKHIR-TAHUN_ABDAN-SYAKURO-3.jpg)