Piala Dunia di Kedai Tok Awang

Masihkah Spanyol Memaafkan Si Kepala Batu Enrique?

Blunder demi blunder yang dilakukan oleh Pelatih Tim Nasional Spanyol Luis Enrique berbuah fatal. Bagaimana nasibnya setelah Spanyol gagal lolos?

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
AFP/Odd ANDERSEN
GESTUR MAAF - Pelatih Tim Nasional Spanyol Luis Enrique menyapa suporter sembari menunjukkan gestur meminta maaf usai laga babak 16 Besar Piala Dunia 2022 kontra Maroko di Education City Stadium, Al-Rayyan, sebelah barat Doha, Qatar, 6 Desember 2022. Spanyol gugur di babak ini setelah kalah 3-0 dalam adu penalti. 

Di lain sisi, Enrique malah meninggalkan pemain-pemain yang sedang on fire, termasuk tiga pemain senior, Sergio Ramos, David de Gea, dan Thiago Alcantara. Terutama sekali dua nama yang disebut terakhir. Bahkan sebagian pengamat sepak bola Spanyol menilainya sebagai blunder besar.

“Tiki Taka membutuhkan pemain-pemain kreatif di lini tengah,” kata Zainuddin menyela. Dia belum lama tiba dan sempat mendengarkan gerutuan Mak Idam. Menurutnya, keheranan Idam cukup beralasan.

“Lini depan Spanyol ini parah. Mereka cuma punya Morata, selebihnya belum berpengalaman, dan secara teknis, kualitasnya tak bisa dibilang istimewa. Rata-rata air saja. Nah, dalam situasi seperti ini, mestinya di lini tengah ada pemain yang kreatif. Itu ada pada Thiago. Di Liverpool sedang gacor-gacornya. Anehnya, Enrique enggak bawa dia. Memang ada Gavi dan Pedri, tapi kedua pemain ini masih terlalu hijau untuk level piala dunia. Biasanya, pemain muda minim pengalaman kalau dihadapkan pada jalan buntu, dan inilah yang terjadi di pertandingan lawan Jepang dan Maroko. Mereka bingung, Spanyol main nggak tentu arah. Cuma bisa oper sana oper sini, cetak gol tidak juga,” ujarnya menambahkan.

Merasa didukung, Mak Idam menyambung. “Betul, Pak Guru. Aneh kali, lah, kurasa. Ramos mungkin masih bisa kuterima. Memang di PSG sedang bagus dia, cumak cederanya rentan. Tapi kok bisa, lah, De Gea gak masuk. Kalok dibandingkan sama Unai Simon, ya, jauh ke mana-mana,” katanya dengan nada bicara tinggi.

Mak Idam berandai-andai, sekiranya saja ketiga pemain ini masuk, mungkin ceritanya akan lain. Bahkan kalau pun tetap penalti, potensi Spanyol untuk menang akan lebih besar.

Cak, lah, kelen tengok itu eksekutor penaltinya. Pablo Sarabia, Carlos Soler, ini dua-duanya pemain PSG dan di sana pun bukan pemain inti. Otomatis pastilah bukan penendang penalti jugak. Ada Messi di sana, ada Neymar, ada Mbappe. Kalok orang tu tiga berhalangan, masih ada Ramos. Terus penendang ketiganya Sergio Busquets pulak. Hancur, lah. Di Barcelona aja, sejak era Messi sampai sekarang, dia bukan eksekutor penalti,” ucapnya.

Gerutuan Mak Idam terus memanjang. Ia bilang, semestinya, dengan kegagalan ini, Spanyol tidak boleh lagi memaafkan Luis Enrique. Tidak boleh lagi memberinya kesempatan untuk memegang kendali tim nasional lebih lama.

“Masalahnya bukan semata karena dia gagal di Piala Dunia, tapi lebih ke degilnya itu. Keras kepala kali kawan ini. Egonya aja dibawak-bawakkannya. Kurasa alasan kenapa dia gak mau bawa Ramos dan De Gea lebih ke pribadi. Karena nggak soor aja.”

Gerutuan baru putus setelah Sudung yang baru tiba di kedai sekonyong-konyong memuji Fernando Santos yang berani mencadangkan Cristiano Ronaldo. Bilang Sudung, pencadangan Ronaldo merupakan langkah sensasional yang akan membawa Portugal ke era baru yang lebih cerah.

MASUK LAPANGAN - Pemain Tim Nasional Portugal Cristiano Ronaldo (tengah) melakukan persiapan sebelum masuk lapangan sebagai pemain pengganti pada partandingan babak 16 Besar Piala Dunia 2022 kontra Swiss di Lusail Stadium, Lusail, sebelah utara Doha, Qatar, 6 Desember 2022. Portugal melangkah ke babak perempat final setelah mengalahkan Swiss dengan skor telak 6-1.
MASUK LAPANGAN - Pemain Tim Nasional Portugal Cristiano Ronaldo (tengah) melakukan persiapan sebelum masuk lapangan sebagai pemain pengganti pada partandingan babak 16 Besar Piala Dunia 2022 kontra Swiss di Lusail Stadium, Lusail, sebelah utara Doha, Qatar, 6 Desember 2022. Portugal melangkah ke babak perempat final setelah mengalahkan Swiss dengan skor telak 6-1. (AFP/PATRICIA DE MELO MOREIRA)

Ronaldo baru masuk lapangan saat pertandingan kontra Swiss menyisakan 20 menitan lagi. Santos mengisi line up dengan menjadikan Goncalo Ramos sebagai sosok sentral di antara Bruno Fernandes dan Joao Felix.

Pilihan yang kemudian terbukti jitu. Ramos, pemain 21 tahun yang merumput bersama Benfica, melesakkan tiga dari enam gol kemenangan Portugal. Ramos dengan kecepatannya, dengan kengototannya, dengan staminanya yang mumpuni, sangat membantu Bruno dan Felix dalam membuka ruang.

Di belakang mereka, tiga gelandang yang berdiri sejajar; Bernardo Silva, Ruben Neves, William Calvalho, mampu menjadikan lini tengah stabil, dan solid, hingga alur serangan Swiss tidak pernah sepenuhnya mengganggu jantung pertahanan yang dikomandoi Pepe.

“Mungkin si Ten Hag nge-WA Pak Santos, ya,” katanya diikuti tawa berderai. “Tapi memang jitu itu. Kalok, lah, Ronaldo main, pasti terbaca sama Swiss. Pasti terpotong-potong bolanya, dan mulai, lah, dia ngamuk merepeti kawan-kawannya. Suasana jadi nggak enak.”

Sudung, juga Leman Dogol, dan Zainuddin, sepakat menyebut era Ronaldo sudah hampir berakhir. Apalagi, sampai sejauh ini, pascakeluar dari Manchester United, belum ada klub besar Eropa yang bersedia menampungnya.

Ocik Nensi, sembari menonton siaran ulang acara pencarian bakat di televisi, menyeletuk. “Mau berakhir mau enggak, nggak masalah untuk Ronaldo. Kalok nggak main bola masih bisa dia jualan sempak. Dijamin laku jugak. Iya, kan, Sel?”

Dari balik steling, Tante Sela yang sedang menumpang mencuci gelas jamu, menyahut. “Paten-paten sempaknya, memang. Potongannya seksi dan warnanya ngejreng. Mungkin ada yang berenda dan berlampu jugak.” (t agus khaidir)

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved